webnovel

Old Love

Hyun Soo pada Kyung Ji "Jika aku bisa bertemu denganmu lagi, aku akan melakukan apapun untuk menebus apa yang telah terjadi padamu waktu itu. Aku akan membuatmu tersenyum seperti saat aku tidak bisa melihat senyummu." Kyung Ji pada Hyun Soo "Aku menyukaimu, aku akan selalu memilihmu. Jika keadaan berjalan sesuai yang kuinginkan, aku tidak akan memilih untuk menguburmu dalam - dalam dari ingatanku."

Tarin_Swan · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
47 Chs

CHAPTER 21 RASA BERSALAH

Seorang biarawati mendorong kursi roda eomma santai sambil melihat ke sekeliling tenang, eomma yang mengenakan pakaian serba hitam, dengan rambut panjangnya yang terurai bersinar di terpa matahari mengarahkan pandangannya ke sekeliling diam. Eomma mencium rangkaian mawar putih di tangannya dan tersenyum manis setelahnya. Mereka sampai di salah satu pohon rimbun yang cukup tinggi, dengan papan kecil bertulisan 'pohon biarawati Shin Ae Hwi' tergantung ditengahnya. Biarawati itu menghentikan kursi roda eomma dengan sempurna dan hati - hati, setelah itu ia menunduk kecil, dan mengusap pelan pohon dihadapannya "bagaimana kabarmu biarawati Shin?" tanyanya dengan senyum kecil. Biarawati itu menoleh menatap eomma dan tersenyum kecil. Eomma pun tersenyum sejenak menatap biarawati itu, lalu mengalihkan pandangannya pada pohon besar di hadapannya, meletakkan bunga di tangannya ke depan pohon "apa biarawati dan Kyung Ji baik - baik saja disana?" tanyanya. Eomma memajukan kursi rodanya, mengusap pelan batang pohon di hadapannya. Setelah mereka berdoa bersama, eomma dan biarawati pergi meninggalkan pohon itu.

Mereka menikmati perjalanan sambil mengobrol kecil, mereka berpapasan dengan seorang pria paruh baya, namun mereka hanya saling melewati begitu saja. Pria itu mengunakan kemeja putih dan celana jeans biru, dengan serangkaian bunga di tangannya. Ia tampak kebingungan, terus berjalan melihat nama yang tetulis di pohon satu - persatu. Saat menemukan nama yang di carinya, ia mengusap pohon di hadapannya, lalu menunduk kecil. Alisnya berkerut melihat mawar putih segar tegeletak di bawah pohon, ia pun kembali teringat akan biarawati yang melewatinya, dengan wanita yang duduk di kursi roda beberapa saat lalu. Pria itu menoleh cepat, menjatuhkan bunganya begitu saja, langsung berlari mengejar biarawati itu ke arah pintu keluar. Setelah jauh berlari, pria itu berhenti sejenak mengatur nafasnya, sambil memandang ke sekeliling mencari kemana biarawati itu pergi. Ia terus melanjutkan langkahnya, sampai matanya berhasil menemukan biarawati yang mendorong seorang wanita di kursi roda. Senyumnya mulai melebar mendekati biarawati itu, lalu menahan kursi roda yang di dorong biarawati itu cepat

"tunggu sembentar" tahannya.

Mendengar suara yang di kenalinya eomma menoleh cepat, dengan mata melebar kaget. Pria itu pun menatap eomma dengan ekspresi yang sama, saat mata mereka bertemu. Eomma membuka mulutnya hampa langsung mengalihkan wajahnya cepat, namun pria itu berlutut di hadapan eomma

"lama tak jumpa Soo Kyung -ah" sapanya lembut namun terasa canggung.

Biarawati yang mendengar sapaan itu, mengerutkan keningnya bingung sambil menunduk kecil "apa anda mengenalnya Soo Kyung -ssi?" tanyanya. Eomma berdeham kecil, lalu menggeleng cepat "tidak, aku tidak mengenalnya, ayo kita pergi" bantah eomma berbohong. Biarawati yang mendengar jawaban eomma semakin bingung pada posisinya yang terhimpit, ia tidak tahu harus melakukan apa, dan akhirnya menggerakkan kakinya mendorong kursi roda eomma. Pria itu menahan kursi roda eomma sekali lagi, membuka mulutnya

"dengarkan aku dulu, bisakah kita bicara sekali saja" tahannya memohon.

Eomma terlihat goyah, ia menghembuskan nafas panjang dari mulutnya sambil memejamkan mata sejenak. Biarawati di belakangnya mengusap lembut bahunya, membuat eomma menoleh kecil kebelakang. Biarawati itu mengangguk kecil, memberikan eomma tanda untuk menerima ajakan pria itu berbicara. Eomma akhirnya luluh dan menyetujui ajakan pria itu. Mereka duduk bersebelahan di sebuah kapel kecil yang tak jauh dari lembah pemakaman, suasana kapel itu sangat tenang, dan hening. Eomma menghembuskan nafas kecil dari mulutnya, menunduk dalam

"lama tak jumpa Ji Yeol -ssi" sapa eomma

"ya, lama tak jumpa" balas appa canggung.

Appa menoleh menatap eomma sambil melemparkan senyum kecil "bisa kau ceritakan padaku, bagaimana kau bisa sampai seperti ini?" minta appa canggung "Apa yang terjadi hari itu?" lanjutnya. Eomma menghela nafas kecil sambil tersenyum "ini dan itu.. perjuangan keras" jawab eomma berusaha mengendalikan perasaannya. Meskipun jawab eomma terdengar tenang, tapi bagi appa itu terdengar menyedihkan Perasaan sedih dan bersalah pada eomma telah memenuhi hatinya selama ini. Dalam hatinya, appa sangat menyesali semua yang terjadi, kebahagiaan yang di lewatinya saat ini, adalah hasil dari kesedihan dan penderitaan eomma. Mereka kembali terdiam canggung.

Tanpa sadar, eomma menyampirkan rambutnya ke bahu kiri, membuat bekas luka bakar yang mengerikan di lehernya, terlihat jelas oleh mata appa. Menyadari arah tatapan appa, eomma kembali menyampirkan rambutnya menutupi bekas luka di lehernya, namun appa menahan tangannya cepat. Appa menundukkan kepalanya

"maafkan aku.. aku selalu menutup mataku selama ini" ungkap appa tulus,

eomma hanya tersenyum pahit "apa kau kemari juga untuk mengunjungi Kyung Ji?" tanya eomma berusaha tidak menghiraukan permintaan maaf appa barusan.

Perasaan appa semakin kacau mendengar pertanyaan eomma barusan, tangannya mulai bergetar hebat. Eomma memaksakan senyumnya sambil menarik tangannya pelan dari genggaman appa,

"tempatnya tidak jauh dari sini, kau bisa mengunjunginya sendiri, aku sudah mengunjunginya tadi" timpal eomma, lalu memutar kursi rodanya cepat.

Air mata mulai menetes dari matanya dan eomma berusaha terus pergi menjauh. Appa terdiam sejenak, lalu menoleh cepat beranjak dari tempatnya mengejar eomma. Appa berlutut di hadapan kursi roda eomma, menatapnya lurus. Melihat air mata yang membasahi wajah eomma, hati appa semakin sakit, eomma memalingkan wajahnya sambil mengusap air matanya cepat. Ia memaksakan senyum kecil

"Ji Yeol -ssi, maaf, apa kita bisa bicara lain kali?" minta eomma sambil menahan tangisnya,

"Soo Kyung -ah.. aku akan menjelaskan semuanya, tolong dengarkan aku" desak appa

"aku.. aku sedang tidak sehat sekarang, bisa kita bicara lain kali saja?" tepis eomma cepat.

Appa menghembsukan nafas berat sambil menundukkan kepalanya sejenak, lalu kembali menatap eomma serius "aku ingin menjelaskan padamu soal Kyung Ji, aku mohon, aku ingin kau juga menceritakan semuanya padaku, apa yang kau dengar selama ini?" desak appa kebingungan.

Eomma kembali menghembuskan nafas berat dari mulutnya, ia terus mengusap air mata yang mengalir tanpa henti "apa yang akan kau jelaskan? Kembalilah pada hidupmu yang bahagia itu, jangan ganggu aku, Kyung Ji tidak akan kembali lagi, jadi aku mohon, aku mohon pergilah.." timpal eomma terdengar putus asa atas keadaannya saat ini.

Appa meraih tangan eomma dan menggengamnya kuat, tatapannya terlihat sangat serius "aku harus menebus kesalahanku pada Kyung Ji, jadi aku mohon katakan apa yang terjadi padamu" minta appa serius. Eomma merasa tertekan mendengar desakan appa, ia menarik nafas dalam

"apa kau bisa menebus kesalahanmu pada orang yang sudah meninggal?" sahut eomma hilang kendali

"Chae Soo Kyung.." panggil appa

"Kyung Ji sudah meninggal, jelaskan padaku bagaimana kau menebus kesalahanmu padanya?" timpal eomma dengan nada tinggi.

Appa membuka mulutnya tercengang mendengar semua itu dari mulut eomma. Mendengar itu dari mulut eomma lebih menyakiti hatinya, dari pada mendengarnya dari mulut kakaknya beberapa hari lalu. Appa menggeleng kuat

"dengarkan aku Soo Kyung -ah, Kyung Ji.." sahut appa terhenti "dia masih hidup" lanjutnya.

Eomma semakin kesal mendengar perkataan appa barusan, ia pun membawa appa pergi ke tempat penyimpanan abu. Mereka berdiri di depan sebuah kotak kaca berisi keramik abu bertulisan namaku, lengkap dengan fotoku terpajang di dalam kotak kaca itu. Appa tercengang melihat semua yang di hadapannya itu, mengambil langkah mundur "tidak, itu bukan Kyung Ji" bantahnya. Eomma mengigit bibir bawahnya

"apa ini tidak cukup meyakinkanmu?" tanya eomma menekan,

"tidak, dengarkan aku dulu" sahut appa panik dan mengeluarkan ponselnya cepat.

Appa membuka ponselnya cepat, mencari fotoku yang tersimpan di galerinya. Setelah menemukan fotoku, appa menunjukkan ponselnya pada eomma

"lihatlah buktinya, aku tidak berbohong padamu" tekan appa berusaha meyakinkan eomma.

Air mata eomma mengalir semakin deras melihat fotoku yang tertawa bahagia di ponsel appa, eomma mengusap fotoku "kenapa? Kenapa?" sahut eomma kehabisan kata - kata di sela isak tangisnya.

Appa kembali berlutut menatap eomma dengan tatapan sayu, appa pun memberanikan dirinya menyentuh tangan eomma lembut, menenangkannya sampai tangis eomma mereda. Setelah terdiam canggung beberapa saat, mereka kembali memulai pembicaraan

"apa ini alasan kau menghilang begitu saja?" tanya appa

eomma menggeleng kecil "aku terbaring di rumah sakit, aku juga sudah dinyatakan lumpuh jadi aku tidak bisa melakukan apapun" jawab eomma, ia menundukkan kepalanya "tiba - tiba suatu pagi, aku melihat surat dari rumah sakit tergeletak di meja kamarku, isinya menyatakan kalau Kyung Ji sudah meninggal, dan disinilah abunya" lanjut eomma bercerita.

Appa mendongak menatap eomma "kenapa kau tidak mencariku?" tanya appa lagi.

Eomma menghembuskan nafas panjang sambil tersenyum kecil menatap appa "aku sudah mendengar kabarmu" jawab eomma lembut, lalu menjatuhkan pandangannya "kau dan Gyu Na -ssi pergi ke Amerika, jadi mencarimu tidak akan ada gunanya" jawab eomma. Eomma memalingkan wajahnya dan menghembuskan nafas panjang sekali lagi "selamat atas pernikahanmu Ji Yeol -ssi, maaf aku terlambat mnegucapkannya" ucap eomma tiba - tiba. Appa menundukkan kepalanya tidak percaya dengan situasi yang di hadapinya ini, senyum pahit tersungging di bibirnya mendengar ucapan yang keluar dari mulut eomma barusan. Appa mulai menyesali segala yang terjadi padaku dan eomma, sambil terus menyalahkan dirinya sendiri. Eomma menghela nafas kecil lalu membuka mulutnya

"aku akan selalu berada di Gereja, jika ada yang ingin kau bicarakan denganku kau bisa berkunjung" sahut eomma cepat.

Setelah mengatakan itu, eomma menggerakkan kursi rodanya meninggalkan appa. Gerakannya terhenti sejenak, eomma kembali menoleh kecil menatap appa yang terdiam di tempatnya, dengan eskpresi penuh penyesalan, dan rasa bersalah yang dalam. Eomma pun menghembuskan nafas kecil lalu memalingkan wajahnya, kembali menggerakkan kursi rodanya meninggalkan appa yang hanyut dalam pikirannya sendiri.

000

Suara berisik terdengar di dapur saat aku terbangun dari tidurku, aku merenggangkan ototku sejenak, menurunkan kakiku dari tempat tidur, berjalan keluar kamar sambil menguap besar. Gerakanku terhenti melihat deretan tas berisi berbagai macam barang terpajang rapi di depan pintu balkon, mataku langsung melebar, dan aku mendekati tas - tas itu penasaran. Aku melihat satu - persatu isinya dengan teliti. Semua yang kami butuhkan ada disana, mulai dari bahan makanan, baju, perlengkapan mandi, dan hal kecil lainnya. Aku menggeleng tidak percaya melihat semua yang ada di hadapanku ini

"mwoya?" tanyaku curiga.

Hyun Soo yang sedang sibuk di dapur menoleh kaget ke arahku, ia tersenyum kecil "kau sudah bangun.." sahutnya santai. Aku menoleh ke arahnya sambil mengangkat kedua tanganku ke pinggang "dari mana datangnya barang - barang ini?" tanyaku langsung. Hyun Soo menghembuskan nafas besar dari mulutnya, kembali melanjutkan kesibukannya di dapur

"entahlah, saat aku bangun tadi pagi.. semuanya sudah ada seperti sihir" jelasnya tidak peduli.

Aku berjalan menuju dapur, duduk menopang dagu di bar depan dapur melihat punggung Hyun Soo. Aku tersenyum kecil tanpa mengatakan apapun, hanya terus melihat punggungnya yang lebar

"aku rasa ini sudah di rencanakan, jadi tenang saja, beberapa hari lagi kita bisa keluar dari sini" sahutnya lagi santai.

Hyun Soo mengangkat penggorengan dengan satu tangan lalu mematikan kompor, gerakannya bagaikan koki yang ahli. Ia menata omlet dan sosis yang di masaknya ke atas piring, lalu meletakkan penggorengan itu ke bak cucian. Ia mengambil kedua piring berisikan omlet dan sosis buatanya, membalikkan badannya santai. Langkahnya terhenti kaget "gabjagiya" sahutnya kecil sambil menghembuskan nafas pendek setelahnya, tawaku pecah melihat ekspresi kagetnya barusan, Hyun Soo kembali berjalan santai

"hey, bagaimana bisa kau melangkahkan kakimu tanpa suara seperti itu, sangat mengerikan" protesnya singkat.

Ia meletakkan piring omlet dan sosis buatannya di hadapanku dengan tersenyum bangga. Aku sangat terkesan melihat masakannya yang terlihat enak, aku menepuk tanganku kecil lalu meraih garpu di samping piringku, langsung menyantap sosis buatannya cepat. Mataku melebar merasakan sosis buatannya yang menurut lidahku sangat enak, aku mengangkat jempolku puas, dan terus menyantap makananku sampai habis. Setelah selesai makan, aku mengambil semua alat makan yang kami pakai, hendak mencucinya. Hyun Soo yang melihatku meringakas piring kami, langsung menahan lenganku kecil

"oo.. biar aku yang mencucinya" tahanya,

aku menggeleng dengan kening berkerut "no.. no.. kau memasak, aku mencuci.." tolakku cepat, aku melanjutkan langkahku ke tempat cucian "itu namanya kompromi" tambahku santai.

Setelah selesai mencuci piring, aku menjatuhkan diriku santai di sofa sebelah Hyun Soo. Aku mengusap perutku nyaman

"kalau begini terus, aku bisa semakin gendut" gurauku,

Hyun Soo tertawa kecil "aku baru tahu kau masih memikirkan berat badanmu" timpalnya menghina,

aku meliriknya sinis "jangan menghinaku, kau juga akan gendut bersamaku, ingat itu!" tepisku.

Hyun Soo menghembuskan nafas besar dari mulutnya "aku tidak peduli, jika aku gendut, aku bisa menunda pemotretan sampai berat badanku kembali normal" sahutnya santai

aku menoleh cepat ke arahnya "benarkah?" tanyaku takjub,

Hyun Soo tertawa lepas mendengar pertanyaanku barusan "tentu saja tidak, dasar bodoh" hinanya geli.

Aku menjulurkan lidahku kesal ke arahnya dan mengangkat kakiku menendang kecil kakinya. Tawa Hyun Soo terhenti begitu saja, ia menoleh cepat menatapku kesal, dan langsung mengulurkan tangannya menarik kakiku. Aku yang mengetahui rencananya itu, menggerakkan kakiku menendang tak beraturan. Hyun Soo mencengkeram kedua kakiku sambil menghindari gerakanku lihat, ia menarik kakiku kuat, membuatku kehilangan keseimbangan. Melihat kepalaku hendak membentur lantai, Hyun Soo menggerakkan tubuhnya cepat, mengulurkan tangannya melingkari bahuku. Aku menutup mataku rapat dan mendarat dengan sempurna menipa tubuhnya. Aku membuka mataku kaget, langsung menoleh menatap Hyun Soo yang juga sedang menatapku dengan ekspresi kaget yang sama. Jarak wajah kami yang sangat dekat membuatku langsung menarik tubuhku darinya cepat, aliran panas menjalar di seluruh wajahku, dan aku menoleh cepat sambil mengipas wajahku pelan dengan satu tangan. Hyun Soo mematung di posisinya kaku sejenak, lalu duduk bersila sambil mengusap leher belakangnya canggung. Ia meliriku beberapa kali tanpa mengatakan apapun, semenatar aku mengigit bibir bawahku sejenak, dan menggerakan kakiku berdiri tegap

"kenapa panas sekali ya, aku akan mandi duluan" sahutku gugup sambil tertawa canggung.

Setelah mengatakan itu aku berjalan cepat ke kamar mandi, langsung mengunci pintunya cepat. Aku bersandar di balik pintu, menghembuskan nafas lega berusaha menenangkan diriku.

000

Seo Rin berjalan santai di taman kota dengan segelas kopi di tangannya, ia terlihat santai dengan kaus putih dan celana pendek hitam. Saat kami terkunci tidak tahu dimana, anggota timku mendapat kabar bahwa Hyun Soo pergi keluar negeri, dan mereka di liburkan sampai Hyun Soo kembali. Ya, tentu saja itu kebohongan.

Seo Rin tampak menikmati waktu libur yang jarang ia dapatkan itu, ia menghabiskan waktunya dengan melakukan apa yang tidak sempat ia lakukan karena kesibukannya belakangan ini. Sehrusnya ia melakukan hal menyenangkan itu bersamaku, tapi karena aku tidak kunjung menjawab telfonnya, terpkasa Seo Rin harus menghabiskan waktunya sendirian. Tanpa sengaja, seseorang menabraknya dan menjatuhkan kopi yang baru ia beli. Ia menoleh cepat menatap sosok yang menabraknya barusan, membuat matanya melebar

"Seo Ri -ssi.." panggil seorang pria

"Yoon seonsaeng" timpal Seo Rin tidak menyangka.

Yoo Ki oppa menunduk mentap kopi Seo Rin yang terjatuh ke tanah karenan tabrakannya barusan, ia tersenyum kaku sambil menggaruk belakang kepalanya

"maafkan aku, aku sampai menumpahkan kopimu" sahutnya bersalah.

Seo Rin langsung menggeleng cepat, melambaikan tangan kecil "tidak, tidak apa.. aku juga sedang melamun tadi" tepisnya menyalahkan diri.

Yoo Ki oppa tertawa kecil mendengar jawaban Seo Rin, ia memasukkan kedua tangannya ke saku celananya "apa yang kau lakukan disini? Apa kau tidak bekerja hari ini?" tanyanya santai, Seo Rin tersenyum sambil menggeleng "aku sedang libur hari ini, bossku pergi keluar negeri" jelasnya. Yoo Ki oppa mengangguk paham tanpa menjawab apapun, rasa pun canggung mulai menyerang mereka. Seo Rin menyampirkan rambutnya ke belakang telinga "kalau Yoon seonsaeng sendiri? Apa hari ini tidak ke rumah sakit?" tanyanya canggung. Yoo Ki oppa tersenyum lebar, ia menggeleng cepat "tidak, jam jagaku sudah selesai" jawabnya santai. Yoo Ki oppa memalingkan wajahnya gelisah sejenak, ia menghembuskan nafas besar

"apa Seo Rin -ssi ingin menghabiskan waktu bersamaku?" tanya Yoo Ki oppa tiba - tiba memberi tawaran

Seo Rin menatap Yoo Ki oppa dengan mata melebar kaget, ia mengedipkan matanya beberapa kali memproses tawaran Yoo Ki oppa barusan. Ia terus diam, membuat Yoo Ki oppa mengerutkan dahinya bingung

"kalau ti-" sahutnya terhenti

"aku mau, kemana kita akan pergi?" timpal Seo Rin cepat.

Senyum Yoo Ki oppa melebar mendengar jawaban Seo Rin, ia mulai memutar otakknya merencanakan apa yang akan mereka lakukan seharian ini, sementara Seo Rin menundukkan kepalanya malu, dengan senyum lebar tersngging di bibirnya. Ia kembali menatap Yoo Ki oppa yang tampak berfikir keras

"apa Yoon seonsaeng sudah makan?" tanya Seo Rin

Yoo Ki oppa langsung menatap Seo Rin penuh harapan "kau belum makan?" tanyanya cepat.

Seo Rin menggeleng kecil dengan tawa garing, Yoo Ki oppa tersenyum puas melihat gelengan Seo Rin "ayo kita makan, apa makanan yang kau suka?" tanyanya santai.

Mereka berjalan berdampingan sambil asik berbincang, sampai akhirnya mereka berhenti di depan restaurant masakan italia yang cukup terkenal. Seo Rin melebarkan matanya melihat restaurant di hadapannya, ia menahan lengan Yoo Ki oppa "tunggu, tunggu, seonsaengim.." tahannya melirik Yoo Ki oppa "restaurant ini sangat mahal" bisiknya panik. Yoo Ki oppa tertawa kecil mendengar bisikan Seo Rin, ia menarik lengannya berbalik mengenggam lengan Seo Rin

"ini pertama kalinya Seo Rin -ssi makan denganku, aku harus mebelikanmu sesuatu yang enak" jawabnya santai dan menarik lengan Seo Rin masuk ke restaurant itu.

Mereka duduk berhadapan sambil membaca menu restaurant di tangan mereka. Yoo Ki oppa terlihat memutar matanya menatap menu di hadapannya santai, tapi tidak dengan Seo Rin. Ia semakin panik melihat harga makanan yang tertera di menu, mulai memperhitungkan apa yang harus ia pesan. Otaknya mulai bekerja keras menatap menu di tangannya serius 'harga pasta termurah 15.000 won, minuman termurah 11.000 won, jadi total yang akan ku habiskan 26.000 won, itu lebih baik' timbangnya dalam hati. Seo Rin melirik Yoo Ki oppa canggung, lalu berdeham kecil kembali menatap menu di hadapannya. Yoo Ki oppa mengalihkan matanya dari menu menatap Seo Rin

"apa kau sudah memilih?" tanyanya

Seo Rin mengangguk cepat "aku akan makan garlic pasta" jawabnya.

Yoo Ki oppa kembali melihat menu di tangannya dan menaikkan sebelah alisnya "Seo Rin -ssi.." panggilnya, memutar matanya menatap Seo Rin "kau memang ingin makan itu, atau kau memesannya karena harganya yang murah, itu mencurigakan" sahutnya mengetahui isi pikiran Seo Rin. Seo Rin memutar matanya sambil melemparkan tawa garing "hmm.. aku.. aku suka garlic pasta" tepisnya gugup. Yoo Ki oppa tertawa kecil mendengar nada suara Seo Rin yang gugup "pilihlah apa yang kau suka, jangan lihat harganya" katanya meyakinkan. Seo Rin menghembuskan nafas kecil dan tersenyum canggung pada Yoo Ki oppa, ia menggigit bibir bawahnya sejenak

"baiklah.." putusnya yakin

"baiklah?" timpal Yoo Ki oppa meyakinkan

"ya, kalau begitu aku akan pesan sea food pasta" jawabnya yakin.

Senyum puas Yoo Ki oppa tersungging jelas di bibirnya, ia mengangkat tangannya memanggil pelayan, menyebutkan semua pesanan mereka. Setelah pelayan itu pergi, mereka saling menatap dengan senyum. Yoo Ki oppa pun memulai kembali memulai pembicaraan

"apa yang akan kita lakukan setelah makan?" tanyanya santai,

Seo Rin menopang sikunya di atas meja, mulai berfikir "apa Yoon seonsaeng suka game?" sahut Seo Rin balik bertanya.

Yoo Ki oppa tersenyum kecil sambil mengangguk "tapi, aku sedikit payah" jawabnya ragu. Seo Rin tertawa kecil mendengar jawaban Yoo Ki oppa, ia menghembuskan nafas kecil

"aku juga payah, jika di bandingkan teman satu timku" jawabnya teringat padaku.

Yoo Ki oppa mengangguk paham "kalau begitu kita sama, aku juga selalu kalah pada seseorang yang sangat ahli dalam game" timpalnya tersenyum sambil mengingatku.

Seo Rin mengerutkan alisnya penasaran "apa aku boleh tahu siapa orangnya?" tanyanya hati - hati. Yoo Ki oppa melirik jahil ke arah Seo Rin, ia melipat tangannya di depan dada "dia wanita yang ku kenal" jawabnya. Seo Rin hanya mengangguk paham tidak menjawab apapun, melihat reaksi Seo Rin yang biasa saja itu, membuat Yoo Ki oppa malu akan harapannya.

Pelayan datang membawakan pesanan mereka, membuat Yoo Ki oppa selamat dari rasa malunya. Yoo Ki oppa mengangkat garpunya pelan mulai menyantap pasta di hadapannya nikmat, namun gerakan Yoo Ki oppa terhenti melihat Seo Rin yang sedang berkonsentrasi mengeluarkan potongan kecil bawang di pastanya satu - persatu. Tawa Yoo Ki oppa pecah melihat perbuatannya itu, sementara Seo Rin mengangkat kepalanya menatap Yoo Ki oppa bingung

"ada apa??" tanyanya.

Yoo Ki oppa menggeleng dan mempersilahkan Seo Rin melanjutkan apa yang di lakukannya tadi, tapi tentu saja Seo Rin akan terus bertanya curiga. Yoo Ki oppa berdeham kecil sambil meletakkan garpunya, ia mencondongkan badannya mendekat ke arah Seo Rin "aku tidak membayangkan apa yang terjadi, jika aku membiarkanmu makan garlic pasta tadi" bisiknya jahil sambil melirik potongan bawang di ujung piring Seo Rin. Setelah mengatakan itu Yoo Ki oppa kembali menyantap pastanya, dengan senyum cerah di wajahnya, sementara Seo Rin tersadar akan perbuatan lucunya, dan menundukkan kepala sambil berdeham malu.

Setelah selesai makan, mereka keluar dari restaurant santai, masuk ke dalam mobil. Yoo Ki oppa mengenakan sabuk pengamannya, begitu juga dengan Seo Rin, mereka saling menatap dan tersenyum singkat

"berangkat.." sahut Yoo Ki oppa sambil menjalankan mobilnya.

Seo Rin melihat sekeliling mobil dengan keningnya yang mulai berkerut, ia memiringkan kepalanya bingung merasa tidak asing dengan mobil yang di tumpanginya itu. Yoo Ki oppa melihat ekspresi bingung Seo Rin sekilas, lalu membuka mulutnya

"ada apa? Apa ada yang membuatmu tidak nyaman?" tanyanya

"tidak, aku hanya merasa mobil ini.. tidak asing" jawabnya tidak yakin.

Yoo Ki oppa tersenyum kecil sambil melirik sekeliling sekilas "benarkah? Sebenarnya mobil ini milik adikku" jelasnya santai, Seo Rin mengangguk paham sambil membuka mulutnya hampa. Ia menoleh ke arah Yoo Ki oppa

"apa Yoon seonsaeng juga dokter?"

"tidak, kami sangat berbeda, bisa di bilang otak adikku sangat tidak beres, maka dari itu aku sangat bangga menjadi dokter" guraunya menghina.

Seo Rin tertawa kecil mendengar perkataan Yoo Ki oppa barusan "aku berharap adik Yoon seonsaeng tidak bersin atau telinganya tidak gatal" timpal Seo Rin santai. Yoo Ki oppa tertawa kecil "biarkan saja, anggap saja itu tanda rinduku padanya" guraunya. Mereka tertawa kecil bersama, dan terus melemparkan canda satu sama lain sampai mereka berhenti di depan tujuan mereka. Yoo Ki oppa menatap gedung di hadapannya bingung, melihat ekspresi aneh Yoo Ki oppa, Seo Rin mengikuti arah pandangannya

"ada apa?" tanyanya bingung

Yoo Ki oppa menoleh cepat ke arah Seo Rin "tidak, tidak ada.." tepisnya santai.

Mereka masuk dan tersenyum gembira melihat berbagai macam permainan, mereka saling menatap dengan tawa lebar. Yoo Ki oppa menahan lengan Seo Rin

"bagaimana kalau kita taruhan?" tawarnya

"taruhan? Terdengar menyenangkan, apa hadiahnya?" sahut Seo Rin antusias,

Yoo Ki oppa memutar matanya berfikir sejenak, senyum liciknya mengembang "1 permainan 1 permintaan, bagaimana?" tawarnya. Seo Rin memutar matanya dengan senyum lebar, ia mengangguk kecil "baiklah" jawabnya yakin.

Mereka mulai mencari permainan yang mereka sukai, mereka terus bermain, tertawa, dan saling melempar canda. Hari itu terasa hari yang paling menyenangkan bagi Seo Rin dan Yoo Ki oppa. Setelah bermain balap mobil, mereka kembali berkeliling mencari permainan selanjutnya. Langkah Seo Rin terhenti melihat claw machine yang tidak hanya berisikan boneka, namun juga berbagai macam barang lucu di dalamnya. Melihat arah pandangan Seo Rin menuju salah satu mesin berisi gantungan kunci, Yoo Ki oppa tersenyum kecil

"apa kau mau mencobanya?" tanya Yoo Ki oppa

Seo Rin langsung menoleh cepat dan menggeleng "tidak.. tidak.. kita main yang lain saja" tolaknya lalu menggerakkan kakinya cepat.

Yoo Ki oppa melihat sekilas claw machine di hadapannya dengan senyum kecil, lalu pergi mengikuti Seo Rin. Setelah memainkan sebagian besar permainan, mereka keluar dengan tawa kecil lalu menghembuskan nafas lega. Yoo Ki oppa membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu, namun suaranya terhenti oleh dering ponselnya. Ia mengeluarkan ponselnya, mengetuk layar pelan lalu menempelkan ponselnya ketelinga "hallo.." sahutnya singkat, ia terdiam sejenak mendengar penjelasan dari seberang telfon "baiklah" sahutnya singkat, lalu mematikan sambungan telfon. Yoo Ki oppa menoleh menatap Seo Rin canggung "Seo Rin -ssi.." panggilnya, sambil menggaruk belakang kepalanya. Seo Rin menoleh sengan senyum kecil "mm.." gumamnya, melihat ekspresi canggung Yoo Ki oppa, Seo Rin yang peka langsung paham apa yang ingin Yoo Ki oppa katakan. Ia membuka mulutnya tenang

"tidak apa.. Yoon seonsaeng bisa pergi" sahutnya santai

"aku akan mengantarmu pulang dulu"

"tidak.. tidak usah.. aku pulang sendiri saja" tolaknya cepat.

Yoo Ki oppa membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu, namun Seo Rin menyelanya duluan "tidak apa, aku pulang dulu, hari ini sangat menyenangkan" sahutnya sambil menunduk kecil. Yoo Ki oppa menghembuskan nafas kecil "baiklah, sampai ke stasiun kalau begitu" tawarnya, Seo Rin tersenyum dan mengangguk cepat "baiklah" jawabnya senang. Setelah mereka sampai di stasiun kereta bawah tanah terdekat, Seo Rin tersenyum kecil "terima kasih untuk hari ini, sampai jumpa lagi" pamitnya cepat lalu turun dari mobil. Yoo Ki oppa melihat punggung Seo Rin yang menjauh, ia memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya, dan teringat sesuatu. Ia pun langsung turun dari mobil, berlari kecil mencegat Seo Rin

"Seo Rin -ssi, tunggu sembentar" tahannya

Seo Rin menghentikan langkahnya, membalikkan badan santai. Yoo Ki oppa mengeluarkan sesuatu dari kantong jaketnya "ini untukmu" sahutnya, sambil menyodorkan gantungan kunci yang di lihat Seo Rin di claw machine tadi. Senyum Seo Rin mengembang tersentuh melihat pemberian Yoo Ki oppa, ia menerima gantungan kunci panjang berhiaskan menara Eiffel, dan tulisan je t'aime tergantung indah. Yoo Ki oppa mengeluarkan ponselnya "sebagai gantinya, berikan aku nomor ponselmu" mintanya santai, Seo Rin tertawa kecil

"apa Yoon seonsaeng menyogokku kali ini?" tanyanya bergurau.

Yoo Ki oppa ikut tertawa "tidak masalah jika kau menganggap itu sogokan" timpalnya menanggapi gurauan Seo Rin, sambil menggoyang kecil ponselnya.

Seo Rin memalingkan wajahnya dan tertawa lepas sejenak. ia kembali menatap Yoo Ki oppa, lalu meraih ponsel pria itu dan memasukkan nomornya. Setelah Seo Rin memasukkan nomornya, Yoo Ki oppa mengetuk kecil ponselnya, tak lama terdengar dering ponsel Seo Rin dari dalam tasnya. Mereka langsung menoleh ke arah tas Seo Rin bersamaan

"kau memberiku nomor yang benar" gurau Yoo Ki oppa,

tawa hina keluar dari mulut Seo Rin "mwoya? Apa kali ini Yoon seonsaeng mengira aku akan memberimu nomor palsu?" guraunya tidak terima.

Yoo Ki oppa memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku jaket, lalu membenarkan letak kaca matanya "pulanglah, sebelum langit semakin gelap" sahutnya santai. Seo Rin tersenyum dan mengangguk kecil "sampai jumpa lain waktu" timpalnya santai, lalu membalikkan badannya menuruni tangga masuk ke stasiun kereta bawah tanah dengan langkah ringan.

***