webnovel

Mystic Boy

(50% horror/thriller, 50% romance) Sadewa Pamungkas, laki-laki tampan dengan penampilan urakan, serta suaranya yang keren. Namun, dia harus menerima kenyataan bahwa dirinya memiliki indera keenam yang tak pernah ia inginkan.

Roy_Kiyowo · Seram
Peringkat tidak cukup
84 Chs

Sadewa (Chapter 31)

Dewa membuka matanya secara perlahan-lahan, hingga akhirnya mata itu terbuka sepenuhnya. Benny dan Amor yang berada di ruangan itu terlihat begitu bahagia melihatnya sadar.

"Wa, akhirnya lo sadar juga!" seru Benny dengan antusias. Begitu juga dengan Amor yang tampak sangat terharu melihat laki-laki itu akhirnya membuka mata. Dewa melihat-lihat ke sekitarnya. Rasanya masih sama saja, tak ada yang berubah terutama pada penglihatannya. Ia pikir dengan cara menjatuhkan diri, ia akan mati.  Kalaupun selamat, pasti ada saja bagian tubuhnya yang cacat.

"Berapa lama gue tidur?" tanyanya. Amor pun menjawab.

"Sekitar tiga minggu," sahut gadis itu. Dewa tersenyum tipis, ia berusaha untuk melepas seluruh selang yang menempel pada tubuhnya. Namun, tubuhnya masih terasa sakit meskipun ia hanya sedikit bergerak.

"Jangan gerak dulu!" seru Amor. "Dokter bilang, kamu nggak boleh banyak gerak dulu,"

"Aku mau pulang, aku nggak suka ada di sini," gumam laki-laki itu dengan sedikit kesal.

"Nggak boleh! Lo nggak boleh pulang sebelum lo benar-benar sehat!" seru Benny. Dewa mengembuskan napas panjang dengan kasar, ia benar-benar tak suka dengan tempat ini. Tapi, ia juga tak bisa berbuat apa-apa lagi.

"Dokter juga nyuruh elo buat ngerjain soal UN di sini aja. UN tinggal dua hari lagi, dan lo nggak boleh ke mana-mana sampai lo beneran sembuh!" seru Benny. Dewa muak sekali, kenapa banyak sekali aturan untuk orang-orang sakit. Itu sangat menyusahkan bagi Dewa.

Dewa beralih menatap Amor yang sangat senang melihatnya. Wajah gadis itu terlihat baik-baik saja terutama di bagian pipi. Namun, tampaknya ada sesuatu yang mengganggu Dewa.

"Mata kamu kenapa?" tanya Dewa. Amor sedikit terkejut dengan pertanyaan Dewa.

"Kamu kurang tidur kan?" tanya laki-laki itu lagi. Amor kebingungan dan mengambil cermin kecil yang ada di dalam tas sekolahnya.

"Oh ya ampun ... padahal aku sengaja nutup-nutupin pake bedak biar nggak kelihatan," gumam gadis itu dengan sedikit kesal.

"Ya iyalah kantong mata Amor kelihatan, orang dia aja susah tidur gara-gara jagain elo terus," celoteh Benny. Dewa menatap Amor dengan sedikit terkejut, ia tak menyangka bahwa gadis itu begitu memikirkannya. Dewa merasa bahwa dirinya selama ini tak diperhatikan oleh seseorang sampai seperti ini. Dewa merasa bahagia atas perhatian yang diberikan oleh Amor, tapi di sisi lain, ia juga merasa tak pantas mendapatkan semua ini ...

*****

Pada malam hari, Dewa masih terjaga. Sedangkan Amor telah terlarut dalam alam mimpinya. Gadis itu tertidur di sebelahnya dengan posisi duduk. Dewa membelai lembut rambut gadis itu sembari tersenyum.

"Kenapa kamu masih baik banget sama aku? Padahal, aku udah nampar kamu," gumam laki-laki itu. "Meskipun itu bukan aku, tapi tetap saja tanganku yang memukulmu,"

Dewa benar-benar merasa kecewa dengan dirinya sendiri jika mengingat betapa keras tangannya ini menampar kedua pipi Amor. Ia juga merasa bersalah kepada gadis itu karena telah membiarkan roh jahat itu memukul Amor melalui tubuhnya.

"Maafin aku, Sayang," lanjutnya.

Akhirnya, laki-laki itu beranjak untuk tidur. Tetapi, ia justru dikagetkan oleh arwah yang tiba-tiba muncul di hadapannya.

"Maaf, aku sudah membuatmu terkejut, nak," ucap arwah itu. Ia adalah wanita, berambut panjang terurai, dan usianya sekitar dua puluh tahunan dengan pakaian panjang yang terlihat lusuh dan berdarah. Dewa sedikit merasa aneh, kenapa ia dipanggil dengan sebutan Nak?

"Kamu siapa?" tanya Dewa.

"Aku Rusdiana, kau bisa melihatku kan?" tanya arwah itu, Dewa hanya menjawab dengan anggukan.

"Oh, syukurlah. Akhirnya ada seseorang yang bisa melihatku, dan tidak lari ketakutan," gumam Rusdiana. "Aku butuh seseorang untuk mendengarkan ceritaku, apa kamu mau mendengarku?"

Tidak ada alasan untuk berkata tidak bagi Dewa, ia pun menganggukkan kepalanya lagi. Tak lama kemudian, arwah itu memulai  ceritanya.

"Delapan belas tahun silam, aku melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-laki. Anak itu ... terlahir tanpa seorang ayah akibat perzinahan, dan laki-laki itu tak mau bertanggung jawab," ucap Rusdiana. Wanita itu tiba-tiba meneteskan air matanya. "Kamu tahu, sangat sulit hidup sebagai orang tua tunggal. Aku sangat miskin, hingga aku terpaksa berhutang kepada rentenir,"

"Hingga suatu hari, aku dikejar-kejar oleh rentenir itu. Aku membawa lari anakku, dan meletakkannya di depan panti asuhan agar ia bisa dirawat dengan baik," lanjutnya. "Namun setelah itu, aku ditemukan oleh rentenir itu. Dan aku dibunuh olehnya,"

Dewa merasa trenyuh mendengar cerita itu. Entah kenapa, ia tiba-tiba membayangkan jika yang mengalami hal itu adalah orang tuanya. Dewa merasa sangat sedih. Padahal, ia tak tahu seperti apa rasanya memiliki orang tua. Ia pun melanjutkan mendengarkan cerita Rusdiana.

"Aku sangat merindukan anakku ..." ucap Rusdiana. Berkali-kali ia mencoba berhenti menangis, tapi tetap saja air mata itu keluar. Ia pun menatap Dewa dengan sayu.

"Tolong, bawa aku pergi dari sini. Agar aku bisa mencari anakku," pinta arwah itu. Dewa mengembuskan napas panjang, kenapa harus dirinya lagi? Ia tidak ingin terlibat masalah lagi, apalagi jika itu berbahaya.

"Maaf, Tante. Aku nggak bisa," sahut Dewa. Laki-laki itu melihat raut penuh kekecewaan dari arwah itu. Sungguh, Dewa tak tega melihatnya. Tapi, ia benar-benar tak ingin lagi terlibat masalah ...

***** TBC *****