webnovel

OUR JOURNEY

Judul sebelumnya: Rumitnya Persahabatan [REVISI] Entah berapa lama lagi kita dapat bersama. Intinya, waktu yang aku habiskan bersama kalian sangat berharga bagiku. Selalu ada canda dan tawa serta duka di setiap perjalanan kita

Enjizoo44 · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
134 Chs

Bab 126

"Gisel udah bahagia yah dia sekarang. Aku nggak sabar jadi Mama kaya Gisel," ucap Nayara yang sedang berdiri di depan cermin full body yang ada di kamarnya dan William.

"Sabar dong, kan masih proses. Kamu ngerasa pusing atau mual nggak? Soalnya aku denger dari temen aku, kalau hamil itu morning sick nya parah."

"Nggak, baby kita baik. Dia nggak mau nyiksa aku." Nayara mengelus perutnya yang masih rata.

"Iya dong, benihnya siapa dulu nih?" William menyombongkan wajahnya di hadapan Nayara.

"Kamu kerja nggak hari ini Will?"

"Kerja, kenapa? Kamu mau aku temenin ke suatu tempat? Atau ada urusan lain?"

"Maunya minta kamu anterin aku ke mall buat belanja. Akhir-akhir ini aku sering belanja yah Will?" Tanya Nayara dengan tatapan sendu.

"Nggak papa, aku kan kerja buat kamu juga. Hari ini aku ada meeting penting sama klien. Kamu ikut aja aku ke kantor, setelah meeting aku temenin kamu ke mall. Gimana?" William memeluk perut wanitanya dan menaruh dagunya di bahu Nayara.

"Hmm, nanti aku bosen gimana? Kamu nggak mungkin kan bakal ngajak aku ke ruangan meeting kamu."

"Kalau kamu mau ikut ke ruangan meeting, why not? Kamu boleh lihat gimana suami kamu yang gagah berani ini dan berkarisma ini memimpin meeting."

"Sombong banget! Minggir, aku mau mandi dulu."

"Mandi bareng mau nggak?"

"Apaan sih Will!" Nayara memukul pelan lengan William dan langsung berlari ke dalam kamar mandi.

"Sayang, jangan lari nanti jatuh."

William tersenyum geli melihat tingkah istrinya. Wanita yang sedang mandi di kamar mandi mansionnya bukan lagi teman, kekasih atau tunangan. Melainkan istri yang akan menemani dirinya sampai tua nanti.

"Tuan-"

"Biar Saya sama istri saya aja. Kamu boleh libur hari ini, tanpa potong gajih."

William menaiki mobil range rover favorit Nayara bersama Nayara. Sebelum itu, William terlebih dahulu mengatur tempat duduk agar istrinya tersebut nyaman berkendara dengannya. William memasang sitbelt untuknya dan Nayara, baru ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Will, bubur kacang ijo dulu yah." Pinta Nayara.

"Okeeii."

****

PRANK!!!!!!!!

"Apa maksud dari foto ini?" Nicholas mengangkat tinggi-tinggi sebuah foto yang ada di tangan kanannya.

"Nik, udah aku bilang Josh sama aku itu sama-sama jadi guru di sana. Kita berdua nggak ada hubungan apa pun." Raya ikut membentak dengan nada tinggi.

"Terus ini? Kamu sama Josh ada di taman lagi mesra-mesraan berdua! Kalau bukan selingkuh apa lagi dong? Kamu kira aku bodoh?"

"Kenapa kamu pake marah segala? Hal yang aku lakuin itu nggak jauh beda dari apa yang kamu lakuin Nik. Kamu selingkuh sama asisten jalang kamu itu! Aku nggak boleh emang selingkuh sama Josh?"

"Raya! Aku nggak selingkuh sama dia! Yang kamu lihat waktu itu, itu murni sebuah kesalah pahaman! Dia udah goda aku duluan!"

"Kalau gitu pecat dia sekarang!"

Nicholas diam. Dia tidak bisa memecat asistennya itu, karena Nicholas tidak tega. Tidak ada alasan lain selain itu.

"Kenapa diem? Nggak bisa kan? Ya udah sama! Aku sama Josh itu murni rekan kerja! Nggak usah dilebih-lebihin! Kalau kamu nggak suka dan nggak terima, ceraiin aku!" Raya melangkahkan kakinya hendak membuka gagang pintu.

"Tunggu. Aku minta maaf. Aku nggak suka ngelihat kamu deket sama orang lain." Nicholas meraih tubuh Raya dan mendekapnya dari belakang.

"Kenapa kamu nggak suka ngelihat aku sama orang lain deket? Bukannya kamu nggak cinta sama aku?"

"Aku cinta, cinta banget. Tapi, untuk masalah pernikahan kita aku belum bisa nerima sepenuhnya. Karena aku dipaksa sama Mama buat nikahin kamu, Ray."

"Itu artinya sama aja Nik. Kamu nggak cinta sama aku. Udah, tenangin diri kamu dulu. Aku juga bakal nenangin diri dan menjauh dari kamu sebentar."

"Ray, tolong jangan pulang terlalu malam."

Raya tak menghiraukan ucapan Nicholas dan langsung keluar dari kamarnya.

"Apa gunanya Gue mempertahankan laki-laki kaya Nicholas," ucap Raya dalam hati.

****

Setelah beberapa menit berkendara, William dan Nayara sampai di kantor milik William. Kantor William sangatlah besar. William memeluk pinggang Nayara dari belakang dan berjalan beriringan dengan dua bodyguard di belakangnya.

"Selamat pagi Tuan, rapat akan dimulai tiga puluh menit lagi." Kata sekretaris pribadi William.

"Baik, siapkan satu kursi lagi dan taruh tepat di samping kursi saya."

"Untuk siapa Tuan?"

"Apa informasi itu penting?"

"Maaf Tuan."

Sekretaris William menunduk dan membiarkan William dan Nayara melewatinya.

"Kamu makan aja dulu sambil nunggu waktu meetingnya. Aku mau tanda tangan dokumen yang kemarin belum selesai. Kalau ada apa-apa bilang aja ya." William mengecup kening Nayara lalu berjalan ke meja kerjanya yang terletak tak jauh dari tempat Nayara makan.

"Will, tapi kamu belum sempet makan loh. Nggak laper emang?" Tanya Nayara.

"Nggak, ngelihat kamu makan aja udah cukup buat perut aku kenyang. Makan yang banyak yah." Nayara mengangguk menanggapi ucapan William.

"Tuan, meeting akan dimulai dalam lima menit." Sekretaris William kembali memberi tahu William tentang meetingnya.

"Baik, kursi yang saya minta udah?"

"Sudah tuan."

"Kamu duluan aja."

"Sekarang meetingnya, Will?" Tanya Nayara yang baru saja keluar dari toilet.

"Iya, udah selesai urusan alamnya?" Nayara menganguk.

"Ayo kalau gitu kita langsung ke ruangan meeting. Pegang tangan aku."

William menggandeng tangan Nayara dan masuk ke dalam ruangan meeting. Banyak orang yang memakai setelan rapi di ruangan tersebut. Mereka semua serempak berdiri saat William dan Nayara memasuki ruangan.

"Tunggu, Nayara? Inget om nggak?" Tanya seorang pria.

"Om Brian? Inget Om. Gimana kabar Om?" Nayara mendekat dan menyalami tangan pria tadi.

"Baik, kamu baik-baik aja kan? Waktu itu Om belum sempet dateng ke nikahan kamu waktu itu. Kamu juga lagi hamil ya?"

"Iya Om."

"Oke, jaga baik-baik ya kandungannya. Btw, anak Om ada yang jadi dokter kandungan di Paris. Kalau kamu mau, kamu boleh check kandungan di sana."

"Iya Om. Makasih atas informasinya Om."

Pria itu mengangguk dan tersenyum lalu kembali duduk di tempatnya yang semula.

"Kamu kenal dia?" Bisik William.

"Om Brian, kolega Papa." Jawab Nayara. William mengangguk, tanda mengerti ucapan Nayara.

"Tuan William, bisa perkenalkan siapa wanita cantik yang ada di sebelahmu? Barangkali itu saudari mu yang masih lajang," tanya salah satu orang yang ada di sana.

"Perkenalkan, Nayara Kanendra istri ku." William menjawab dengan singkat. Orang yang tadi langsung terdiam, tak berani menjawab lagi ucapan William.

"Mari kita bahas lanjutan dari projectnya…"

Nayara menatap suaminya yang terlihat sangat keren saat ini. Memimpin sebuah meeting bukan lah hal yang mudah. William terlihat sangat tampan dari bawah, posisi Nayara ada di sebelah kiri William dan William sedang berdiri sambil menjelaskan materi meeting.

"Terima kasih semuanya. Kita lanjutkan lagi di jadwal meeting selanjutnya."

Meeting telah selesai dan semua orang sudah keluar dari ruangan meeting. Nayara dan William juga sudah kembali ke ruangan William.

"Seru nggak tadi meetingnya?" Tanya William sambil menarik kepala Nayara dan menaruhnya di bahu William.

"Nggak, lebih seru ngelihat kamu." Jawab Nayara.

"Bisa aja dasar bumil. Mau makan apa?"

"Nggak pingin makan." Nayara makin mengeratkan pelukannya di perut keras William. Mencari posisi paling nyaman.

"Nggak bisa gitu, ayo mau nggak mau kamu harus makan. Ini juga buat kesehatan kamu sama bayi. Kita makan di restoran pangsit seperti biasa yah."

William mengambil tas Nayara dan membawanya sambil memeluk pinggang Nayara posesif.

"Silahkan dinikmati!" Pelayan sudah menyajikan makanan yang banyak di hadapan Nayara dan William.

"Ayo dimakan." William membantu Nayara dengan menaruh satu pangsit dan satu dimsum di atas piring Nayara.

"Makan dong, jangan ditatap gitu pangsitnya. Nanti mereka berdua salting lagi karena kamu."

"Aku nggak mau makan Will, enek." Nayara meletakan sumpitnya dan bersandar di kursi.

"Kenapa? Nggak pingin ini ya? Mau yang lain?"

"Enggak mau makan pokoknya. Aku pingin muntah kalau nyium bau-bau daging kaya gini."

"Berarti kamu udah mulai ngidam. Gapapa, yaudah kalau gitu kita pulang aja." William membayar makanannya.

"Ini makanannya gimana? Sayang banget kalau dibuang."

"Nggak bakal kebuang, udah aku suruh pelayannya buat bungkus. Tunggu sebentar ya."

William dan Nayara akhirnya pergi ke mansion mereka. Selama di perjalanan, kepala Nayara terus terasa pening. Perut mual, perasaan tidak nyaman, badannya sakit.

"Will…" Lirih Nayara.

"Tunggu sebentar ya Sayang

, kita udah mau nyampe."

William langsung memarkirkan mobilnya sembarangan di depan mansion dan menyuruh supirnya untuk memarkirkan mobilnya. William langsung menggendong Nayara lalu masuk ke dalam kamar mereka.

"Ini biasa terjadi kalau lagi hamil. Intinya, kamu harus banyak-banyak makan yang bergizi. Kalau kamu mau makan enak yang nggak sehat sekali-kali boleh lah. Ini Tante udah kasih kamu vitamin sama obat untuk meredakan rasa mualnya." Renata datang untuk memeriksa kehamilan Nayara.

"Makasih Tante, sebelum pergi Tante minum dulu yah. Naya buatin teh dulu," kata Nayara dan bangun dari tempat tidurnya.

"Ayo aku gendong."

"Nggak usah, aku masih bisa."

Nayara dengan susah payah berdiri karena tubuhnya sangat lemas saat itu.

"Udah gapapa deh Nay, kamu masih lemes gitu tiduran lagi aja. Biar William aja yang buatin, kalau kamu nggak keberatan Tante boleh minum di sini?" Kata Renata dan membaringkan kembali tubuh Nayara di atas tempat tidur.

"Boleh Tante, Tante mau minum apa?"

"Apa aja asal jangan sianida."

William lalu keluar dari kamarnya dan menuju dapur. Sedangkan Renata dan Nayara masih berada di dalam kamar.

"Tante mau dengerin keluh kesah kamu selama hamil. Ada nggak yang bikin hati kamu nggak enak selama hamil?" Tanya Renata.

"Nggak ada tante."

"Jangan bohong ya Nay. Ini penting."

"Beneran nggak ada Tante. Nayara bahagia sekarang. Untuk ketakutan masa kehamilan sih nggak ada."

"Bagus lah kalau kaya gitu, tante cuma mau mastiin kalau kamu nggak ngerasa sendiri. Apalagi mamya kamu ada di luar negeri dan pulang paling cepet seminggu sekali."

"Nayara nggak pernah ngerasa sendiri Tante, William selalu nemenin Nayara setiap waktu. William juga selalu ngajak Naya ke kantornya."

"William bagus, kamu harus sering-sering keluar buat ngelihat suasana baru biar nggak bunek di kelilingi sama pohon gede-gede gini. Sekali-kali jalan kaki juga di sekitar sini."

"Setiap pagi, William juga selalu bangunin Nayara untuk jalan keliling."

"Kamu beruntung di kasih suami kaya William. Lebih beruntung lagi William karena dapet istri kamu." Renata mengusap kepala Nayara lembut.

"Ini Tante teh nya silahkan di minum." William sudah membuatkan teh dan membawakan air dan buah potong untuk Nayara.

"Nah buah potong itu juga bisa buat gantiin makanan berat kaya nasi dan lauk pauk. Ubi juga kalau kamu suka, tapi jangan lupa tetep paksa dikit makan-makanan berat."

"Iya Tante, William juga berusaha biar Nayara mau makan. Hari ini tumben Nayara nggak mau makan, biasanya mau." Kata William.

"Itu karena aku mual Will setiap ngelihat daging atau bahan makanan lain."

"Udah ya, tante mau balik dulu. Kasihan Gisel sendirian di rumah. Kamu tetep harus jaga diri ya Nayara."

"Hati-hati ya Tante," kata Nayara.

"William anter Tante sampe ke depan."

"Nggak usah, kamu jaga Nayara aja. Manja banget ke depan doang dianterin. Nanti tante bakal dateng lagi ya."

"Iya Tante, makasih ya Tante."

Renata keluar dari kamar Nayara dan William lalu pergi dari mansion mereka.

"Gimana perasaannya setelah minum obat pereda mual?" Tanya William lalu duduk di pinggir ranjang dan mengelus kepala Nayara.

"Udah mendingan, tapi masih lemes. Mungkin karena aku belum makan sejak siang tadi."

"Makan buah aja kalau gitu. Kamu suka ubi nggak? Mau beli itu aja?"

"Nggak, aku tiba-tiba pingin masakan mama kamu Will."

"Masakah mama? Oke! Nanti malem kita bakal pulang dan bilangin mama buat masak."

"Iya, aku ngantuk."

"Tidur, aku peluk."

William memeluk Nayara dari belakang dan bersenandung di telinga Nayara.

"Justin, ayo sekarang anterin Mama ke super market buat beli bahan makanan."

Adele berteriak memanggil Justin yang sedang berduaan dengan pacarnya.

"Ma, Justin lagi sama Kania loh ini. Kenapa nggak nyuruh supir aja sih?" Protes Justin.

"Kakak-kakak kamu mau dateng malem ini. Jadi, Mama minta tolong anterin ke pasar."

"Kan ada supir Ma. Atau nggak mesen aja apa susahnya sih?"

"Nayara lagi ngidam! Kania juga ayo ikut tante nak," kata Adele.

"Iya tante." Dengan pasrah Kania mengikuti Adele.

"Yaudah, tunggu sebentar. Justin mau ngambil kunci mobil dulu."

Supermarket…

Adele dan Kania asik memasukan bahan makanan ke dalam troli yang didorong Justin. Ini mengingatkannya waktu dia sering berbelanja bersama Nayara waktu masih zaman sekolah dulu.

"Kak Nay, Gue mau jajan ini buat Gue bawa ke stadion besok," kata Justin sambil menunjukan camilan favoritnya kepada Nayara.

"Iya ambil aja semua yang Lo mau. Gue yang bayarin. Justin tolong ambilin roti yang ada di rak atas."

Justin berdiri di belakang Nayara dan menyerahkan roti itu untuknya.

"Justin! Bengong ae! Kesambet mampus kamu!" Kata Adele sambil menggerakkan tangannya di depan wajah Justin.

"Keinget Kak Nay, dulu sering belanja kesini."

"Apa aja yang biasanya kak Naya kamu beli, Jus?"

"Biasanya dia beli jajan dikit. Dia cuma beli alat-alat tulis sama ngelukis."

Adele, Kania, dan Justin akhirnya sudah selesai berbelanja. Adele dibantu Kania menyiapkan makanan untuk Nayara dan William yang akan datang malam ini.

"Kania, kamu mandi dulu aja sambil nunggu ini mateng. Kamu bawa baju kan?" Adele menepuk pundak Kania yang terlihat kelelahan.

"Nggak bawa tante," jawab Kania dengan raut wajah segan.

"Gapapa, minta Justin buat beliin baju buat kamu. Sana," ucap Adele yang menyuruh Kania untuk mandi.

Kania langsung menaruh apronnya dan masuk ke kamar Justin. Di sana terlihat ada Justin yang sedang asik dengan gamenya.

"Justin," panggil Kania.

"Iya?" dengan cepat Justin menaruh handphonenya dan memusatkan seluruh fokusnya ke arah Kania.

"Kamu disuruh beliin baju buat aku sama tante Adele."

"Oke. Ukuran baju kamu apa? Mau baju yang kaya gimana?" Justin sudah bersiap dengan kunci mobil dan jaketnya.

"Baju apa aja. Nanti aku transfer uangnya."

"Nggak usah, udah aku aja yang bayarin. Kamu mandi aja dulu, habis mandi bajunya udah ada di atas kasur."

Kania langsung masuk ke kamar mandi. Setelah beberapa lama, Kania telah selesai mandi. Dan benar saja, sudah ada baju dan celana lengkap dengan pakaian dalam di atas kasur. Setelah selesai Kania memutuskan untuk langsung keluar dari kamar Justin dan menuju ruang makan.

"Mama udah kasih tahu kalian loh, supaya Nayara tinggal sama Mama aja. Tapi kalian tetep maksa buat tinggal terpisah. Kenapa sih?"

"Ma, nggak ada alasan khusus buat itu. Kalau William sama Nayara tinggal di sini, percuma dong William beli mansion?"

"Kan bisa di sewain Will, kalau kaya gini Mama jadi kepikiran tentang kesehatan Nayara. Mama minta kalian pertimbangkan lagi ya keputusannya untuk tinggal serumah sama Mama."

"Iya Ma." William mengusap punggung Nayara.

"Kak Nay, morning sicknya parah kah?" Bisik Justin.

"Nggak terlalu, tapi tadi mual-mual nggak enak banget."

"Sabar ya kak Nay, itu risiko Lo nikah sama William." Justin menepuk punggung Nayara.

"Emang kalau dia nikah sama orang lain nggak bakal kaya gitu?" Tanya William dan langsung menghapus jejak tangan Justin.

"Mungkin aja, siapa tahu kalau kak Nay nggak nikah sama Lu dia nggak bakal hamil. Kan suaminya perhatian, nanya kesiapan Kak Nay untuk punya anak. Nggak kaya elu asal aja!" Teriak Justin.

"Ada apa ini ribut-ribut?" Tanya Thomas yang baru pulang dari kantornya.

Thomas terkena penyakit stroke ringan sehingga membuat dirinya harus berjalan dengan bantuan tongkat. Thomas duduk di kursi paling ujung.

"Ini loh Pa, William ngerusuh mulu kerjaannya." Protes Justin.

"Apa Lu? Siapa suruh godain istri Gue?" Teriak William tak mau kalah.

"Gue nggak ada godain istri Lu! Dulu juga Gue yang lebih deket sama Kak Nay! Iya kan Kak Nay?"

"Masalah gini aja kalian ributin, udah diem duduk." Thomas melemparkan tatapan tajam ke arah kedua putranya.

"Nayara, tumben banget kamu minta dimasakin sama Mama Adele. Kamu baik-baik aja kan?" Intonasi Thomas seketika berubah ketika berbicara dengan Nayara.

"Nayara nggak papa Pa, cuma pingin makan masakan Mama aja. Itu aja," jawab Nayara dengan senyuman. Tak ada yang bisa membohongi Thomas yang sadar akan wajah Nayara yang kian memucat.

"Wajah kamu pucat, kalau ngomong nggak tegas kaya biasanya. Papa cuma nanya aja, kalau nggak kuat jangan dipaksa." Thomas menyuap satu sendok makanan ke dalam mulutnya.

"Tapi Papa selalu nyuruh William untuk kuat." Kata Justin.

"Itu kan buat William, kalau kamu nggak usah. Biarin William aja yang menderita, kamu jangan."

"Pffftt… bwahahhaha. William udah bukan anak kesayangan Papa lagi." Justin tertawa terbahak-bahak melihat William yang mengubah raut wajahnya.

"Diem Lu!"

"Justin, kamu tuh seneng banget kalau nistain kakaknya. Udah sih, kamu juga bukan anak kesayangan Papa," kata Adele dan sukses membuat Justin terdiam.

"Diantara kalian cuma Nayara doang yang jadi favorit Papa. Kalian berdua nggak berguna!" Kata Thomas.

"Tapi kayanya William berguna deh Pa. Kan udah ngasih keturunan." William membanggakan dirinya di depan semua orang.

"Iya kamu emang ngasih Papa keturunan, tapi kamu tetep nggak berguna. Beda lagi kalau kamu yang hamil, baru namanya anak yang berguna."

"Jadi gay aja Will, biar bisa bikin Papa bangga," ucap Justin julid.

"Lo aja sana! Gue kan setia sama istri Gue yang cantik bak bidadari ini!" William memeluk Nayara sedikit erat.

"William, lepasin putri Papa!" Thomas memberikan tatapan tajam ke arah William.

"Kania, makanannya enak nggak?" Tanya Adele. Sedari tadi Adele hanya memerhatikan Kania yang diam dan sesekali tersenyum akibat tingkah Justin dan William.

"Enak tante," jawab Kania.

"Awalnya emang canggung sama keluarga, tapi lama-kelamaan nggak kok. Makan yang banyak ya Kania." Adele tersenyum hangat ke arah Kania.

"Iya makasih tante," Kania juga membalas senyuman Adele.

"Ma, kita berdua mau nginep di sini gapapa?" Tanya William.

"Pake nanya lagi, boleh lah. Serius kalian mau nginep?" Adele tak sengaja berteriak saking senangnya.

"Iya Ma, Nayara pingin tidur di kamar William malam ini," kata Nayara.

"Boleh sayang, boleh banget. Astaga. Mama nyuruh pembantu buat beresin kamar William dulu ya. Berdebu soalnya udah lama nggak di tempati."

Mereka semua mengobrol santai sambil menghabiskan makan malam mereka. Nayara dan William juga akhirnya tidur di kamar lama William.

Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Enjizoo44creators' thoughts