Tuan muda Lu pun mengingat masa-masa kecilnya dulu ketika bersama Yu Xi. Di mana pada saat itu, dia dan Yu Xi belajar bersama. Tuan muda Lu terkenal sebagai anak yang pintar dan dingin. Hari-harinya kebanyakan dihabiskannya untuk membaca buku-buku. Saat diperpustakaan, dia berjumpa dengan Yu Xi. Seorang gadis kecil yang tampaknya sedang kebingungan mempelajari buku-buku. Yu Xi mengacak-ngacak rambutnya karena kesal tidak mengerti apa pun yang sedang dipelajarinya. Melihat hal itu, Tuan muda Lu tertawa dengan kebodohan gadis kecil yang dijumpainya.
"Eh?! Siapa itu?!" kata Yu Xi.
Tuan muda Lu segera bersembunyi dibalik rak buku yang ada di perputakaan itu.
"Kenapa aku harus bersembunyi darinya?" pikir tuan muda Lu bingung.
"Siapa di sana? Keluarlah! Aku tau kau disana!" kata Yu Xi.
Tuan muda Lu pun menghela napas, dia pun akhirnya melangkah keluar menjumpai gadis bodoh itu. Itulah awal perjumpaan pertama mereka.
"Kau….? Anak kecil?" kata Yu Xi.
"Hei, aku bukan anak kecil lagi! Aku ini sedang masa puber tau!" sahut tuan muda Lu kesal.
"Haizz, sudahlah kenapa aku harus berdebat dengan gadis bodoh seperti mu!" kata tuan muda Lu.
"Oh…"
"Oh?? Apa maksud mu dengan oh?" tanya tuan muda Lu.
"Oh artinya aku paham. Aku memang bodoh. Makanya aku belajar untuk menjadi pintar." sahut Yu Xi.
Tuan muda Lu yang mendengar hal itu menjadi tertarik dengan Yu Xi.
"Hei gadis kecil bodoh, siapa nama mu?" tanya tuan muda Lu.
"Nama ku?" tanya Yu Xi memastikan.
"Yah, nama mu!" seru tuan muda Lu.
"Nama ku Yu Xi." kata Yu Xi.
"Nama yang jelek, sama seperti orangnya!" ledek tuan muda Lu.
"Ugh!" Yu Xi agak kesal dengan ucapan tuan muda Lu. Matanya sudah mulai berkaca-kaca. "Jika kau ingin mengolok-ngolok ku, maka sebaiknya kau pergi saja!"
Gadis kecil itu pun jadi terdiam.
"Hei, jangan menangis! Aku tadi hanya bercanda saja!" kata tuan muda Lu segera. Dia pun duduk di samping gadis kecil itu.
"Aku tidak menangis kok!" kata Yu Xi.
"Nama ku Lu Zhen Yang…" kata anak laki-laki itu pelan.
"Oh…"
"Oh lagi?" Lu Zhen Yang jadi kesal. "Hei, aku sudah memberitahukan nama ku, kenapa kau hanya berkata oh lagi?"
"Aku kan tidak bertanya nama mu! Dan aku juga tidak mau tahu tuh!" kata Yu Xi.
"Ugh!" Lu Zhen Yang pun segera mengontrol emosinya. "Ya sudah, sini ku bantu ajarin kamu pelajaran itu."
"Kau… kau bisa matematika?" tanya Yu Xi tidak percaya.
"Ya. Aku bisa." jawab Lu Zhen Yang. Anak laki-laki itu pun kemudian mengajarkan dan menjelaskan kepada Yu Xi bagaimana caranya menghitung.
"Wah, kamu pandai sekali!" puji Yu Xi.
"Tentu saja. Hal seperti ini bagi ku sepele." Lu Zhen Yang membangga-banggakan dirinya sendiri.
"Kalau begitu, mohon bimbingan kamu untuk seterusnya ya, Zhen Yang." kata Yu Xi sambil tersenyum hangat.
Melihat senyuman itu, membuat Lu Zhen Yang menjadi tersipu.
"Oh… baiklah." jawab Lu Zhen Yang sambil membuang mukanya karena malu.
"Terima kasih, Zhen Yang." ucap Yu Xi bahagia. "Wah, akhirnya aku mendapatkan seorang guru."
"Xi…. Xi Er…" panggil Lu Zhen Yang malu-malu.
"?" Yu Xi pun berbalik melihat ke arahnya dengan tatapan heran.
"Kelak… aku akan memanggil mu dengan sebutan itu!" kata Lu Zhen Yang tersipu malu.
"Baiklah!" sahut Yu Xi sambil tersenyum hangat lagi.
Sejak saat itu, Yu Xi menjadi sangat dekat sekali dengan Lu Zhen Yang. Dan hal itu membuat Lu Zhen Yang sulit melupakan cinta pertamanya. Tapi semenjak kematian ibunya, Yu Xi jadi pendiam dan jarang sekali mengunjungi Lu Zhen Yang, bahkan hampir tidak pernah lagi. Hal itu membuat Lu Zhen Yang menjadi murung. Apalagi ketika mamanya menyekolahkannya ke Amerika, membuat Lu Zhen Yang menjadi tidak bisa bertemu lagi dengan Yu Xi. Anak laki-laki itu hanya bisa mengingat Yu Xi dari bayang-bayang ingatannya.
"Tidak! Jangan dengarkan omong kosong mereka! Foto itu semua palsu! Kau harus percaya pada ku, Kak Wei Thing!" kata Yu Na segera untuk mendapatkan kepercayaan Chen Wei Thing kembali. "Ini pasti sudah di edit, orang di foto itu bukan aku! Kak Wei Thing, kau harus percaya pada ku!"
"….." Chen Wei Thing sempat terdiam dan tidak berkata apa pun.
"Kak Wei Thing, aku mohon percayalah pada ku!" mohon Yu Na.
"Yah, apa pun yang terjadi, aku tetap peracaya pada mu, Na Na." sahut Chen Wei Thing.
"Kak Wei Thing…" Yu Na tidak menyangka ternyata Chen Wei Thing sangat percaya padanya. Sungguh lelaki yang bodoh dan sangat mudah untuk dibohongi.
"Wah!! Aku tidak menyangka, lelaki bodoh itu betul-betul sangat bodoh!" Yu Xi jadi geleng-geleng kepala sendiri.
"Terima kasih, Kak Wei Thing~" ucap Yu Na senang.
"Tidak perlu berterima kasih kepada ku, sayang. Aku sudah seharusnya melakukan ini, karena kelak kita akan menjadi suami istri." kata Chen Wei Thing.
"Kedua bajingan itu juga tidak bodoh, mereka tahu harus mengambil foto…" batin Yu Xi. "Untungnya setelah kembali dari dunia dewa, sempat ku berikan sedikit pelajaran pada mereka."
Sambil melangkah mendekat ke arah adiknya, Yu Xi pun berkata, "Adik yang tersayang, selamat atas pertunangan mu dengan Chen Wei Thing. Orang yang dipakaikan topi hijau sangat langka sekali loh, oleh karena itu harus kau jaga baik-baik ya!"
Keterangan: topi hijau = orang yang dikhianati
"Kakak ingin mengingatkan mu satu hal…" kata Yu Xi pelan. "Ingat saat ingin menyuntikkan silicon di wajah mu, suruh dokter suntik dengan benar. Jangan sampai jika tidak berhati-hati malah merembes ke otak, dan malah membuat mu menjadi dungu, busuk, kejam dan tak berguna!"
Yu Na yang mendengar ucapan sindirian itu menjadi kesal dan geram.
"Yu Xiiiiiii!" teriak Yu Na kesal.
"Cukup!" tiba-tiba saja seorang pria tua datang dan menceramahi Yu Xi. "Kamu anak kurang ajar! Pertunangan yang sudah dipersiapkan baik-baik ini kenapa malah dirusak oleh mu?!"
"Dasar anak tidak tahu terima kasih! Benar-benar membuat malu keluarga Yu saja!" pria tua itu pun hendak menampar Yu Xi. Tapi tangannya berhasil ditangkap oleh Yu Xi. Gadis itu pun mencengkram erat tangan pria tua yang hendak menampar wajahnya tadi.
"Kamu!" geram pria tua itu. "Masi berani melawan, hah?!"
"Apakah dia adalah ayah Yu Xi, Yu Wang?" batin Yu Xi. "Anak kandungnya sendiri belum pulang semalaman, dia tidak menyuruh orang untuk mencarinya ya sudah. Tapi hari ini, si tua bangka itu hanya mengkhawatirkan air mukanya sendiri di acara peertunangan ini?"
Keterangan: air muka = martabat
"Yang benar saja! Lebih baik…" batin Yu Xi lagi. "Aku tidak punya ayah seperti ini!!!"
***
To Be Continue…