Ren mendekap erat Fei dalam pelukannya sambil terus melumat bibir Fei, kini dia sudah lebih piawai mengenai itu. Dia bertanya-tanya, perlukah melangkah lebih jauh dari sekedar cumbuan?
Perlukah melakukan seperti yang pernah ada di mimpinya?
Segera, Ren menarik wajahnya dari Fei.
"Mpu! Cepat tampar otakku di sana!" jerit Ren pada Mpu Semadya di kepalanya.
"Kenapa harus melakukan itu, Gusti Pangeran?" Mpu Semadya menjawab dari dalam diri Ren.
"Karena aku begitu nista sampai memikirkan hal segila itu pada Fei." Ren mengeluh.
"Itu hal wajar bagi seorang lelaki memikirkan hal semacam itu, Ndoro." Mpu Semadya hendak menenangkan pikiran junjungannya.
"Tidak, tidak boleh!" Ren menolak asas ucapan Mpu Semadya.
"Mas?" Fei jadi merasa bingung sendiri dengan tingkah canggung Ren di depannya.
Sadar bahwa dia masih berhadapan dengan Fei, Ren segera mengembalikan fokus kesadarannya pada sang kekasih. "Ah, Fei, maafkan aku. Apakah kau sudah merasa segar lagi?"
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com