webnovel

BAB 22 . OTW MOVE ON

_______________________________________Tahun 2002

Alvin datang berziarah ke makam Ayub.Hari ini sudah lebih 100 hari Ayub di makamkan.Aku menemani Alvin ziarah.

"Ayub,apa kabar?" tanya Alvin kepada Ayub

Alvin meneteskan airmatanya.Dia menghapusnya.Alvin kemudian duduk di tempat duduk yang di sediakan.Dia membacakan surat Yasin untuk Ayub.Alvin membacanya dengan penuh penghayatan.

Aku terharu mendengarnya.Alvin memang menghafal surat Yasin sehingga bacaannya begitu sempurna. Setelah itu, Alvin kemudian mengeluarkan sesuatu dari tas ranselnya.

Sebuah kotak bekal.

Alvin membuka kotak bekal itu. Ada banyak udang goreng tepung di dalam kotak bekal itu.

"Ini makanan favorit kita,sobat "kata Alvin "Aku suka udang goreng tepung buatanmu dan kamu suka udang goreng tepung buatanku."

Mataku berkaca-kaca

"Ini kubuat sendiri spesial untukmu "kata Alvin "Ayo,makan bareng "

Alvin kemudian makan udang goreng tepung favoritnua itu.Dia makan sambil kadang menangis.Dia menghapus airmatanya lalu makan lagi.

Setelah makan,Alvin mencuci tangan dengan air yang ada di dalam botol yang ada di dalam tas ranselnya.

Alvin merapikan kembali kotak bekalnya dan menaruhnya di dalam ransel.Alvin menghabiskan semua udang goreng tepung yang ada di dalam kotak bekal itu.

Hampir 1 jam kami berada di dekat makam Ayub.Banyak do'a yang kami panjatkan kepada Allah agar senantiasa Ayub dilindungi di alam sana.

"Apa dr.Yusuf izin kepad Ayub sebelum ke Jepang?"tanya Alvin kepadaku setelah kami membaca banyak do'a untuk keselamatan Ayub di alam kubur.

"Ya"jawabku"Dia juga datang membawa udang goreng tepung favorit Ayub"

"Dia datang ditemani siapa?"tanya Alvin

"Aku dan Tirta "jawabku.

Sepulang dari ziarah kubur Alvin sekalian mengajak aku ke pasar untuk membeli udang.Alvin memilih udang yang segar,tepung bumbu serba guna,dan minyak goreng. setelah itu kami menuju ke rumah Alvin.

Rumah Alvin yang sudah lama jadi itu sangat luas.Selama dia di Jakarta ada 2 orang asisten rumah tangga yang menjaga rumah tersebut.Sama seperti bisnis Ayub,bisnis Alvin juga berkembang pesat.

Alvin mengajariku membuat udang goreng tepung di dapur.Dapur iru sangat cantik dengan nuansa biru yang dominan.Berkat Alvin aku sudah mulai bisa membuat udang goreng tepung meski belum terlalu sempurna.

Kami makan siang berdua di ruang makan dengan salah satu lauknya adalah udang goreng tepung.Alvin makan dengan lahapnya. Melihat Alvin yang begitu lahap memakan udang goreng tepung membuatku teringat kepada Ayub.

Di suatau waktu dalam 7 hari kebersamaan kami sebelum Ayub ke Seoul kala itu di perna membeli banyak udang.Dia menggorengnya sendiri dan aku hanya diizinkan untuk menyaksikan aksinya.Setelah menggoreng udang goreng tepung itu Ayub mengajakku untuk makan bersama di taman belakang rumahanya.

Taman itu indah sekali.Banyak bunga-bunga indah diatas rumput tumbuh disitu.Ayub sudah menyiapkan tikar diatas rumput jepang yang terhampar rapi.Kami berdua duduk di atas itu,tepat di samping kami ada pohon besar yang melindungi kami dari sinar matahari.

Mengapa aku masih teringat kepadanya?

Padahal sudah lewat 100 hari dia pergi meninggalkan dunia ini .

Ayub,dia sudah wafat namun aku selalu merasa seolah dia masih hidup.

Melihat lamunanku,Alvin menyadari kalau aku pasti sedang teringat Ayub.Alvin baru ingat kalau dengan membuat udang goreng tepung sama artinya membuatku kembali teringat kepada Ayub Karena Ayub juga pecinta udang goreng tepung.Semua orang disekitarku sedang berusaha membuatku untuk tidak teringat dengan Ayub dan Alvin termasuk dalm misi itu.

Alvin segera menyelesaikan makannya dengan cepat.Aku yang hanya makan sedikit sudah lama selesai makan dari tadi.Kulihat Alvin terpaksa harus mengabaikan udang goreng tepung yang ada di wadah demi agar kami lekas meninggalkan ruang makan.

Alvin memilih mengajakku ke ruang tamu.Dia mengajakku berbincang-bincang.Dia membahas apapun yang tidak ada kaitannya dengan Ayub.

Saat sore tiba Alvin mengajakku keliling Sukajaya dengan menggunakan sepeda motornya.Kadang kami berhenti untuk menikmati keindahan pantai lalu pergi lagi.Berhenti lagi di taman lalu pergi lagi.Sukajaya yang tidak terlalu luas itu sudah kami arungi saat ini.

"Rencana kuliah di Jakarta juga?"tanya Alvin kepqdaku.Saat ini kami sudah di rumah kakek kami berbincang-bincang di teras rumah.

"Ya"jawabku.

Semua sepupuku ada di Jakarta untuk kuliah.Penghuni kamar kos yang lama tinggal Tirta seorang.Tiga kamar lainnya sudah dihuni penghuni-penghuni baru.

"Sebenarnya kenapa kak Alvin mau kuliah?"tanyaku."Bisnis sudah lancar,rumah sudah ada,lantas kenapa mau kuliah lagi?"

"Maura."kata Alvin.

"Ya."kataku.

"Sejak Arina mencampakkan aku lantaran aku hanya seorang pedagang aku sudah punya niat untuk kuliah.Setelah aku juga mendengar kakek menyukai dr.Yusuf aku mulai berpikir kalau kuliah kedokteran adalah pilihanku."kata Alvin.

"Jadi,kak Alvin mendengar percakapan ku dengan kakek waktu itu?"tanyaku.

Alvin mengangguk.

"Untuk bisa menjadi suamimu apapun akan aku lakukan,Maura."kata Alvin."Katakan syarat apa lagi yang harus aku penuhi agar bisa menjadi suamimu?"

Rupanya ini tujuan Alvin kuliah.Aku tak menyangka.Kukira dia sudah punya kekasih di Jakarta.

Aku diam tak bisa menjawab pertanyaan itu.

"Maura....."kata Alvin lagi.

"Ya."kataku.

"Jangan terbebani dengan kata-kata ku tadi.Jika engkau memilih orang lain tak masalah.Namun izinkan aku untuk tetap mencintaimu meskipun engkau sudah bersama orang lain."kata Alvin.

Aku tersenyum.

"Untuk memulai cinta yang baru dengan siapapun saat ini masih belum terpikirkan di benakku."kata Maura."Aku masih fokus memikirkan untuk mencapai cita-cita ku.Seperti yang diharapkan Ayub aku harus sukses."

Berjalannya waktu aku tahu Alvin masih terus berusaha untuk mendapatkan hatiku.Aku paham dia begitu mencintaiku.Caranya memperhatikan ku bisa membuat wanita mana pun di dunia ini iri kepadaku.

Dokter Yusuf juga mengirimkan aku surat dari Jepang.Beliau juga masih menyimpan hati kepadaku.Isi surat-suratnya indah,manis,dan penuh kata cinta.

Aku sendiri kemudian fokus untuk menyiapkan diri menghadapi ujian nasional.Aku mengikuti banyak les.PR aku kerjakan dengan baik.Aku tampil menjadi siswa yang rajin agar bisa sukses saat ujian.

Kadang aku ke makam Ayub untuk belajar disitu.Aku merasa Ayub ada di sampingku saat aku sedang fokus membaca buku-buku pelajaran di samping batu nisannya.Biasanya aku selalu belajar di dekat makam Ayub saat sore hari dan menjelang Maghrib aku akan kembali ke rumah.

Melihat aku yang tak bisa melupakan Ayub membuat kakek dan nenek prihatin.Mereka berdua kemudian menyarankan kepadaku untuk menikah setelah ujian selesai agar aku bisa melupakan Ayub.

"Ayah dan ibumu juga menyarankan itu."kata kakek kepadaku.

"Aku belum siap menikah muda,kek."kataku.

"Kalau begitu lupakan Ayub."kata nenek."Dia sudah wafat,Maura.Kalau dia masih hidup kami juga pasti sangat merestuimu dengan dia."

Airmataku jatuh.

Aku ingin Ayub masih hidup.

"Ikhlaskan dia,Maura."kata kakek."Melihatmu bolak balik ke makamnya dan melihatmu diam-diam masih menangisinya membuat kakek mengkhawatirkanmu."

"Batinmu bisa tersiksa jika terus bersikap seolah dia masih hidup,cucuku."kata nenek."Mulailah lembaran baru.Ayub juga pasti tidak ingin kau seperti ini."

Aku terdiam.

Setelah itu aku tidak ke makam Ayub lagi.Namun aku masih diam-diam menangisinya.Rupanya tidak ke makam Ayub membuatku semakin tersiksa.Aku merindukannya.Berkali-kali aku harus pingsan di sekolah lantaran tak bisa menghadapi kenyataan pahit ini.

Meski begitu aku berhasil menempuh ujian nasional dengan baik.Semua butuh usaha keras.Dan Ayub,aku semakin tak bisa melupakannya.

___________________________________________Tahun 2020.

"Ibumu jadi siswa terbaik saat ujian nasional SMA."kata suamiku kepada Ainuh dan Agadaud.

Ainuh dan Agadaud terlihat bangga dan kagum ketika mendengar semua itu.

"Aku ingin cerdas seperti ibu."kata Ainuh kepadaku.

"Kau hanya cerdas makan udang goreng tepung."goda Agadaud kepada adiknya.

Kedua anakku ini Alhamdulillah bisa menjadi siswa terbaik juga di kelas mereka.Aku mendidik mereka untuk tetap bahagia menjalani apapun pilihan mereka.Aku tak pernah mendesak Ainuh dan Agadaud untuk menjadi sosok lain,aku membebaskan mereka untuk menentukan keinginan mereka.

Aku tak mau melihat Ainuh dan Agadaud mengalami seperti apa yang aku alami saat akan menempuh ujian nasional.Aku harus terus menangis saat itu,muntah,dan banyak hal buruk lainnya.Semua itu terjadi lantaran aku dipaksa untuk jauh dari Ayub.Tidak bisa ke makamnya lagi membuatku begitu menderita.

Aku paham kakek dan nenek melakukan itu agar aku bisa melupakan Ayub,namun cara itu terlalu ekstrim bagiku.Aku memang bisa menjadi siswa terbaik namun aku akui aku menderita.

Ayub,

apa sampai sekarang aku masih mencintainya?

.......