webnovel

Our Tacenda

Semua ini berawal dari kencan buta sialan itu!. Kalau saja saat itu aku menolak permintaan temanku maka semua kekonyolan ini tidak akan pernah terjadi dan tentu saja aku tidak akan pernah bertemu dengan laki-laki paling menyebalkan yang pernah aku temukan di muka bumi ini. Pokoknya tolong menjauh dariku Mr. kutu buku!. Dan jangan pernah mengejarku dengan alasan pernikahan lagi! ________________

alemannus · perkotaan
Peringkat tidak cukup
4 Chs

Chapter 2 Pertemuan

Anna berjalan memasuki sebuah restoran bintang lima yang berada di pusat kota. Sepatu high heels merah yang menyala mengiringi langkah kakinya yang terlihat anggun namun tegas. Dress seksi berwarna senada dengan belahan dada yang sedikit rendah melekat dengan sempurna di tubuhnya yang indah dan berlekuk. Riasan glam looks serta kacamata hitam yang melekat di wajahnya sudah cukup menjelaskan kalau paras wanita itu sangat cantik dan berkelas bagai seorang selebriti dunia yang memiliki popularitas yang luar biasa. 

Orang-orang yang berada di dalam restoran itu langsung terkejut dengan kedatangan Anna dan menjadikan wanita itu sebagai pusat perhatian dalam sekejap. Di dalam restoran ini memang banyak sekali wanita yang cantik namun aura serta kharisma yang dipancarkan Anna benar-benar luar biasa dan tidak bisa dianggap main-main. Rasanya seperti kau tidak bisa mengalihkan perhatianmu dari pesona kuat Anna. Mulai dari gesture yang ditunjukkan sampai suara yang keluar dari dalam mulut Anna benar-benar punya daya tarik dan pesonanya tersendiri. Oleh karena itu dia langsung menjadi pusat perhatian tidak lama setelah kemunculannya di restoran ini. 

Anna menarik kebawah dress ketatnya itu dengan risih karena sebenarnya dia tidak pernah menggunakan pakaian seperti ini seumur hidupnya, namun Laura terus memaksanya untuk mengubah penampilannya agar mirip dengan penampilan sehari-hari sahabatnya itu. Anna mengernyitkan dahinya dengan kesal sambil membenarkan letak kacamata hitamnya. Jika saja Laura tidak menjanjikan hal-hal yang sangat menggiurkan, Anna pasti akan langsung menolak penawaran ini tanpa berpikir dua kali lagi.

Ting! 

Sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponsel Anna dan dia langsung memeriksa pesan itu. Ternyata Laura memberitahunya ciri-ciri dari laki-laki yang akan ditemuinya hari ini. Laki-laki itu memiliki tinggi 6'1 kaki alias 185 cm lebih, rambut berwarna hitam, kulit yang putih pucat, bahu yang lebar, kaki yang jenjang dan panjang, penampilan yang culun dan tidak menarik, mungkin dia pakai kawat gigi dan kacamata yang tebal. Pria itu tidak memiliki nama alias tidak diketahui.

Anna langsung mengerutkan dahinya dengan bingung. Dia tidak mengerti kenapa Laura mendeskripsikan laki-laki itu dengan penjelasan yang aneh seperti ini. Padahal wanita itu bisa melakukan hal yang jauh lebih mudah dengan memberikan foto laki-laki itu padanya daripada harus menjelaskan ciri-ciri pria itu dengan panjang lebar seperti ini. Ah iya, dia baru sadar kalau Laura tidak sepintar yang orang lain bayangkan.

"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang pelayan kepada Anna.

"Saya memesan meja atas nama Laura Charlotte Dawson." Jawab Anna dengan sopan.

"Silahkan ikuti saya, Ms. Dawson." Ucap pelayan itu dengan sopan.

Anna berjalan mengikuti pelayan itu sambil memperhatikan detail dari restoran mewah ini. Baru pertama kali dia masuk ke dalam restoran seperti ini karena dia bukanlah seseorang yang berasal dari golongan orang yang mampu secara finansial. Jangankan makan di restoran mewah seperti ini, untuk makan sehari-hari saja dia masih pusing memikirkannya. Apalagi hidup dalam kemewahan seperti kehidupan sahabatnya, Laura. Tapi terlepas dari semua beban hidup yang ditanggungnya selama hidupnya, Anna tetap merasa bersyukur. 

Setidaknya dia masih memiliki orang-orang yang mencintainya. Dia punya seorang adik yang mencintainya tanpa syarat, seorang sahabat yang setia, tempat untuk berteduh dari hujan dan panas, pekerjaan yang mampu menopang hidupnya dan adiknya dan yang paling penting adalah dia dapat bernafas dan menjalani hidup ini dengan baik. Meskipun tidak sesempurna kehidupan orang lain namun Anna tetap selalu bersyukur atas hidupnya. Dia pikir masih banyak sekali orang-orang yang tidak seberuntung dirinya jadi dia tidak boleh hidup dalam keluhan dan rasa tidak bersyukur karena Tuhan tidak suka orang yang banyak mengeluh dan tidak bersyukur.

"Terima kasih." ucap Anna pada pelayan yang mengantarnya ke sebuah meja kosong.

Anna duduk di atas kursi kosong dengan canggung. Jujur saja, dia merasa gugup dan takut. Bagaimana jika laki-laki yang akan bertemu dengannya ini menyadari kejanggalan dari dirinya? Atau bagaimana jika nanti laki-laki ini marah karena telah ditipu oleh dirinya dan Laura? Apa dia akan masuk penjara karena kasus penipuan? Anna menghembuskan nafasnya dengan kasar sambil melepas kacamata hitamnya. Apapun yang terjadi nanti dia harus tetap berhasil. Kalau gagal, dia akan langsung meminta maaf pada laki-laki itu nanti.

"Apa aku katakan saja yang sebenarnya?" Tanya Anna pada dirinya sendiri.

"Katakan apa?" Tanya seorang pria yang tiba-tiba duduk di hadapan Anna.

Anna terkesiap sambil menatap pria itu dengan tatapan terkejut. Tidak pernah terbayangkan olehnya akan bertemu pria yang terlihat culun dan membosankan namun tampan disaat yang bersamaan. Ciri-ciri yang ditulis Laura benar-benar spesifik kecuali bagian kawat gigi dan kacamata yang tebal. Maksudnya pria itu memang menggunakan kacamata tapi tidak setebal yang Laura katakan. Tapi semakin dilihat, pria ini lebih xocok jika dikatakan bersih dan rapi daripada culun dan membosankan. Hmm, mungkin kata culun memang sedikit cocok untuk image pria itu yang terlihat lebih terorganisir dan rapi, tapi secara keseluruhan pria ini masih terlihat normal.

Pria itu langsung duduk di kursi yang berada di hadapan Anna sambil menatap Anna dengan senyuman manisnya. Entah kenapa Anna merasa kalau pria ini menyembunyikan begitu banyak hal dibalik penampilannya yang terlihat rapi dan bersih. Anna menatap pria itu dengan tatapan menyelidik. Dia harus menilai pria ini secara menyeluruh sebelum sahabatnya benar-benar bertemu dengan pria ini. Anna tidak ingin jika sahabatnya sampai terjebak di dalam pernikahan yang buruk karena Laura sudah dia anggap seperti saudaranya sendiri, jadi sebisa mungkin dia akan melindungi Laura dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi di masa depan.

"Senang bisa bertemu denganmu, Ms. Laura." Ucap pria itu dengan sopan.

"Senang bisa bertemu denganmu juga, Mr. Mmm.. Tanpa nama." Jawab Anna sambil menatap pria itu.

Pria itu tersenyum sambil menatap Anna. Dari balik kacamatanya, dia bisa melihat beberapa informasi tentang Anna dan sebuah pesan yang mengatakan kalau dia dilarang untuk mengatakan identitas aslinya kepada wanita yang ditemuinya dan dia juga dilarang untuk bersikap aneh yang bisa menimbulkan kecurigaan yang akan berakibat fatal kepada pekerjaannya. Pria itu menatap Anna sekali lagi dengan perasaan yang bimbang. Dia tahu kalau Anna membohonginya karena dia sudah pernah melihat Laura yang asli sebelumnya jadi dia tahu kalau hal ini akan terjadi hari ini.

"Kau pasti terkejut karena harus bertemu dengan orang asing tanpa nama hari ini." Ucap pria itu sambil tersenyum.

"Kau sudah tahu jawabannya." Ucap Anna dengan tenang dan sopan.

"Let me guess, kau pasti tidak setuju dengan perjodohan ini." Ucap pria itu.

"Biar aku perjelas. Semua orang pasti tidak akan setuju jika orang tua mereka tiba-tiba menjodohkan diri mereka dengan seseorang yang tidak pernah ditemui sebelumnya apalagi orang itu totally orang asing." Ucap Anna dengan serius dan tegas.

"Benar, aku juga setuju dengan hal itu." Ucap pria itu dengan serius.

"Aku bahkan tidak tahu nama dan kepribadianmu jadi kita tidak bisa menjalani hubungan yang serius seperti pernikahan. Kita berdua sama-sama tahu kalau pernikahan itu bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dijalani." Ucap Anna langsung pada intinya.

"Jadi, itu adalah pendapat pribadimu tentang perjodohan ini?" Tanya pria itu yang mulai merasa tertarik pada Anna.

"Iya, aku pikir hal ini bukan sesuatu yang benar untuk dilakukan. Anak-anak berhak mendapatkan hak mereka untuk memilih, apalagi jika hal itu berkaitan dengan hidup." Jawab Anna dengan hati-hati.

"Tapi bisa saja kan orang tua memilih pasangan untuk anaknya agar mereka bisa memastikan kehidupan anaknya di masa depan. Kita kan tidak tahu bagaimana cara mereka memandang terhadap sesuatu hal jika sudah menyangkut kehidupan anaknya." Ucap pria itu dengan tenang.

"Kau benar, tapi tetap saja. Memaksakan kehendak kepada orang lain adalah tindakan yang kasar menurutku." Ucap Anna sambil menatap pria itu.

Pria itu hanya tersenyum sambil menautkan ujung jarinya di atas meja. Dari balik kacamatanya terus muncul beberapa perintah yang melarang pria itu untuk melanjutkan topik ini lebih jauh lagi. Bahkan muncul beberapa peringatan yang dapat dia rasakan melalui alat yang terpasang di kakinya. Anna menatap pria itu dengan tatapan takut sekaligus khawatir. Hal ini benar-benar diluar ekspektasinya. Maksudnya dia memang sempat memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi pada hal ini namun dia belum sampai memikirkan konsekuensi yang akan dia terima dari kejadian ini.

Mereka berbincang banyak hal. Tidak terasa sudah berjam-jam lamanya mereka duduk dan saling bertukar pendapat tentang berbagai macam hal. Sungguh diluar dugaan Anna, mereka cukup cocok untuk menjadi teman sharing dan bertukar pendapat. Pria itu juga pintar dan berwawasan luas sekali, jadi Anna merasa sedang membuka jendela dunia saat berbicara dengan pria itu. Sungguh diluar dugaan sekali dia bisa cepat akrab dengan orang asing.

"Aku jadi ingin mengenalmu lebih jauh lagi, kau bilang perjodohan itu adalah hal yang buruk. Bagaimana jika kita bertemu lagi tapi secara sukarela tanpa paksaan seperti hari ini?" Ucap pria itu dengan senyuman manisnya yang memabukkan.

Anna langsung mengalihkan tatapannya kearah lain karena detak jantungnya mulai tidak terkendali dan wajahnya terlihat sedikit memerah. Sial, pria ini sangat berbahaya sekali. Wajah dan senyuman itu sangat tidak adil sekali. Bagaimana dia bisa menghindari situasi ini dengan mulus kalau perasaannya mulai tidak karuan. Ah, perutnya terasa geli. Shit, seperti ada ribuan kupu-kupu yang terbang didalam perutnya.

"Bagaimana apa kamu setuju?" Tanya pria itu dengan tenang.

Lagi-lagi kenyataan menamparnya dengan sangat keras. Dia kembali teringat tujuannya datang kesini bukan untuk dekat dengan orang asing ini dan menjadi teman. Dia kesini dalam rangka mengganti peran temannya yang tidak mau datang dengan iming-iming tiket pesawat. Anna hanya tesenyum miring saat mengingat betapa murahnya harga dirinya saat ini. Logika dan akal sehatnya tidak berguna hanya karena rasa egois sesaat. Dia sungguh menyesali keputusannya saat ini karena dia merasa bersalah telah menipu pria sebaik orang ini.

"Aku... Ingin minta maaf terlebih dahulu padamu. Aku tidak ada maksud untuk menipumu atau memanfaatkanmu untuk tujuan tertentu." Ucap Anna setelah terdiam beberapa saat.

"Aku bukan Miss Dawson dan aku minta maaf atas kejadian ini." Ucap Anna setelah terdiam beberapa saat lagi.

"Miss Dawson meminta tolong padaku karena dia tidak menginginkan perjodohan ini. Dia menawarkan aku kesepakatan dan aku setuju dengan hal ini. Aku benar-benar minta maaf." Ucap Anna dengan menyesal.

"Seharusnya dia datang kesini dan mengatakannya langsung kepadaku." Ucap pria itu sambil menatap Anna.

"Iya, aku tahu dan aku benar-benar minta maaf." Ucap Anna dengan tulus.

"Bukan kau tapi temanmu." Ucap pria itu dengan tegas.

"Apa?" Tanya Anna terkejut.

"Kalau begitu ayo bertemu sekali lagi dan aku akan putuskan untuk memaafkan Ms Dawson dan kamu atau tidak." Jawab pria itu sambil tersenyum.

___________

To be continued.