Kami akhirnya menuju restoran terdekat. Menu daging-dagingan tidak membuatku senang, tapi cukup mengisi tenaga. Salah satu hal yang paling kurindukan dari Indonesia adalah masakan penuh rempah. Duduk fancy begini membuatku stress karena harus sok mendetail padahal biasanya muluk.
Kau tahu kan, maksudku?
Orang Jawa kebanyakan makan pakai tangan.
"Umm, soal tanda tanganmu tadi aku serius. Bisa tidak kau coret di sini, biar nantinya jadi kenangan."
Natta tiba-tiba mengeluarkan pulpen dari dalam saku jasnya.
"Ckckck, ada-ada saja."
Aku pun geleng-geleng tapi bagian itu kucoret betulan. Dia malu-malu menunjuk dada sebelum aku tandai. Natta bilang akan menggantung jas luarannya di dalam lemari, biar kalau rindu sang "Pengeran" bisa membukanya lagi.
"Ngomong-ngomong, kau tidak pernah suka wanita?" celutukku sambil menaruh daging ke panggangan menggunakan capit stainless.
"Memang tidak."
"Kenapa."
"Ya karena seks pertamaku dengan pria. Aku tak tertarik lagi dengan payudara."
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com