Selama jam istirahat Zia menelpon Tiara untuk menanyakan kabar sahabatnya yang tidak masuk hari ini. Raza yang pura-pura membaca sebenarnya menguping percakapan Zia dan Tiara lewat telepon.
'Raza kenapa sih, kok nggak khawatir sama gue. Dari kemaren pesan gue cuma di baca doang,' batin Tiara menggerutu.
Setelah makan, Tiara menghampiri sang mama di ruang tamu untuk menonton televisi.
"Apa ada hubungannya kemarin dengan kamu sekarang?" tanya Sartika tiba-tiba.
Tiara tidak mengerti maksud pertanyaan dari mamanya dan dia malah balik bertanya, "Maksud Mama apa?"
"Kamu galau karena kemarin Zaidan dan ibunya berkata seperti itu," ucap Sartika.
"Nggak ada hubungannya, Ma. Aku memang lagi bad mood aja ditambah mager berkepanjangan," jawab Tiara beralasan.
Dai sendiri pun tidak tahu dengan pasti apa yang menyebabkannya seperti ini. Tiara hanya berpikir kalau dirinya lelah karena semalam tidak bisa tidur meskipun sebentar untuk memejamkan matanya.
"Tiara, mereka hanya berbicara seperti itu karena menyukaimu. Lagi pula semua keputusan ada ditanganmu semua. Mama sebagai orang tua tidak akan memaksa apa pun itu karena kamu berhak memilih kebahagiaan sendiri," jelas Sartika sambil mengusap pundak Tiara.
Tiara membuka mulutnya sedikit karena mendengar penjelasan dari sang mama, dia terkejut mamanya dapat menebak apa yang sedang dirasakannya.
"Aku cuma bingung, Ma," lirih Tiara.
"Bingung kenapa?"
"Kalau tiba-tiba kak Zaidan menyatakan perasaannya terus aku harus bagaimana," ucap Tiara sambil menundukan kepalanya.
Sartika tertawa mendengar ucapan putrinya tersebut dan menjawab, "Bagus dong. Lagi pula Zaidan itu laki-lagi idaman loh. Selain tinggi, tampan, pintar, rajin ibadah, apalagi yang harus kamu ragukan saat itu semua dapat kamu miliki," jawab Sarika antusias.
"Bukan begitu, Ma!"
"Apa kamu bingung harus memilih antara Raza atau Zaidan," selidik Sartika
"Mama apaan sih! Kenapa aku harus memilih salah satu dari mereka. Lagi pula Raza itu sahabat aku, Ma. Nggak mungkin lah, aku punya hubungan khusus selain sahabatan," balas Tiara mantap.
"Kalau begitu nggak ada yang harus kamu bingungkan," jawab Sartika.
"Mama nggak ngerti nih. Gini loh, Ma. Kak Zaidan itu nggak mungkin cuma punya hubungan sekedar pacaran tapi, dia itu serius kalau memulai hubungan," terang Tiara.
"Dari mana kamu tau?" Sekarang Sartika yang bingung dengan keterangan dari putrinya itu.
"Kemarin Bu Ratih bilang sama aku, masa katanya mau serius gitu. Aku kan bingung. Lagi pula aku baru kelas satu Ma, masa udah dibilang begitu," jelas Tiara.
"Ya sudah lah, Nak. Mereka cuma mengatakan ketertarikan sama kamu aja, gak ada maksud lain. Mama sama papa juga gak mungkin langsung setuju, semua itu butuh proses dan gak gampang," terang Sartika.
Tiara hanya menghembuskan napasnya dan memilih merebahkan diri di sofa sambil menyalakan televisi juga berselancar di dunia maya.
Sinar matahari terlihat terik, menyinari permukaan bumi sehingga banyak orang mengeluarkan keringat serta memakai alat untuk menutupi kepalanya. Seperti janji Zia, sepulang sekolah dia ke rumah Tiara untuk melihat keadaannya.
Tok..
Tok..
Tok..
Zia mengetuk pintu rumah Tiara sambil mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam," balas Tiara yang masih berada di ruang tamu dan membukakan pintu.
"Hey, Beb," sapa Zia dan langsung memeluk sahabatnya.
Tiara hanya melirik sosok cowok yang berada di belakang Zia.
"Duduk disini atau mau di belakang biar adem?" tawar Tiara.
"Di belakang aja yuk, panas banget tadi gue jalan," jawab Zia.
"Yaudah sana, gue bikin minum dulu."
Mereka langsung ke taman belakang sedangkan Tiara membuat minuman untuk melepaskan dahaga para sahabatnya.
"Nih gaes, minum dulu," kata Tiara sambil meletakkan gelas berisi sirup berwarna merah diatas meja.
Zia langsung menyambar gelas tersebut.
"Lo gak minum, Za?" tanya Zia.
"Ntar aja, gue belum haus," jawab Raza dengan nada datar yang fokus melihat handphonenya.
Tiara berdecak kesal melihat tingkah Raza dan bertanya dalam hati, "Kenapa sih tuh anak?"
Zia yang menyadari akan situasi langsung bertanya ada apa dengan Tiara dan Raza.
"Gue mah biasa aja, tau tuh si Raza," balas Tiara sambil sesekali melirik ke arah Raza.
Seketika tatapan Tiara dan Raza bertemu, ada kecanggungan saat itu juga.
"Kalian kenapa sih, gue kayak kambing deh," ucap Zia merasa gemas.
"Udah dong, gak biasanya kalian begini," tambahnya.
"Lo kenapa sih, Za!"
"Gue? nggak papa tuh, emang gue kenapa. Gue lagi nggak mood aja," jawab Raza.
"Kalo emang nggak mood ngapain lo kesini. Bikin suasana bad aja lo," serang Tiara.
Raza meletakkan handphonenya diatas meja dan melihat ke arah Tiara juga Zia bergantian. Menghembuskan napas panjangnya sebelum berbicara.
"Lo ada hubungan apa sama kak Zaidan?" selidik Raza.
"Gue? nggak ada hubungan apa-apa. Emang kenapa?" Tiara balik bertanya.
"Kelompok ibu-ibu pengajian kalo kumpul udah kaya netizen, Ra. Lo pikir ibu-ibu pengajian kalo ngumpul ngomongin apaan, udah gitu ngumpulnya di majelis punya kak Zaidan," jelas Raza.
Tiara menganga mendengar penjelasan Raza dan terlihat salah tingkah.
"Lo bisa jelasin maksud ucapan Raza?" serang Zia.
"Gu-gue gak ada hubungan apa-apa," jawab Tiara sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal, "biasalah ibu-ibu suka gosip, kan."
"Kalo cuma sekedar gosip, gak mungkin Raza tau, Ra," ucap Zia.
"Ya emang beneran gak ada hubungan apa-apa. Cuma sekedar omongan atau ucapan fiktif belaka aja."
"Tunggu deh, maksud kak Zaidan itu yang lu suka kan?" Zia baru mengingat nama Zaidan.
Raza menjawab akan ingatan Zia yang lola, "Iya, Zi. Kak Zaidan jebolan pesantren itu loh."
Zia bertepuk tangan dan memukul-mukul pelan pundak Tiara karena merasa gemas.
"Ciiee, Tiara. Cinta lu bersambut dong. Udah terima aja," ejek Zia.
"Apaan sih lu, Zi. Gue bilang enggak!" hardik Tiara.
"Lagian kak Zaidan tampan, pintar, kali aja bisa bimbing lu yang bar-bar jadi insaf." Kali ini Raza mengejek Tiara sambil menyeringai.
Bug…!
Tiara mendaratkan pukulan ke kepala Raza dan membuat sang empunya kepala merintih kesakitan.
"Tuh kan, bar-bar banget lu!" ucap Raza sambil memegangi kepalanya.
"Kenapa lu mau temenan sama gue yang bar-bar, terus kenapa lu juga suka sama gue!" serang Tiara tidak terima.
Krik.. Krik.. Krik..
Seketika suasana hening mendengar ucapan Tiara yang lolos dari mulutnya.
"Percuma gue suka tapi, lu nggak." Raza langsung melihat Tiara dengan tatapan seriusnya.
Tiara membalas tatapan Raza dan berkata, "Gue bisa aja balas rasa suka lu itu tapi, gue gak mau ngerusak hubungan persahabatan kita yang udah lama, Za. Gue udah jelasin berulang kali dan kita janji gak akan bahas itu lagi."
Zia hanya melihat Tiara dan Raza bergantian dan hanya bisa menyimak dalam situasi ini. Tatapan Tiara dan Raza tidak kunjung berhenti, mereka masih melihat satu sama lain. Jauh di dalam hati Tiara ingin sekali membalas perasaan Raza tapi, dia tidak mau ada kata perpisahan antara mereka suatu hari nanti.