"Hai, aku Miller. Senang bertemu dengan kalian lagi," sapa Miller yang tak disambut hangat ketiga laki-laki yang tengah berhadapan dengannya.
Tatapan Erick dan Rona menegang saat itu. Hanya Yafizan yang memang telah kehilangan sebagian memori masa lalunya seolah Miller adalah sosok yang baru ditemuinya.
"Ada apa dengan tatapan aneh mereka? Apa mereka pernah bertemu dengan tuan Miller?" gumam Soully dalam hati saat melihat ekspresi tegang dari Rona dan Erick.
Yafizan yang bisa mendengar suara hati Soully pun secara tidak langsung memperhatikan kedua orang yang kini berada di dekatnya itu dengan tatapan tajam, menelisik agar dirinya bisa mendengar salah satu dari kedua orang itu bergumam dalam hatinya.
"Hai, Tuan Miller. Senang berkenalan denganmu. Saya..." sapa Yafizan seraya mengulurkan tangannya memperkenalkan diri. Belum sempat ia menyelesaikan perkenalannya, Miller sudah langsung menyahut duluan.
"Yafizan. Tuan Yafizan Aldric, pemilik gedung Y.A Entertainment dan segala jajaran bisnisnya, baik di kota ini, dalam, bahkan luar negeri," sahut Miller dengan nada yang ditekankan seolah mengintimidasi tak suka.
"Anda sudah mengenal saya rupanya," cibir Yafizan dengan nada tak suka yang begitu kentara. Ia menarik uluran tangannya kembali.
"Siapa yang takkan mengenal sosok yang paling dikagumi di dunia ini, apalagi mengenai pengusaha tampan, muda dan sukses," ucap Miller dengan nada yang mencemooh, semakin Yafizan tak suka mendengarnya.
"Anda terlalu berlebihan, Tuan Miller," ucap sinis Yafizan.
"Hallo Panglima Rona, sudah lama tidak bertemu. Tuan Erick dan Tuan Yafizan." Bimo menimpali, ikut menyapa dengan penuh hormat, membungkukkan sedikit badannya. Ya, hanya sedikit. Menunjukkan sama tidak respect-nya terhadap mereka.
Raut muka aneh dan bingung tampak muncul di wajah Soully. "Apa...kalian sudah mengenal satu sama lain?" tanya Soully berhati-hati. Menelisik ke setiap wajah para lelaki yang kini tengah berkumpul di hadapannya.
"Tidak apa-apa, Sayang. Ceritanya akan panjang jika dijelaskan," sigap Miller tersenyum menjawab pertanyaan Soully. Ia tahu jika terus berlanjut Soully akan menjadi bingung dan belum saatnya Soully mengetahui segala hal masa lalu di antara mereka. Karena saat ini prioritas utamanya adalah bagaimana cara ia mengambil hati Soully untuk terus di dekat dan mendukungnya secara penuh.
Lain halnya dengan Yafizan dan yang lainnya yang terperangah saat mendengar Miller mengatakan kata 'sayang' kepada Soully. Tangan Yafizan sudah mengepal dengan cahaya jingga yang sudah melingkupi kepalan tangannya, siap menyerang.
"Kau, masih tetap sama seperti dulu, Tuan Yafizan yang terhormat. Emosimu masih sama sejak dulu," cibir Miller dengan terkekeh saat melihat cahaya jingga itu.
"Lancang sekali kau memanggil sayang kepada istri orang lain!" seru Yafizan dengan nada yang sedikit keras.
"Istri? Oh, Soully apa Tuan Yafizan itu suamimu...Sayang?" Miller sengaja memprovokasi dengan menekankan kata sayang di ujung pertanyaannya, semakin membuat Yafizan membara.
"Tenang, Bos. Kau tak usah menghiraukannya," ujar Rona menengahi.
"Ya, sebaiknya kau tenang dulu, Yafi," timpal Erick mulai buka suara.
"Diam kau dokter sialan! Sebaiknya kau yang pergi saja dari sini! Untuk apa kau datang ke sini? Menemui atau membawa kabur istriku lagi? Jangan harap!" ketus Yafizan.
"Aku tak bermaksud apa-apa. Aku ke sini memang untuk menjemputnya karena aku khawatir padanya," tukas Erick.
"Khawatir? Untuk apa kau mengkhawatirkan istri orang lain sedang suaminya saja sudah sangat memperhatikannya," timpal Yafizan.
"Terserah kau saja. Aku malas berdebat denganmu. Soully, kurasa kalian sudah baikan. Syukurlah, aku hanya mengkhawatirkanmu saja. Siapa tahu kau akan tinggal lagi di rumahku," ujar Erick. Soully melotot seolah ingin berteriak, 'Jangan katakan!'
Perkataannya membuat Yafizan menggertakan gerahamnya. Pandangannya tajam ke arah Soully. Dan Soully yang terkaget juga tak mengira Erick akan mengatakan kalau semalam ia tinggal di rumahnya. Soully menunduk malu.
"Sayang, apa benar yang dikatakan dokter sialan ini, kalau semalam, kau tidur di rumahnya?" tanya Yafizan dengan nada yang ditekankan.
"Itu...aku...bukan maksudku..." gugup Soully gelagapan bingung dengan jawabannya.
"Jadi benar yang dikatakan dokter sialan ini?!" tanyanya dengan suara yang meninggi. Dan Soully hanya diam. Yafizan mengepalkan tangannya sekuat tenaga menahan emosi.
Prok
Prok
Prok
Tiba-tiba Miller menepuk tangannya dengan irama yang dilambat-lambat. Wajahnya seketika menyeringai dengan senyuman yang manis namun terdapat aura penindasan yang kuat.
"Sungguh tontonan drama yang menyenangkan. Dan kurasa... tokoh utama di sini malah terlihat bodoh." Miller terkekeh seakan puas. Hilang sudah wibawanya saat tadi pertama kali Soully bertemu dengannya.
Soully memasang raut tidak suka dengan kejadian yang sedang berlangsung itu. Ditambah rasa bersalahnya karena ia tak jujur dari awal. Fikirnya saat itu hanya sehari saja, dan sekarang mereka baikan. Namun, ternyata dugaannya salah.
Saat itu beberapa pegawai kantor yang masih berkeliaran di sekitar pelataran lobby, pandangan mereka terfokus ke arah di mana Soully dikelilingi kelima pria yang tengah berseteru tersebut.
"Lihatlah! Perempuan itu lagi. Dia seperti tak ada kapok-kapoknya ya, tadi pagi dia berurusan dengan Bos Yafi, sekarang masalah apa yang dia lakukan dengan para lelaki itu?" bisik seseorang.
"Perempuan itu karyawan baru di PH-nya Mr.Govind," bisik seseorang lagi. "Kau lihat pria yang di sampingnya itu? Itu Miller, sang Productions Director yang baru di PH-nya Mr.Govind dan perempuan itu adalah asistennya," jelas orang itu.
"Kasihan sekali perempuan itu, baru juga masuk sudah dapat masalah."
"Kita lihat saja apa yang terjadi."
Soully terdiam dan menunduk lesu saat mendengar cibiran orang-orang yang tengah melintas. Tak hanya Soully, saat itu, termasuk para lelaki 'istimewa' yang tengah berdiri di antara Soully pun tak bisa menghindari cibiran dan sindiran dari orang-orang itu. Soully menghela nafas panjang berusaha untuk tidak menghiraukannya. Kepalan tangannya bergetar dan terasa dingin. Kakinya seolah mematung tak bisa digerakkan. Ke mana dia harus melangkahkan kakinya? Rasanya sangat terintimidasi saat ini.
Diliriknya Yafizan yang memang melangkah menghampirinya. Namun tatapan Soully membuat suaminya menghentikan langkahnya. Seolah mengerti jika Soully tak ingin keadaannya semakin runyam.
Apa tanggapan orang-orang terhadapnya nanti jika lelaki yang biasanya bersikap arogant dan dingin juga tak ingin disentuh siapapun kini dengan berani mendekatinya.
Terlebih ia merasa tak enak hati karena tak jujur padanya.
Lalu, diliriknya Erick yang memang sudah cekatan ingin membawa Soully pergi. Namun, langkahnya ditahan Rona dengan isyarat kedipan mata seolah memberitahu jika tindakannya malah akan memperkeruh suasana terutama Yafizan yang memang sudah berusaha menahan luapan emosinya.
"Tolong aku. Aku harus bagaimana? Rasanya terasa sulit untuk melangkah...Suamiku, tolong maafkan aku, karena aku tak jujur padamu, tapi yakinlah aku tak bermaksud begitu apalagi menyakiti hatimu..." gumam Soully dalam hati.
Suara hatinya terdengar jelas oleh Yafizan. Walau saat ini dia merasa kesal karena Soully tak mengatakan yang sebenarnya namun hatinya terasa sakit ketika sebenarnya ia ingin segera mendekap tubuh perempuan yang tenyata hatinya begitu rapuh namun ia masih bisa bersikap tegar dan memancarkan senyuman hangatnya. Rasanya ia ingin merengkuh seluruh tubuh wanitanya itu dalam dekapan kuatnya.
Brukk
Tas Soully terjatuh ketika ia dikejutkan dengan pelukan seseorang yang tiba-tiba. Matanya terbelalak kaget ketika menoleh ke samping pemilik tangan yang merengkuhnya kini. Miller, lelaki itu sudah dengan sigap memeluk tubuh Soully, menutupinya dari rasa malu. Mendekap erat serta membenamkan wajah Soully di dadanya. Perlahan Miller mengajak Soully berjalan melewati para pria yang sedari tadi tidak melakukan apapun untuk membela Soully.
Sebenarnya bukan tak ingin membela namun antara bingung dan takut tindakan mereka akan berakibat pada suatu resiko.
Yafizan sudah benar-benar merasa jengah melihat tindakan Miller. Erick dan Rona yang menyaksikannya pun dibuat terkesiap tak percaya. Dengan luapan emosi yang sepertinya sudah di atas rata-rata itu akhirnya meletus dan dengan tanpa basa basi lagi Yafizan menghampiri dan melayangkan bogem mentah ke arah Miller. Namun, BUGG pukulannya salah sasaran!
Kepalan tangannya yang sudah berapi-api itu mendarat di sisi kepala Soully ketika Soully melepaskan pelukan Miller lalu berbalik hendak mengambil tasnya yang terjatuh tadi.
Soully jatuh tersungkur, Yafizan dengan kaget yang luar biasa itu pun segera merengkuh tubuh istrinya yang sudah terjatuh. Dia menepis tangan Miller yang merangkul bahu Soully, hendak membantunya.
"Apa yang kau lakukan?!" teriak Erick yang sama sigapnya membantu Soully. Namun sama halnya dengan Miller, Yafizan menepis tangan Erick untuk tidak menyentuh istrinya.
Bukan hanya Erick, tapi untuk semua pria manapun di larang menyentuh istrinya itu selain dirinya. Yafizan membantu Soully untuk berdiri. "Maafkan aku, sungguh aku benar-benar tidak bermaksud memukulmu..." ucap Yafizan lirih. "Sini, mana yang sakit, hm? Apa kepalamu baik-baik saja? Apakah sakit?" tanyanya terus dan Soully hanya menggeleng pelan. Kepanikan menderanya saat ini.
"Brengsek! Apa tidakkah cukup kau menyakiti Mayra di masa lalu, hah?" bentak Miller yang emosi hampir memukul Yafizan namun gerakannya ditahan oleh Bimo.
"Apa maksudmu? Mayra? Siapa Mayra?" tanya Yafizan sama teriaknya, bingung.
"Cih, aku tahu kau pasti memang melupakannya," cemooh Miller.
Rona dan Erick segera mengalihkan hal tersebut. Apalagi mereka melihat wajah Soully yang sudah mulai pucat.
Sungguh sebenarnya Soully merasa kepalanya terasa berat. Belum lagi nyeri bekas terbentur pintu siang tadi yang kini menimbulkan memar di keningnya. Yafizan mengerutkan dahinya, ia kini dengan jelas melihat memar yang ada di kening Soully.
"Kenapa keningmu? Memar ini, kenapa bisa ada di keningmu?" tanya Yafizan cemas. "Apa ini karena pukulanku barusan? Tidak tidak, aku ingat pukulanku mendarat di sisi kepalamu, sedang memar ini..." cecarnya sampai akhirnya Soully memotong.
"Aku ingin pulang. Tolong, bawa aku pulang, Sayang," ucap Soully menggenggam erat lengan suaminya.
"Pulang ke mana?" tanya Yafizan pasrah.
"Ke mana lagi? Memangnya di mana lagi rumahmu? Apa kau tak menginginkanku pulang karena aku tak jujur padamu? Sayang, tolong maafkan aku..." Soully memelas, tangannya bergelayut pada lengan Yafizan. Sebenarnya pusing di kepalanya tak tertahankan, namun Soully berusaha tegar dan tetap menampilkan senyuman terbaiknya.
Yafizan tertegun sejenak, setiap kata yang diucapkan Solly seolah mantra yang bisa membuat hatinya tenang dan sedingin salju namun tetap terasa hangat.
Egonya mengalahkan luapan emosinya. Ia memang tak bisa terus mengabaikan istrinya. Apalagi dilihatnya tatapan polos tak berdosa itu, semakin tak tega jika ia menyakiti perempuan rapuh yang ada di hadapannya kini.
"Ayoo...Sayang kita pulang...yah, yah, yah..." manja Soully yang sambil menggoyangkan lengan Yafizan yang masih mematung.
"Soully, kurasa kita akan bicara nanti. Aku ada panggilan darurat untuk segera operasi. Maafkan aku karena tiba-tiba datang ke sini tanpa persetujuanmu. Dan kuharap kau baik-baik saja setelah ini," maaf dan pamit Erick.
"Cepat pergilah! Dan kuharap kau tak menginjakkan kakimu di perusahaanku lagi!" usir Yafizan.
Miller pun pamit pergi karena Yafizan tak menginjinkannya untuk menyentuh Soully. Dia pergi dan tak lupa meminta maaf terlebih dahulu kepada Soully.
Sungguh, aku sangat ingin membawamu pergi Soully. Maafkan kakak, Sayang...
***
Yafizan masih dengan kepura-puraannya bersikap acuh. Padahal dalam hatinya ia membuncah bahagia. Ia berusaha menyembunyikan senyumannya yang sedari tadi menyeringai lebar. Yafizan berjalan dengan memboyong tangan Soully yang memang bergelayut pada lengannya.
Senja itu, mereka pulang. Untungnya para karyawan yang menyaksikan kumpulan tadi hanya sepintas melewati saja. Alih-alih karena jabatan, lebih baik mereka segera pergi atau menghindari permasalahannya daripada harus menanggung segala resikonya.
Kenapa hanya aku yang terpuruk di sini? Bos, kau dengan 'sok jaim' mu itu membuat aku benar-benar tersiksa. - Rona.
***
Bersambung...
Jangan Lupa tekan LiKe, ❤, comment & Vote'nya jg yaa gaeesss..
Saksikan terus dan tunggu update'an selanjutnya
Happy Readers Happy Reading 😘