webnovel

Pelayan Genit

"Benar-benar gila! Sudah cantik, menarik, seksi, putih, genit, tapi kenapa jadi pembantu???" Sikap genit dan keinginan untuk mendapatkan uang yang banyak mendorong Helena, siswi tercantik di sekolah nya untuk menjadi seorang model porno. Ternyata kecantikannya dan kemolekan tubuhnya membuat dirinya diburu para lelaki. Bukan hanya teman-teman pria nya, tapi juga gurunya yang jatuh hati pada dirinya. Namun sebuah kecelakaan fatal membuatnya kehilangan ingatan hingga menjadikannya seorang pelayan pada sebuah keluarga kaya. kecantikannya justru mendatangkan masalah baru di keluarga itu!

naramentaya20 · Fantasi
Peringkat tidak cukup
26 Chs

Tersangka Pembunuhan?

Dua jam ia menyembunyikan diri di sebuah warung dekat sekolah, Helena merasa tidak tenang. Ia memang telah memutuskan untuk keluar saja dari sekolah itu apapun konsekuensinya,

Namun ia tetap sangsi apakah ia masih aman dengan posisi membiarkan Pak Darham terkurung di dalam ruangannya? Ia ngeri sekali membayangkan jika guru itu sampai lolos dan mengamuk!

Ah! Kenapa harus dipikirkan? Itu salah guru itu sendiri, kenapa kepo dengan dirinya sebagai model porno!

Ibu si pemilik warung yang baik hati tersenyum memandangnya seraya sibuk melayani pembeli yang lain. Wanita paruh baya itu seperti memaklumi kalau Helena memiliki masalah tersendiri sehingga ia menyediakan sebuah kamar tersendiri untuk gadis langganan warungnya itu beristirahat.

Helena juga tak berani pulang ke rumah untuk sementara waktu. Ia tak bisa membayangkan bagaimana reaksi ibu dan adiknya jika mengetahui permasalahan yang menimpa dirinya.

Masalah ini pasti akan melebar kemana-mana kalau si predator siswa itu telah lolos dari kurungannya! Dia pasti akan menghubungi orang-orang yang bisa dihubunginya untuk membalas dendam.

Pak Darham pasti sedang marah besar! Libido nya yang tak tersalurkan pasti akan menambah-nambah meradangnya kepada gadis itu!

"Non, kalau ada masalah jangan terlalu dimasukkan ke hati. Bawa istirahat aja dulu, tenangin hati. Nanti kalau hati sudah tenang biasanya jalan keluar akan datang sendiri. Kalau hati dibiarkan keruh nanti justru menambah masalah yang lain," kata si ibu warung menasihati.

"Emang benar seperti itu, bu?" Helena terbelalak senang.

"Ya, pengalaman ibu sih seperti itu."

"Hm..." Helena manggut-manggut. Tapi apa dia bisa tenang kalau Pak Darham masih hidup? Kenapa ya, ia tadi tidak bunuh saja sekalian itu orang? Pikiran sadis melintas di kepalanya.

Ia membayangkan dirinya sedang melemparkan granat tangan ke ruangan guru itu saat predator siswa itu sedang sibuk bekerja.

Bummmm!

Granat itu meledak, dan guru itu hancur menjadi kepingan kecil-kecil seketika!

"Wooowww! Kereeeen!" Helena memekik kecil sendirian.

Si ibu warung mengerutkan alis. Tapi ia segera tersenyum karena sudah memaklumi kalau anak muda seusia Helena kerap bersikap aneh.

***

Rasa penasaran Helena, membuat ia terdorong untuk kembali melihat sekolahan itu. Bukan! Bukan karena ia ingin bertahan bersekolah di sekolah itu. Ia hanya ingin melihat sekolah itu untuk terakhir kalinya. Dan lebih dari itu ia ingin tahu apakah yang terjadi setelah Pak Darham ia kunci di ruangannya dalam keadaan kaki terikat.

Tergesa-gesa sepeda motornya ia parkir agak jauh dari sekolah. Di bawah rimbunan pepohonan hutan kota, lalu ia dengan mengendap-endap memasuki pagar sekolah.

Kok sekolah sepi? Pikirnya saat melangkah ke halaman. Suasana sekolah pada saat itu benar-benar sepi, padahal belum jam nya anak-anak untuk pulang sekolah.

Kemana teman-teman? Apakah mereka dipulangkan oleh guru sejak dini?

Kepalanya celingukan kesana-kemari. Ia tak melihat satu orang guru pun di ruang-ruang sekolah. Semua ruang kelas pada tertutup.

Mungkin siswa-siswa dipulangkan sejak dini karena ada rapat guru, pikirnya.

Ia terus melangkah hati-hati ke lingkungan sekolah. Kali ini dengan tidak sabar ia melangkah menyusuri koridor dan berpapasan dengan salah satu petugas penjaga sekolah yang tampak berjalan tergesa-gera. Saking tergesa-gesanya pemuda berpakaian seragam biru tersebut tidak mempedulikan Helena yang berjalan berselisihan dengannya, wajahnya tampak terlihat tegang.

Helena terus melangkah tergesa menuju ke ruang kerja Pak Darham. Hatinya makin penasaran, ingin tahu apakah ada seseorang yang mengeluarkan guru genit itu dari keterkunciannya.

Gadis berambut ikal sebahu itu telah tiba di dekat ruang kerja Pak Darham.

Dan ia terkesiap!

Banyak petugas kepolisian berkumpul di tempat itu! Sebagian berpakaian preman.

Astaga! Ada apa ini?

Helena terbelalak. Ia bersembunyi di balik rerimbunan tanaman bunga sekolah sembari mengintip.

Pintu ruangan Pak Darham terbuka. Beberapa orang petugas kepolisian juga terlihat keluar masuk ruangan itu. Beberapa orang guru juga terlihat berdiri di luar ruangan, bahkan di situ terlihat ada kepala sekolah yang berbincang-bincang dengan petugas kepolisian.

Helena merasakan jantungnya berdetak-detak kencang. Matanya terus melotot di balik persembunyiannya ingin tahu apa yang terjadi.

Sejumlah petugas terlihat membawa bungkusan kantong jenazah dari ruang Pak Darham lalu meletakkannya di atas tandu. Tandu berisikan jenazah itu kemudian dimasukkan ke dalam ambulan yang sudah menunggu.

Helena semakin membelalakkan mata sambil menutup mulutnya.

Astaga! Pak Darham telah tewas di ruangan itu! Pasti ia meninggal gara-gara sesak nafas atau serangan jantung gara-gara ia kurung!

Helena merasakan tengkuknya tiba-tiba dingin.

"Aku telah menjadi seorang pembunuh...?" Helena mendesis masih dengan perasaan tidak percaya.

Dengan tatapan nanar ia pandangi terus para petugas yang menutup pintu belalang ambulan, sementara ia juga melihat para guru yang ada di situ menatap kantong jenazah dengan tatapan terpana.

Helena merasakan kepalanya pusing. Ia hendak berbalik, namun sebelum itu tiba-tiba ada tepukan pelan di pundaknya dari arah belakang. "Hei, ngapain kamu di sini?"

Kaget ia berpaling, namun seketika ia lebih terkejut lagi saat mendapati seorang polisi berseragam berada di belakangnya.

"Oh?!" Helena ternganga ketakutan.

Polisi muda berwajah tampan itu sejenak tersenyum, namun wajahnya tiba-tiba berubah lebih serius sambil mengerutkan alis. "Kamu ini...." ia seperti berpikir sambil menunjuk ke arah gadis itu.

"Aku tidak bersalah!" Helena seketika menjadi panik. Ia segera menghambur lari dari hadapan polisi itu. Tak dipedulikannya polisi itu terus memanggil-manggilnya.

"Gawat! Sekarang aku malah jadi buronan polisi! Gak habis-habis!" Helena merutuk ketakutan sambil tergesa-gesa menaiki sepeda motornya yang ia sembunyikan di balik pepohonan.

Dengan perasaan ketakutan bagai diburu hantu ia memacu kendaraannya menjauhi sekolah itu, dan berbelok-belok menyusuri gang sempit.

Oh, mudah-mudahan polisi itu tidak mengejarku! Aku tidak ingin jadi narapidana! Aku gak mau dikurung! Aku harus pergi jauh-jauh! Pikirnya sambil terus memacu sepeda motornya.

Ia terus melaju di jalan raya. Tak peduli bis dan truk yang memadati jalanan terus saja ia menyalip sana-sini. Bayangan di pikirannya dipenuhi dengan puluhan polisi-polisi berseragam yang mengejarnya dengan raungan sirine. Benar-benar mendirikan bulu roma!

Saking paniknya memacu kendaraan, gadis itu tak menyadari kalau ada sebuah mobil mewah melaju dari arah berlawanan.

Dan ia tak bisa mengelak saat mobil mewah berwarna hitam itu oleng ke arahnya.

Braaakkkk!

Tabrakan pun tak bisa dihindari. Helena dan sepeda motornya terlempar beberapa meter dari jalan raya, sementara mobil mewah itu bergegas menghentikan laju nya.

Ciiitttt! Suara ban berdecit. Kendaraan-kendaraan yang melintas banyak yang berhenti.

Pemilik mobil hitam keluar lalu menatap ke arah Helena yang terkapar tak jauh dari motornya dengan tatapan ketakutan.

"Celaka! Aku telah menabrak orang hingga mati!" Ia menggerimit panik. Wajahnya pucat pasi.