Setelah pertengkaran bersama Mas Fatir dua hari yang lalu sampai hari ini pun Ia tak memberi kabar. Aku pun tak ambil pusing, toh dia yang pergi. Jika dia sadar mengingat anak dan istrinya, pasti dia pulang. Pun sebaliknya.
Untuk menghilangkan sedikit permasalahan yang ku hadapi, akhirnya ku sibukkan diri untuk membuat kripik pisang. Karena permintaan semakin banyak, ku putuskan untuk memanggil teman untuk membantuku.
Di selah-selah kesibukan mempersiapkan dagangan, tiba-tiba sebuah mobil Avanza putih berhenti dan parkir tepat di halaman rumah. Aku sedikit mengintip dari rumah kecil sebelah yang sengaja ku buat untuk memproduksi Keripik Pisang, ternya orang yang datang itu adalah Ayah dan Ibu Mertua. Ada apa ya?? Tapi aku tak melihat Mas Fatir.
"Assalamualaikum Pak-Bu...ucapku memberi salam kepada kedua mertuaku dan mencium tangan mereka satu persatu dengan takzim.
"La...aku kedalam dulu ya..." ucapku pada Mba Lala. Aku pun berjalan mengikuti kedua mertuaku, kemudian membukakan mereka pintu. Aku pun masuk bersama keduanya dan duduk di tuang tamu.
"Bagaimana kabarnya Pak-Bu...??"Tanyaku basa-basi. Aku sebenarnya sudah tau maksud keduanya datang saat ini. Apalagi kalau bukan karena masalah pertengkaran dua hari yang lalu.
"Ngga usah basa-basi de Vi....Ibu dan Bapak datang kesini hanya ingin menyampaikan kekesalan kami padamu" jawab Ibu mertua dengan ketus.
"Kesal sama Aku Bu???? saya buat salah apa Bu- Pak??? tanyaku berusaha agar tak terpancing emosi. Aku tau jika Mas Fatir pasti ngadu sama Kedua orang tuanya....dasar...!!!
"Kamu ngga usah pura-pura ngga tau ya Vi... Bukannya kemarin kalian bertengkar???" tanya Ibu mertua mulai menyelidik.
"Lho... pertengkaran dalam rumah tangga itu kan hal biasa Bu..."! jawabku mencoba membela diri. Aku tak mau di salahkan hanya karena permasalahan ku dan Mas Fatir.
"Wajar si wajar ya Vi, tapi bapak kecewa sama kamu. Masa kamu protes sama Fatir hanya di kasi uang satu juta rupiah. Justru jamu itu harus bersyukur...!!!" Ayah mertua pun ikut-ikutan menyalahkan ku.
" Kata Ayah wajar...???? apa aku ngga salah dengar???.."Jawabku dengan suara sedikit ku haluskan namun penuh penekanan.
"Ya enggak dong Vi, sebagai istri seharusnya kamu itu menerima apa adanya pemberian suami, dan tak perlu harus tau urusan suami. Yang penting kamu kan tinggal terima beres...ngga perlu protes dong!!!" Ayah mertua semakin menyudutkan ku.
"Oh...jadi menurut bapak dan Ibu saya harus pasrah saja ketika suami saya lebih mementingkan orang lain di banding aku dan anaknya?? kemudian saya harus banting tulang juga untuk memenuhi kebutuhan keluarga??? gitu ???lantas apa gunanya jadi suami??? " Aku mulai tersulut emosi.
"Tutup mulutmu...dasar wanita tak tau terimakasih....masih untung aku restui kamu jadi istrinya Fatir...!!! emangnya kenapa kalau Fatir memberikan lebih banyak uang pada kami orang tuanya daripada kamu...kami yang membesarkan nya hingga Ia sukses. Sedangkan kamu hanya secuil daki yang menempel pada Fatir saja." Ucap Ibu mertua dengan nada tinggi menghinaku. Ia mengatakan aku secuil daki yang menempel????
" Dengar ya Bu, aku bukan ahli agama, tapi sepengetahuan ku, Jika seorang anak laki-laki yang sudah menikah seluruh tanggung jawabnya itu untuk anak dan istrinya, adapun kepada orang tua jika kebutuhan anak ya sudah terpenuhi barulah berbagi kepada orang tua. Bagian aku dan anak-anak itu 87% sedangkan bagian ibu dan bapak itu hanya tinggal 13%. Walaupun Mas Fatir adalah anak bapak dan Ibu, sudah ibu besarkan, sekolahkan hingga sukses, itu sudah menjadi tanggung jawab Bapak dan ibu sebagai orang tua. Bukan berarti setelah menikah, kalian masih terus menguasai Mas Fatir...!!!!" jelasku panjang lebar. Semoga dengan penjelasanku ini mereka bisa mengerti.
"Penjelasan apa itu...menang di kamu dong kalau gitu..!!! Pokoknya ibu dan Bapak tak mau tau...uang Fatir harus semuanya untuk kami, karena kami lebih berhak daripada kamu.. Dan satu lagi, kamu kan sarjana, cari aja pekerjaan yang bisa nutupin kebutuhan kamu dan juga kedua anakmu...jangan mengharap Fatir terus dong!!" jawab Ibu mertua. Ia masih tak mau terima dengan kenyataan yang ada.
"Tentu saja aku mengharapkan Mas Fatir Bu..!!! seperti Ibu yang juga mengharapkan Uang dari Bapak. Aku sebagai Istri lebih berhak dari pada bapak dan Ibu. Asal Ibu tau Uang suami uang istri, jika istri berkenan maka Ia akan membagikan pada mertua. Dan jika suami mengizinkan maka Istri boleh memberikan pada ayah dan ibunya. Aku rasa Bapak lebih paham dari aku." Aku tak mau kalah. Nah memang kenyataannya kaya gitu. Uang suami uang istrilah masa uang mertua...!! jadi aku dinikahin buat ngelayanin dia di ranjang aja gitu..???!! hmmmm ogah..!!
Bapak Mertua tak bergeming setelah mendengar ucapan ku. Mungkin perkataan ku bisa masuk ke pikirannya.
"Ohhhh ngga bisa gitu ya Viana...Uang Fatir adalah uang Ibu dan Bapak, karena Fatir itu anak kami...jika kamu di beri sedikit maka kamu harus bersyukur...jadi istri ko ngeyel sih!!!" Ibu mertua masih tak mau kalah. Ia tetap mempertahankan argumennya.
"Ohhhh gitu ya Bu...jadi sewaktu ibu masih seumuran saya, ibu dikasih sedikit atau dikasih semua gaji Bapak??" tanyaku pada Ibu mertua. Aku ingin mengabadikan ingatannya pada saat muda dulu.
"Ya tentu saja semua uang Bapak sama Ibu. Mertua ibu kan dulu udah ngga ada...!!Jawabnya santai namun terlihat salah tingkah. Kan...kan..kan..Dia sebenarnya Uda ngerti..cuma ngga mau ngalah.
"Sudah-sudah...bapak jadi pusing lihat kalian berdua bertengkar...Kamu Viana ngalah dikit dong sama Ibu jangan ketus gitu..Dosa Viana..! Ayah mertua menengahi tapi tetap menyudutkan diriku.
Aku mengerutkan kening saat mendengar ucapan Bapak mertua. Memang sih dosa kalau berkata kasar dengar orang tua. Tapi, kalau yang di hadapi orang tua jaya gini...Aku ngga pikirin dosa. Siapa coba yang mau dihina gratis. Aku mah Ogah!!!!
"Oh ya...jika kamu masih menginginkan Fatir kembali ke rumah ini datang dan jemputlah dia..." ucap bapak mertua.
"Apa????" aku pun terkejut. "Aku harus menjemputnya!!!?? Hellow...yang pergi dari rumah dia kenapa aku yang harus repot-repot menjemputnya...!! emangnya Mas Fatir itu anak TK apa...yang harus selalu di jemput!!...kalau memang Ia tak mau kembali ya sudah terserah...aku tak mau pusing.. Sekarang lebih baik ibu dan ayah pulang untuk istirahat...takut penyakitnya kambuh.." Jawabku dengan nada ketus dan sedikit mengejek. Biarin di Katai mantu ngga baik, dari harus ngalah sama mertua kaya gini.
"Dasar mantu kurang ajar ya kamu Vi...tunggu saja...Ibu akan suruh Fatir menceraikanmu.... biar kamu tau rasa...jadi janda..!!! Ayo Pak kita pulang.." ucap ibu mertua yang tak terima dengan ucapan ku yamg mengusir mereka secara halus.
Keduanya pun pergi dari rumahku. Biarlah semuanya mereka ceritakan dengan Mas Fatir. Jika memang Mas Fatir lebih memilih Orang tuanya daripada Aku, maka aku harus siap. Jika Ia ingin perceraian maka akan aku kabulkan. Mungkin dengan berpisah akan lebih baik untukku dan untuknya. Soal anak-anak biar pengadilan yang memutuskan.