Pak Sumi memutuskan untuk melakukan pemantauan. Dipantaunya rumah Pak Awan, segala gerak-geriknya, kapan biasa dia (Pak Awan) masuk rumah, keluar rumah, jam berapa ke gereja, jam berapa pulang dari gereja, bagaimana perilakunya di luar rumah, di ladang.
Penduduk disini cenderung acuh tak acuh pada kondisi sekitar. Topografi lingkungan sekitar yang merupakan daerah perbukitan membuat jarang ada rumah yang berdempetan. Rumah Pak Awan saja terletak di pelosok desa, dan kata Pak Marmin (Kepala Desa), rumah Pak Awan adalah yang paling pelosok. Pak Awan tidak punya tetangga. Bahkan jika tidak diberitahu Pak Sumi, Pak Marmin saja tidak tahu kalau Pak Awan itu Kristen.
Hasil pemantauan Pak Sumi mendapati bahwa sebagai penduduk desa yang jauh dari kota, kecenderungan untuk peduli terhadap sesama harusnya lebih besar. Namun tidak dengan desa ini. Hal ini dikarenakan letak desa yang berada di pegunungan, jarang rumah berdempetan, jarak antar rumah lumayan jauh.
Penduduknya sebagian besar sudah berusia lanjut, anak dan cucu mereka kebanyakan bekerja dan tinggal di luar desa ini. Biasanya mereka akan kembali saat lebaran atau hari raya agama mereka (mudik).
"Sebuah lokasi yang strategis untuk melakukan kejahatan." Gumam Pak Sumi.
Data yang ada mungkin tidak bisa menjadi patokan. Pasalnya, data kantor pusat dan data di kantor daerah setempat juga berbeda. Pusat menyatakan kalau yang hilang adalah dua perempuan hamil namun kenyataannya dua wanita itu tidak hilang melainkan mati. Dalam pikiran Pak Sumi sekarang, terdapat kemungkinan kalau kedua wanita yang gantung diri itu sedang hamil, atau sudah melahirkan baru gantung diri.
"Ah semuanya akan jelas begitu aku bisa mendapat bukti yang kuat dan menginterogasi Pak Awan." Pikir Pak Sumi.
Pak Sumi mulai mengintai rumah Pak Awan. Empat hari sudah berlalu dan semuanya terlihat normal, seperti keluarga pada umumnya. Tidak ada yang aneh dari keluarga kecil Pak Awan jika mengeluarkan kenyataan bahwa Pak Awan nikah beda agama. Namun, hanya itu keanehannya. Tidak ada yang lain.
Pak Sumi mulai berpikir kalau kegiatan pengintaian tidak akan membuahkan hasil. Lalu dia mencari cara baru. Ia berpikir untuk melakukan penyadapan, namun hal ini berisiko dapat dituntut di muka hukum karena memang hal ini melanggar hukum privasi. Tapi Pak Sumi tidak mengindahkan risiko itu.
Pak Sumi berpikir untuk memasang kamera pengawas di dalam ruangan Pak Awan dan mengambilnya beberapa hari ke depan. Kamera pengawas akan merekam setiap gerak-gerik dari penghuni rumah. Berdasar hal itu, Pak Sumi mengunjungi lagi rumah Pak Awan untuk (diam-diam) memasang kamera pengawas.
"Permisi pak." Kata Pak Sumi sambil mengetuk pintu.
"Iya, oh Pak Sumi, silakan duduk." Kata Pria paruh baya bertubuh kurus yang menuju ke depan.
"Ah.. iya terima kasih." Jawab Pak Sumi.
Kemudian keduanya duduk di teras rumah.
"Dek, siapkan teh, ada Pak Sumi." Kata Pak Awan setengah berteriak.
"Iya mas." Kata Mino yang sedang menyapu halaman belakang.
Seperti biasa, sambutan hangat Pak Awan diberikan kepada tamu yang berkunjung. Mino keluar membawa dua gelas teh, tanpa nampan.
"Bagaimana tempo hari? lancar?" Kata Pak Awan Menanyakan soal penelitian Pak Sumi.
"Bisa dibilang puji tuhan, sangat lancar, berkat bapak dan istri bapak, penelitian saya bisa berhasil." Kata Pak Sumi sambil menyeruput teh hangat itu.
"Puji tuhan? bukannya bapak Islam? ah maaf saya dengar dari Pak Kades kemarin." Kata Pak Awan.
"Iya Islam, tapi ya.. biar sopan aja, bapak kan Kristen." Kata Pak Sumi.
"Dari mana bapak tau kalau saya Kristen?" Tanya Pak Awan.
"Istri bapak waktu itu cerita..." Jawab Pak Sumi.
"Haha begitu kah? istriku cerita tentang apa saja tentang aku?" Tanya Pak Awan lebih lanjut.
"Ah, ee.." untuk waktu yang singkat, pandangan Pak Sumi menatap Mino yang sedang berkilah seolah menyuruh Pak Sumi merahasiakannya.
"Ya, katanya bapak suami yang baik, saya juga baru tahu kalau kalian baru menikah baru-baru ini haha" Kata Pak Sumi berbohong.
Pak Sumi mengatakan kondisi Pak Awan sesuai apa yang dikatakan Pak Marmin dan data dari kantor pusat.
"Oh ya benar, kami baru menikah." Jawab Pak Awan singkat.
Pak Sumi berpikir dia harus mengikuti pandangan masyarakat (dalam hal ini didasari oleh Pak Marmin) tentang kondisi Pak Awan.
"Tapi pak ngomong-ngomong, sepertinya tahun ini pemerintah mau mengadakan bantuan lagi." Kata Pak Sumi mengalihkan pembicaraan.
"Bantuan pak?" Tanya Pak Awan.
"Ya, bantuan untuk petani, seperti bapak ini." Kata Pak Sumi.
"Bantuan? Bantuan lagi? saya tahun lalu kok tidak dapat ya?" Imbuh Pak Awan.
"Sebenarnya untuk itulah saya hari ini kesini lagi. Kebetulan, selain seorang dosen saya juga pegawai yang merekap penerima bantuan, dan pas saya lihat di daftar nama, nama bapak belum ada, soalnya pesan Pak Gub (Gubernur) (bantuan) kali ini harus menyeluruh mencapai semua petani. Jadi saya juga habis ini merekap tetangga bapak yang lain juga." Kata Pak Sumi.
"Oh... ya memang pada kondisi ekonomi sekarang lagi lesu, kalau ada bantuan akan sangat terbantu. Istri saya juga sebenarnya lagi hamil muda, jadi mungkin akan banyak kebutuhan kedepan." Kata Pak Awan.
"Hamil muda? Semoga dilancarkan." Kata Pak Sumi.
Insting Pak Sumi menyuruh agar Pak Sumi memanggil bantuan penjemputan Kepolisian terdekat.
"Iya Pak, terima kasih." Kata Pak Awan.
(Pak Sumi mengangguk-anggukan kepala) "Ya kalau begitu, boleh saya masuk ke dalam untuk ambil foto? ah saya juga perlu fotokopi kartu keluarga dan KTP (Kartu Tanda Penduduk), juga surat-surat kendaraan." Kata Pak Sumi.
"Hm rumit ya pak, tempat fotokopinya dari sini agak jauh juga pak." Kata Pak Awan.
"Ya.. namanya juga uang negara pak. Tidak birokrasi namanya kalau tidak rumit pak, ahaha... bagaimana pak? fotokopi kartu KTP, dan yang lain sebentar lalu bisa saya bantu untuk bantuannya." Tandas Pak Sumi.
Tentu saja hal ini Pak Sumi lakukan untuk menjauhkan Pak Awan dari rumah. Pak Sumi berharap Pak Awan segera keluar dari rumah.
"Hm... dek?" kata Pak Awan Kepada Mino yang dari tadi menyapu teras.
"Iya mas?" Mino mendekat ke Pak Awan.
"Tolong keluar bentar fotokopi bisa?" Kata Pak Awan.
"Loh, kok!?" batin Pak Sumi.
Namun, hal ini juga telah diantisipasi oleh Pak Sumi. Pak Sumi sudah menyiasati jika dirinya tidak bisa membuat Awan keluar rumah.
"Bisa mas." Jawab Mino kepada Pak Awan.
Dengan tatapan tidak mengenakan, Mino masuk ke dalam.
Mereka berdua diam untuk beberapa saat. Pak Sumi memutar otak bagaimana cara dirinya menempatkan kameranya.
"Jadi bagaimana mekanisme bantuannya pak?" kata Pak Awan membuka pembicaraan.
"Ah... ee, jadi bantuannya itu berupa uang kontan. Seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) begitu pak." Kata Pak Sumi.
"Oh... baguslah kalau begitu." Imbuh Pak Awan.
Mino keluar dari rumah membawa beberapa surat.
"Ah bentar mbak, aku titip juga ingin titip fotokopi." Pak Sumi berdiri menghampiri Mino. Pak Awan tetap duduk melihat mereka berdua. Dari sudut pandang Pak Awan, dia melihat punggung Pak Sumi.
"Ini tolong fotokopikan juga NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) saya." Kata Pak Sumi sambil memberikan kartu.
Pak Sumi memberikan kartu dan secarik kertas yang sudah disiapkan Pak Sumi sebelum datang ke rumah Pak Awan. Isi kertas itu adalah tulisan 'Tolong letakkan kartu ini di atas kap mobil yang ada di depan warung depan jalan kecamatan'. Kemudian Mino-pun pergi meninggalkan mereka berdua di rumah.
Saat kertas itu diletakan di kap mobil, seseorang yang ada di warung akan mengambilnya. Dia merupakan anggota polisi. Kalau kartu itu telah diambilnya, itu tandanya jika penyelidikan ini akan berakhir.
Penyebab berakhirnya penyelidikan akan ada tiga kemungkinan. Target positif (data yang terkumpul sudah cukup kuat dan bisa dilakukan penangkapan), target negatif (tidak ditemukan data) dan belum bisa dipastikan atau target adalah orang lain yang telah diketahui pasti keberadaannya.
NAMUN, hanya ada satu kemungkinan kenapa prosedur ini dilakukan. Itu adalah anggota kepolisian yang melakukan penyelidikan (Pak Sumi) meminta bantuan kantor cabang kepolisian terdekat untuk menjemputnya karena suatu hal. Prosedur yang penting dari hal ini adalah penjemputan akan dilakukan dalam waktu 1-2 jam setelah surat diambil.
"Nah kalau begitu, sekarang waktunya memotret." Kata Pak Sumi.
"Ya lebih cepat-lebih baik pak, ayo saya antar ke dalam, emm, bagian mana dulu yang mau difoto?" Kata Pak Awan semangat.
Pak Sumi segera memotret rumah Pak Awan. Mereka hanya berdua, setiap gerak-gerik dari masing-masing pihak terawasi oleh pihak yang lain. Pak Awan dapat dengan jelas melihat Pak Sumi dan begitu sebaliknya. Tidak ada cara bagi Pak Sumi untuk menyelipkan kamera yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Mereka lalu masuk ke dalam rumah yang sederhana itu. Tidak banyak ruangan disana. Pertama kali masuk, ruang tamu, ruang keluarga, perabotan sederhana, gorden (vitrase saja) putih kusam, semua tampak normal. Disana ada foto keluarga yang ganjil. Didalam foto itu Pak Awan tidak bersama Mino melainkan bersama dua wanita. Pak Sumi diam dan meneruskan memotret semua ruangan rumah. Hanya 10 menit, mereka menyelesaikan fotonya.
"Yah alham- syukurlah cepat selesainya ya pak." Kata Pak Sumi sembari menyelesaikan foto terakhir di pekarangan belakang rumah.
"Ahaha bicara alhamdulillahnya kenapa diganti pak?" Pak Awan tertawa.
"Untuk menghormati bapak saja... mari kita kedepan." Kata Pak Sumi.
"Mari." Pak Awan menimpali.
Kemudian mereka berjalan ke ruang tamu. Susunan sofa sederhana tersedia Di Ruang tamu. Saat sampai di ruang tamu Pak Sumi tak kuasa untuk menyembunyikan rasa ingin tahunya (dan untuk bahan pembuktian) akan foto yang ada di depan mereka.
"Ee, maaf lancang pak, tapi dari tadi saya sedikit penasaran mereka berdua ini siapa pak?" Kata Pak Sumi sambil melihat foto ukuran 4R yang ada di samping TV.
"Ah foto ini... itu mendiang istri saya pak." Kata Pak Awan.
"Ah maaf pak saya tidak tahu." Kata Pak Sumi.
Pak Sumi berbohong, Tentu Pak Sumi tahu hal itu.
"Tak apa pak, tapi bapak ternyata kuat ya? ah silakan duduk di kursi pak." Kata Pak Awan sambil duduk di ruang keluarga.
Mereka Berdua duduk berhadapan.
"Ahaha kuat bagaimana pak?" kata Pak Sumi.
"Setelah minum obat pelumpuh pada teh tadi... Masih bisa bergerak, tapi seharusnya tidak lama lagi kau tidak bisa bergerak." Nada suaranya berubah.
"Ha? apa yang..." tanpa sadar Pak Sumi seperti lengket di kursi. Tubuhnya lumpuh. "Ada apa ini pak!" Kata Pak Sumi panik.
"Ada apa ini? Ya tentu saja aku melumpuhkanmu." Kata Pak Awan tenang.
"Ke..ke.." Kata Pak Sumi gagap.
"Kenapa? Bapak bilang kenapa? ya saya kan tidak mau masuk penjara dulu." Kata Pak Awan.
Pak Awan seolah tahu Pak Sumi adalah polisi.
"Jadi kau sudah tahu, kapan?" Tanya Pak Sumi.
"Hm, coba kita lihat... Ah setelah kau bersama istriku mungkin?" Jawab Pak Awan.
"Kau mengintip? Sialan!" Kata Pak Sumi setengah gugup.
"Lah, tentu tidak, dengan sedikit permainan cambuk malam itu dia mau mengaku, tapi untuk seorang dari kepolisian, kau cukup gegabah untuk meminum sesuatu yang diberikan oleh targetmu." Kata Pak Awan.
Rencana Pak Sumi seperti berputar 180 derajat. Karena keteledoran Pak Sumi, dirinya sekarang yang terjebak. Seharusnya Pak Awan yang harus dijebak, bukan menjebak.
Setelah foto-foto didapatkan, rencananya Pak Sumi akan dijemput oleh polisi dengan memakai sepeda motor oleh karena itu Pak Sumi melakukan prosedur penjemputan oleh polisi. Polisi penjemput itu akan menyamar sebagai pegawai pemerintah yang telah selesai melakukan survei dan akan menjemput Pak Sumi untuk pulang.
Namun, rencana tersebut gagal. Pak Sumi salah melakukan estimasi waktu yang diperlukan Pak Awan untuk sadar akan kejanggalan semua ini. Butuh waktu satu jam lagi polisi penjemput akan datang, namun Pak Sumi kini telah lumpuh tidak berdaya.
"..." Pak Sumi terdiam karena menyadari kesalahan fatalnya.
"Ya, aku juga tidak bisa menyalahkanmu, karena tipu muslihatku yang begitu rapi, ahaha" Kata Pak Awan bangga.
Pak Sumi melakukan "blunder". dia terperangkap dalam jebakan musuh... namun apa benar begitu? Apa benar Pak Sumi sudah tidak berdaya? Seorang sekaliber Sumi ini tak berdaya tanpa adanya rencana lain?
"Lalu, apa yang akan kau lakukan kepadaku?" kata Pak Sumi.
"Hm, mari kita lihat." Kata Pak Awan berdiri dari posisi duduk dan menghampiri Pak Sumi.
Kemudian Pak Awan mengambil tas pinggang yang dibawa Pak Sumi.
"Aku selalu penasaran dengan isi tas ini, dan isinya ternyata, jeng-jeng-jeng! sebuah kamera kecil. Ahaha kau mau memasang kamera ini ya? ckckck itu melanggar hukum..." kata Pak Awan sambil mengambil seluruh kamera itu.
"...oh iya aku lupa menjawab pertanyaanmu. Jadi pak... ee namamu Sumi kan?" sambung Pak Awan.
Dia meninggalkan Pak Sumi dan mengambil barang di belakang TV.
"Iya." Kata Pak Sumi singkat.
"Pak Sumi, ya.. hmm aku mungkin akan membunuhmu." Kata Pak Awan sambil menodongkan sebuah Nails Gun yang diambil dari belakang TV.
"Aku tidak terkejut kau akan membunuhku, tapi sebelum aku mati, aku ingin mengetahui kebenaran kasus yang tengah ku selidiki." Kata Pak Sumi.
"Bahkan ditodong dengan ini kau masih bisa bersikap sok tenang ya, kau tidak bisa menyalahkanku karena membunuh dengan ini, senjata api dilarang di negara ini. Kau punya waktu 20 menit, setelah itu aku akan membunuhmu." Kata Pak Awan.
"Terima kasih atas waktunya..." kata Pak Sumi.
"Waktunya berapa pun tidak masalah bagiku." Kata Pak Sumi dalam hati.
"...Aku akan mengajukan 3 pertanyaan utama, jawab, dan setelah itu kau bebas melakukan apa pun padaku." Lanjut Pak Sumi.
Nails gun adalah sebuah alat yang biasa di gunakan untuk renovasi rumah, fungsi alat ini adalah untuk menembakan paku dengan kecepatan 1000 - 1500 FPS, kecepatannya itu membuatnya bisa menjadi suatu alat pilihan dalam Zombie Outbreak, benda ini di lontarkan mengunakan tenaga gas. -yuso.co.id
Have some idea about my story? Comment it and let me know.