webnovel

Pahit Manisnya Cinta

Danendra dan Alina sudah menjalani hubungan sejak di bangku SMA. Namun mereka berpisah karena Danendra harus menyelesaikan masa pendidikannya. "Aku akan pergi menjalankan tugas negara, aku minta kamu akan tetap setia menunggu ku sampai kepulangan ku nantinya" Ucap Danendra kepada Alina. "Aku akan tetap setia menunggumu"Jelas Alina. Sebelum berangkat Danendra dan Alina menghabiskan waktu bersama, mereka sepasang kekasih yang sangat romantis. Cinta Danendra ke Alina begitu besar, begitu juga sebaliknya. " Aku akan tetap merindukanmu Alina" Aku akan pulang untuk menghalalkan mu, jaga dirimu baik-baik Alina" Ucap Danendra sebelum keberangkatannya. Danendra menatap Alina dengan berbeda, seolah-olah ia ingin menyampaikan sesuatu tapi tidak mampu untuk mengungkapkannya. Siapa sangka Keberangkatan Danendra waktu itu menjadi pertemuan terakhir untuk Alina. Alina mendengar kabar tentang gugurnya Danendra di medan perang. Alina merasa terpukul, Alina syok mendengar kabar tersebut. Ia lari ke kamar dan mengambil foto kebersamaannya dengan Danendra. "Aku benci kamu, aku benci penghianat seperti dirimu, kenapa kamu lakukan ini padaku, kenapa.............................................?" Teriak Alina histeris, air matanya bercucuran membasahi pipinya. Alina menyaksikan kepulangan Jasad Danendra yang terbungkus rapi di dalam peti jenazah. Pernikahan yang Danendra janjikan kini hanya tinggal cerita. Sedangkan belum satu hari kepergian Danendra Keuda orang tua Alina menjodohkan putrinya dengan Rei yang tidak lain adalah sahabat Alina sekaligus Bos di tempat Alina bekerja. Mulai saat itu Alina tidak pernah mau berkomunikasi dengan siapapun termasuk kedua orang tuanya. Sudah satu tahun kepergian Danendra, selama itu Alina berdiam diri di dalam kamar. Danendra adalah orang yang pertama dan terakhir Alina cintai hingga saat ini. Setelah satu tahun mengurung diri, Alina dipaksa menikah sama Rei. Meskipun sulit bagi Alina untuk mencintai Rei, Alina terpaksa menerima perjodohan yang sudah direncanakan sama kedua orang tuanya. Beberapa bulan menikah sama Rei, Alina tidak sengaja bertemu sama laki-laki yang persis mirip sama almarhum calon suaminya yaitu Danendra. ........................................................................ Temukan jawabannya dengan mengikuti setiap bab di novel ini. Kalau kalian suka, jangan lupa dukung novel ini dengan memberi Power Stone sebanyak-banyaknya. Dan tulis pendapat kalian di kolom review dan kolom komentar agar saya bisa memperbaiki yang salah. Satu Power Stone dan komentar atau review daru kalian adalah penyemangat saya untuk menulis. Happy Reading!

Linayanti · perkotaan
Peringkat tidak cukup
154 Chs

Seperti Mimpi

Mendengar curahan hati ibu Alina, Rei semakin merasa bersedih, bagaimana tidak seorang ibu pastinya ingin yang terbaik untuk anaknya.

Rei dari dulu di kenal sangat dekat dengan Alina, Rei juga termasuk sahabat dekat yang paling di dengar omongannya sama Alina. Makanya ibu Alina sampai mencurahkan semua perasaanya kepada Rei.

"Apakah ada yang Rei bisa bantu Bu?". Tanya Rei.

Ibu Alina menatap Rei dengan penuh keyakinan. "Ibu harap kamu bisa menikahi Alina". Ucap Ibu Alina dengan serius.

Rei seketika terkejut mendengar permintaan mustahil ibu Alina, secara meskipun mereka sahabatan dari sejak SMA tidak mungkin bagi Rei kalau Alina menyukai dirinya. Rei tahu betul bagaiman sikap Alina.

"Bagaiman nak Rei?". kenap nak Rei diam saja?". Tanya ibu Alina sambil menyentuh tangan Rei.

Rei bingung mau menjawab apa. "Rei tidak yakin jika Alina mau menerima Rei Bu". Ucap Rei.

"Kalau masalah menyukai itu urusan belakang nak Rei, yang ibu butuhkan disini adalah kesanggupan nak Rei apakah nak Rei bersedia atau tidak?". karena ibu hanya mengenal nak Rei, ibu tidak mau jika putri ibu salah memilih nantinya". Ucap Ibu Alina sambil menjelaskan semuanya kepada Rei.

"Berikan Rei waktu untuk berfikir Bu!". Rei tidak mau membuat Alina kecewa dengan keputusan Rei nantinya". Jelas Rei kepada ibu Alina.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki menuju ruang tamu, ibu Alina menatap anaknya berdiri tepat di pintu."Alina..Ayok duduk sini nak". Panggil ibunya.

Rei menjadi salah tingkah melihat kedatangan Alina, tangan Rei tidak bisa diam, ia berusaha menenangkan dirinya agar Alina tidak salah paham sama ibu dan dirinya.

Alina hanya menatap diam dengan tatapan kosong. "Maaf Tante untuk masalah yang tadi, kasih saya waktu untuk memikirkannya, kalau begitu saya permisi pulang dulu Tante, saya rasa Alina butuh waktu untuk menenangkan dirinya, biarkan Alina istirahat dulu Tante". Ucap Rei karena Rei merasa tidak nyaman melihat tatapan Alina.

"Lo..kok buru-buru nak, teh nya kan belum di habisi, duduk dulu kita ngobrol-ngobrol dulu sebentar"Pinta ibu Alina.

Rei kemudian masuk ke dalam mobilnya lalu menjalankannya dengan pelan. Rei tiba-tiba kepikiran dengan ucapan ibu Alina."Bagaimana mungkin aku menuruti permintaan ibu Alina?". Sedangkan aku tahu dari dulu kalau Alina tidak pernah suka sama aku"Batin Rei.

Rei seperti orang yang sedang berpikir keras, bagi Rei ini bukan masalah sepele. Karena baginya ini masalah serius yang mencakup masa depannya. Meskipun Rei mencintai Alina ia tidak mau memanfaatkan keadaan untuk memaksa Alina mau menikahi dirinya.

>>Rumah Tuan Abraham<<

Tanpa sadar Rei sudah sampai di depan rumahnya, ia memencet tombol untuk membuka pintu gerbangnya.Ny Keira dan Tuan Abraham sedari tadi merasa gelisah karena putra tunggalnya belum juga pulang.

Ny Keira mendengar suara mobil anaknya. "Pa sepertinya itu suara mobil Rei". Lalu Ny Keira keluar untuk memastikan ucapannya.

Rei keluar dengan pakaian yang basah kuyup dan wajah pucat. "oh sayang...kamu dari mana saja?". Kenapa kamu sampai basah kuyup seperti ini?". Tanya Ny Keira dengan khawatir.

Ny Keira sangat terkejut melihat wajah anaknya yang sangat pucat. "Sekarang ibu akan menyiapkan mu air hangat dulu, wajahmu kelihatan sangat pucat". Ucap Ny Keira.

Rei tersenyum kepada ibunya, Rei langsung menarik tangan ibunya. "Aku tidak apa-apa Mi!". Mami tidak usah repot-repot untuk menyiapkan ku air hangat, aku bisa sendiri".

Ny Keira membalikkan badannya dan menatap wajah anak tunggalnya itu. "Baiklah sayang, aku mengerti, kalau begitu ibu akan menyiapkan mu makan malam dulu, sekarang kamu mandi dan ganti pakaianmu".Rei tersenyum lebar kepada ibunya".Baik Bu.

>>Rumah Alina<<

Ny Maya memanggil putrinya" Alina duduk sayang, ibu mau bicara sama kamu".Alina menatap wajah ibunya dengan rumit."Kenapa perasaanku menjadi tidak enak seperti ini, apa yang mau ibu bicarakan?".Batin Alina.

Ny Maya tersenyum, ia melihat putrinya masih dalam duka. "Alina...kamu tidak dengar ibu memanggil kamu nak?". Tanya ibu Alina karena putrinya sedari tadi terdiam.

Alina terkejut mendengar panggilan ibunya yang ke dua kali"Ha..ya Bu Alina dengar". Lalu Alina duduk di dekat ibunya.

Ny Maya mengelus rambut putrinya, ia memandangi wajah putrinya itu, tatapan putrinya kosong. Ny Maya merasa terpukul melihat keadaan putrinya, Ny Maya tersenyum."Kamu mau ibu buatkan teh hangat nak?".Tanya ny Maya.

Alina tersenyum melihat ibunya, Alina menyentuh punggung tangan ibunya."Tidak perlu Bu!". Alina hanya butuh waktu untuk menenangkan diri dulu" Jawab Alina.

"Bagaimana kalau ibu menemanimu malam ini?".Tanya Ny Maya.

Alina menatap wajah ibunya dan tersenyum lagi"Tidak perlu Bu!". Alina pengen sendiri dulu". Jawab Alina.

Ny Maya menarik napasnya dalam-dalam, sepertinya ada yang janggal di hatinya. tapi ny Maya memahami putrinya itu."Baiklah kalau begitu, sekarang kamu istirahat dulu".

Ny Maya memberikan waktu untuk putrinya, ia tidak langsung membicarakan masalah keinginannya yang tadi. Ia tidak ingin jika Alina menjadi terbebani.

Alina hanya bisa tersenyum kepada ibunya, Alina tidak seperti biasanya yang ceria dan aktif dalam segala hal. "Alina masuk kamar dulu Bu". Ucap Alina

"Baik sayang".lalu Ny Maya memeluk tubuh anaknya itu dan memberikan ciuman hangat di keningnya."Selamat malam sayang"."Terimakasih Bu!".Ucap Alina, ia membalas pelukan ibunya dengan lembut.

>>Kamar Alina<<

Alina masuk ke kamarnya, namun Alina belum bisa tidur ia masih teringat dengan wajah Danendra. Rasa rindu yang Alina simpan sekian tahun belum terbayarkan, Alina berpikir takdir begitu kejam kepada dirinya.

Alina mengambil foto Danendra bersama dirinya sebelum keberangkatan Danendra ke Papua waktu lalu. Alina hanya bisa mengelus wajah Danendra di foto itu, senyum Danendra sangat manis, bulir-bulir air mata Alina mulai berjatuhan.

Alina menyeka air matanya namun tetap saja terjatuh membasahi pipi lembutnya itu. Alina menyandarkan tubuhnya di jendela kamarnya.Tatapan Alina kosong melihat langit-langit yang di hiasi dengan sinar bintang di atas.

Alina menempelkan foto Danendra di dadanya, semakin Alina menatap langit pandangan Alina semakin jauh.Hembusan angin menusuk tubuh Alina, rasa dingin pun Alina rasakan.

Namun Alina tidak peduli, dingin malam tidak sebanding dengan luka yang di rasakan saat ini. Alina masih tidak percaya dengan kepergian Danendra, rasanya itu seperti mimpi.