Malam yang kacau balau. Seluruh rencana gagal dan ia harus pulang seorang diri. Dengan rasa cemas yang begitu tinggi. Tidak pernah ia merasa ketakutan seperti ini. Benci dan marah bercampur menjadi satu.
Bisa-bisanya sosok itu ikut campur terhadap urusannya padahal ia adalah makhluk yang sama dengannya. Melihat wanita dan sahabat yang ia cintai begitu dalam habis hanya dengan satu kali pertarungan.
Sosok jangkung itu tergopoh-gopoh berlari menuju rumahnya yang sangat kelam ditengah hutan belantara. Baru satu minggu ia bertiga pindah dan tidak akan tahu bahwa kini dirinya tinggal sendiri.
Berkelana kesana kemari, tidak pernah ia kalah dalam pertarungan tanpa sentuhan sedikitpun. Ia membuka jaket panjangnya dan melempar dnegan penuh amarah. Bola mata berwarna merah dan tidak pernah berubah.
Detik itu ia putuskan bahwa suatu saat nanti, ia akan membalas dendam kepada vampire yang tidak ia kenal.
Namun sosok Han Seung Woo bukanlah tipe vampire yang meledak-ledak seperti kebanyakan vampire liar. Sekarang ia duduk dikursi kebanggaannya. Ia harus mencari tahu siapakah vampire kecil itu.
***
Jimin tergeletak diatas permukaan laut. Mencoba merasakan rintikan hujan yang sama sekali tidak ia rasakan ditubuhnya yang sangat dingin dan membeku.
Tidak ada bulan mau pun bintang. Hanya awan yang semakin gelap dengan gemuruh petir. Jimin tidak bisa masuk kedalam kamar dan menatap Hye Jin yang sekarang sedang bermimpi indah.
Jimin memejamkan matanya dan mengingat bahwa mimpi-mimpi Hye Jin yang selalu ia tengok. Salah satunya saat Hye Jin bermimpi untuk memiliki sebuah restaurant terkenal yang ia kelola sendiri. Bertema kan makanan ramyun terkenal karena perempuan itu mengidamkan ramyun namun tidak kesampaian karena ternyata Jimin tidak pernah menyimpan makanan. Tapi Jimin terlalu malas untuk membelikan untuknya. Dan tidak mungkin bagi mereka untuk memesan ketika rumah mereka berada ditengah hutan.
Atau saat Hye Jin bermimpi menjadi seorang guru yang dipenuhi dengan wajah Jimin dan tubuh bayi kecil. Ia berteriak dimimpi itu dan berlari terbirit-birit. Jimin hanya bisa menahan tawa karena tidak ingin mengganggu tidurnya.
Ombak pantai membawa Jimin mengayun-ngayun sembari tersenyum. Tapi angan-angannya berhenti saat ia melihat fikiran jahat seseorang. Jimin langsung memutar badannya dan berenang dengan cepat.
Seseorang meminta tolong dibibir pantai karena ada vampir yang mengejarnya. Dengan panik Jimin berenang demi menyelamatkan manusia itu. Jimin tidak tahu bahwa disini ia harus bertemu dengan makhluk sesamanya.
Saat ia sudah sampai dengan cepatnya. Jimin berlari ke sumber suara. Ia mendapatkan seorang wanita hamil yang berlari dengan darah bercucuran. Sang Vampire langsung menoleh ke arah Jimin saat tahu bahwa Jimin akan menghalanginya.
Vampire tersebut berlari dengan kencang. Jimin tidak ingin kehilangan jejak. Ia harus mendapatkannya. Jimin lega karena saat ia menoleh perempuan hamil itu ditolong oleh warga. Sehingga Jimin menyusuri jalan dengan berlari tanpa baju dan hanya mengenakan celana boxer. Tubuhnya basah ditambah hujan belum juga redah.
Vampire bertubuh jauh lebih kecil itu jauh lebih cepat. Jimin dapat tahu bahwa ia Vampire baru sehingga tidak dapat mengendalikan rasa haus dan snagat tertarik dengan ibu hamil karena darah ibu tersebut sudah bercucuran dan mengundangnya untuk jauh lebih buas.
***
Jimin kelelahan mengurus Vampire baru hingga ia harus menghubungi Nam Joon Hyung. Saat ia sampai dipintu hotel ia merasakan jantungnya mengirimkan signal aneh pada otaknya secepat kilat dan secepat itu pula ia tahu bahwa istrinya sedang berada ditempat yang sangat menyeramkan.
Tanpa memperhatikan kecepatannya ia berlari dengan kuat. Matanya memicing dengan tajam. Jimin merasakan panas mengalir pada tubuh yang biasanya sebeku es balok itu.
Kakinya membawa ia pada suatu tempat yang penuh dengan barang bekas dan kotor. Jimin tidak tahu ia berada dimana. Cuacanya juga sangat terik. Jimin tidak dapat memikirkan apapun selain suara Hye Jin yang merasakan kesakitan.
Jimin berusaha untuk menjernihkan dirinya agar dapat melihat Hye Jin berada dimana. Namun rasa sakit pada jantungnya menghalanginya. Ia tahu itu pasti karena tubuh Hye Jin sedang sekarat sekarang. Jimin meradang.
Ia membuka matanya dan melangkah lagi menuju lorong-lorong barang bekas. Bau tidak sedap menusuk penciumannya. Bukan bau sampah melainkan bau darah. Tempat ini adalah tempat dimana orang-orang diculik untuk diambil darahnya. Jimin tidak akan memaafkan siapapun itu. Ia akan mencabik-cabik dan mengeluarkan setiap jengkal tulang yang ada didalam tubuh itu.
Akhirnya Jimin melihat tetesan darah dan suara erangan kesakitan Hye Jin. Ia menghampirinya dan merasa terlambat karena sekarang Hye Jin benar-benar berada diantara hidup dan matinya.
"Jin-ah. bertahanlah", Jimin menahan isakannya namun tepat saat itu handphonenya berdering dan menunjukkan nama Taehyung.
"Jimin... ", suara Taehyunf terhenti
"jangan kau ambil racun itu", Nam Joon merebut telfon, "racun bajingan itu sudah menyebar. Apa kau lihat kulitnya?".
Jimin melihat kulit Hye Jin sudah menunjukkan pembuluh darahnya menjadi sangat jelas. Tubuhnya menegang terus menerus. Ia sudah tidak dapat berbicara. Arteri pada matanya terlihat dua kali lipat lebih jelas. Hye Jin sekarat saat ini.
Jimin merasa kepalanya ingin pecah melihat Hye Jin kesakitan merasakan racun memecah semua organ dalamnya.
"Jika memang itu sesuai dengan yang Taehyung fikirkan sekarang. Jangan menghisap kembali racunnya. Ia akan mati. Sekarang Hoseok dan Jungkook sudah dalam perjalanan. Tenanglah. Bawa Hye Jin ke tempat yang aman sekarang juga. Aku sudah meminta sekertarismu untuk menyiapkan tempat yang berbeda".
Dengan rasa bersalah yang menusuk-nusuk Jimin membopoh Hye Jin yang sekarang sudah tidak sadarkan diri.
Pipi Jimin sudah basah karena air mata yang begitu deras turun tanpa bisa ia tahan. Ia membenci semua ini. Jimin marah sekali dan ingin mencari siapa makhluk itu tapi melihat sekarang Hye Jin yang sudah ia baringkan disebuah tempat tidur membuat Jimin tidak berdaya. Jangankan mencari tahu lewat memori Hye Jin, Jimin bahkan tidak dapat mengangkat tubuhnya yang masih bersimpuh dipinggir tempat tidur.
Kamar yang baru saja ia datangi jauh berbeda. Tempat ini begitu tertutup. Jimin hanya berdua bersama Hye Jin. Hye Jin belum jugs sadar.
"Jin-ah ... sadarlah ku mohon. Aku tidak pernah mengharapkan hal ini terjadi padamu. Maafkan aku sudah memasuki kehidupanmu", Jimin mengerang. Suaranya akan menyayat siapapun yang mendengarnya.
Jimin tidak pernah merasakan kesedihan seperti ini setelah ia lepas dari penderitaan manusianya. Mengenal Hye Jin membuatnya merasa seperti hidup kembali. Sehingga ia tidak ingin membuat Hye Jin mati rasa sepertinya.
Tapi bukan racun vampire lainlah yang Jimin harapkan merusak nyawa Hye Jin. Bahkan hidup saja Jimin tidak sanggup untuk berharap.
Bola mata Jimin berubah warna menjadi hitam layaknya ia seorang manusia dahulu. Begitu kelam dengan kemerahan yang menunjukkan bahwa baru berapa jam ia menangis seperti sudah menghabiskan waktu berhari-hari.
Hye Jin berbaring dengan mata yang sangat rapat. Tubuhnya hampir sama dinginnya dengan milik Jimin. Kulitnya semakin pucat, perlahan aliran vena sudah berangsur normal. Namun warna rambut Hye Jin semakin berwarna coklat terang. Jimin tidak tahu apa ini karena ia tidak pernah hadir saat para kaka iparnya ikut merubah dirinya demi Hyeongnya karena itulah yang Jimin benci.
Jimin tidak pernah menyetujui siapapun yang manusia berubah hanya karena cinta. Walau ia tahu para Hyeongnya memang berhak memiliki pasangan. Jimin terlalu naif untuk berharap mereka dapat memiliki satu sama lain tanpa merubah apapun kecuali memang itu suatu keharusan seperti yang Jimin lakukan.
Jimin masih bersimpuh. Ia menangis seperti dirinya saat kecil. Jimin menggenggam dengan erat. Bayangan wajah Hye Jin bermain dalam kepalanya. Seperti film dokumenter, tanpa lagu namun penuh cerita dan kaya dengan suasana.
Senyuman perempuan itu dan juga makian dalan hatinya. Jimin tidak ingin kehilangan hal itu. Ia berdiri dan semakin frustasi. Jimin tidak sanggup.
Ia mendekat dan mengguncang bahu Hye Jin dengan putus asa.
"bangunlah... bangun... Kau bukan wanita lemah kau sangat pandai mencaci makiku. Bangunlah".
Pada saat ini mungkin manusia biasa akan tertidur karena kelelahan namun Jimin hanya bisa duduk disudut dinding. Matanya tetap menatap ke arah tempat tidur yang terlihat seperti merubah sosok Hye Jin dalam diam.
Jimin sudah terjaga selama dua hari. Ia tidak mengizinkan siapapun masuk. Ia tidak minum darah apapun. Rambutnya sudah berantakan. Ia menangis selama dua hari tanpa henti. Menggigiti kuku jarinya hingga luka namun sembuh secepat kilat. Membuatnya semakin frustasi dan merasa sesak.
Jungkook dan Hoseok yang sudah datangpun tidak ia izinkan masuk. Mereka dengan setia tetap menunggu.
"Apa ia baik-baik saja Hyeong? ia bahkan belum minum sedikitpun", Jungkook sangat khawatir dan berusaha untuk memberikan segelas darah namun berakhir dia meminumnya sendiri.
Hoseok selalu berhasil dengan tenang. Ia yakin bahwa cepat atau lambat Hye Jin akan bangun. Mereka sering melihat Jimin menyendiri tapi bukan karena ia putus asa terhadap seseorang. Hoseok tidak menyangka bahwa Jimin dapat mencintai manusia dengan jiwanya yang mereka fikir sudah tak Jimin miliki lagi. Jimin sangat pandai menutup dirinya.
Dua hari kemudian mereka berhasil sampai di Korea dengan selamat. Jimin sama sekali tidak merusak perjalanan. Ia diam seribu bahasa. Saat bertemu Jimin dan melihat keadaan Jimin, Nam Joon, Taehyung dan Jin tidak dapat berkata apapun. Jimin semakin menutup dirinya dan hanya ingin berbaring disamping Hye Jin.
Taehyung terlihat sama frustasinya seperti yang lain namun ia benar-benar banyak bicara dan tidak dapat mengendalikan diri.
"Sudah ku bilang apa. Bukan hal yang benar membiarkan mereka pergi", Taehyung berdecak saat mengingat bahwa ia tidak setuju dengan semua ini.
Nam Joon memandangnya untuk kesekian kali berharap Taehyung tidak mengulang topik pembiacaraannya apalago Jimin dapat mendengarnya sekarang.
"Hyeong berhentilah. Kau hanya membuat Jimin semakin frustasi", ujar Jung Kook yang sedang berkacak pinggang didepan jendela besar.
Taehyung berdiri dan tepat saat itu Jimin membuka pintu. Menampilkan dirinya yang terlihat berantakan. Menatap Taehyung dengan kebencian.
"wae?", Taehyung membalas tatapan Jimin.
Suasana semakin kelam disini dengan dua vampire yang sedang melempar tatapan mematikan. Semua orang mendengus namun tidak ingin memperkeruh suasana terlebih Jimin sangat sulit dikendalikan.
Hoseok menyenggol kaki Taehyung namun ia tidak bergeming.
"Sudah puas kau menyalahkanku atas semuanya? Kau siapa? Aku tidak pernah mengizinkanmu mengetahui kehidupanku bahkan hingga sekarang", ujar Jimin dengan suara beratnya.
"haha setelah semua yang telah kulakukan demi menebus kesalahanku? bahkan setelah kau menikahi seseorang yang kulindungi?".
Jimin mengacak rambut belakangnya, ia membenci semua yang keluar dari mulut Taehyung, "Aku tidak pernah memintamu berlaku layaknya malaikat. Tapi aku hanya menghargai keputusan Nam Joon Hyeong tapi bukan berarti kau dapat ku anggap. Aku membencimu dan akan selalu seperti itu".
Taehyung hendak mendekat namun Hoseok menahannya. Ia ingin sekali menghancurkan wajah Jimin.
"Memang aku sangat egois merebut nyawanya untuk menjadi milikku selamanya tapi itu semua pilihannya. Aku tidak dapat hidup sendiri hingga kiamat. Lebih baik aku mati kalau memang Hye Jin tidak mencintaiku. Dia tidak akan bisa berbohong. Kau tahu itu. Aku tidak dapat memaksanya. Jangan bodoh Taehyung. Jadi bukan urusanmu aku mati atau tidak dan juga bukan urusanmu dia menjadi manusia atau vampire seperti kita. Kau menikmati kehidupanmu sebagai Vampire selama ini tapi aku tidak dan itu semua karenamu. Kalau bukan dirimu yang membuka aku tidak tahu apapun. Kau hanya makhluk sombong dengan kekuatanmu dan berfikir semua makhluk seperti kita bisa menerima kehidupan masa lalu hahaha", Jimin menatap keluarganya satu persatu, "Aku .... tidak dapat hidup tanpanya. Jika ia mati maka aku pun akan mati. Kalau kalian memang saudaraku maka jangan hentikan aku apapun yang terjadi karena hidup seperti ini membuatku jauh lebih tersiksa".
Tidak ada yang dapat membalas perkataan Jimin sekalipun Nam Joon yang hanya memejamkan matanya. Taehyung pun melemaskan semua ototnya setelah mendengar semua perkataan Jimin. Tidak ada ruang baginya. Taehyung kembali duduk. Hoseok mengusap punggungnya.
Saat Jimin membalikkan badannya, ia terkejut dengan apa yang ia lihat.
*
*
*
> To Be Continue <
terima kasih sudah menunggu, berapa lama ini fikiran terlalu penuh tentang kerjaan jadi baru bisa update.
jangan lupa vote dan comment. jangan lupa bahagia ya????