"Tolong hentikan," Rintih Farysa saat David terus menyiksa dirinya.
"Kau! Berani sekali kau memohon setelah melanggar aturanku," Ucap David murka.
David terus menerus membenturkan kepala Farsya pada tembok. Membuat wanita itu semakin merasa pusing.
"Aku menyesal," ucap Farsya, berbicara pada dirinya sendiri sebelum matanya terpejam.
...
Farsya mengerjapkan mata, lenguhan kecil keluar dari bibirnya.
Kepalanya kian memberat saat membuka mata, perempuan itu kembali menutup matanya guna mengurangi sakit dikepala.
Farysa membuka matanya saat merasa ada yang aneh pada bagian tubuhnya. Menggerakan tubuh, kemudian menyadari jika kakinya tak dapat digerakan, mati rasa.
Farysa mendudukan badannya, berusaha keras menggerakan kaki. Namun, kakinya tak dapat merasakan apapun dan tidak bisa digerakan.
Mimik khawatir terpapar jelas di wajah wanita itu. Buliran air mata lolos mengenai kulitnya.
"Tolong," ucapnya dengan pelan.
Kemudian wanita itu kembali berbicara dengan berteriak, "Tolong aku!" Ucapnya disertai air mata yang terus menerus mengalir.
"Ada apa, nyonya?"
Setelah mendengar teriakan Farsya, para maid langsung berdatangan kekamarnya dengan khawatir.
"Kakiku tak bisa bergerak," lihirnya.
Mereka saling memandang satu sama lain.
"Ku mohon, tolong aku," pinta Farsya.
Sebagian dari mereka berdiam kaku, sebagian lagi memandang Farysa dengan tatapan iba.
Salah satu maid berbicara dengan sedikit terbata, "Ka-kami akan menelpon tuan, nyonya."
Farsya tak merespon, matanya memandang kosong pada kakinya yang tak lagi bisa digerakan.
Salah satu bodyguard milik David yang ditempatkan untuk menjaga Farsya menelpon David.
"Anda diperintahkan untuk makan, nyonya, " ucap bodyguard itu setelah berbincang dengan David.
"Bagaimana dengan kaki ku," ucapnya lihir.
"Nyonya, tuan menyiapkan ini untuk anda."
Salah satu dari mereka mendorong kursi roda mendekat pada Farsya.
"Mari kami bantu," ucap mereka.
Farsya dengan cepat mendorong kuris roda di depannya.
"Tidak perlu!" Tolaknya dengan rambut yang tak tertata.
"Tapi anda harus makan, nyonya."
Farsya tertawa dengan sinis, "Bilang pada tuanmu, saya tidak membutuhkan makanan dari laki-laki brengsek."
Seorang maid berinisiatif untuk membawakan makanan Farsya kekamarnya.
"Anda bisa makan disini juga tidak ingin kebawah, nyonya."
Kaira menarik keras rambutnya, "CUKUP!"
"Keluar!" Perintah Farsya.
Tanpa ada yang membantah, mereka keluar sesegeranya dari kamar Farsya.
Farsya berteriak dengan memukul-mukul kepala, menggeraung keras. Penampilan yang acak-acakan semakin membuat wanita itu terlihat lebih menyedihkan.
Farsya membanting keras piring telah disiapkan untuk menjadi makanannya di nakas.
Farsya terdiam, menghentikan tangisannya saat seseorang membuka pintu kamarnya.
Mengelus pelan rambut nya, "Mengapa menangis," ucapnya dengan nada lembut.
Farsya menepis tangan David yang menempel dirambutnya dengan kasar.
Farsya menatap laki-laki itu dengan tatapan penuh kebencian, "Jangan berpura-pura bodoh."
"Apa maksud mu," ucapnya tanpa menghilangkan kelembutannya.
"Kau pandai sekali berpura-pura."
David mengangguk, "Memang, rupanya kau telah menyadari bahwa kau telah lumpuh."
"Keterlaluan, kau adalah mimpi terburuk ku yang benar-benar hadir dalam kenyataan."
David menatap Farsya dengan tersenyum, seolah tak terjadi apa-apa.
"Tidak usah khawatir, aku tidak akan meninggalkan mu meskipun kau telah cacat."
Farsya melempar tatapan penuh kebencian, "Kau akan merasakan apa yang ku rasakan."
David tertawa, "Woaw. Sayangku, aku sudah pernah merasakan bahkan lebih dari ini."
"Apa yang kau inginkan dariku?!" Teriak Farsya.
"Aku hanya ingin dirimu." Balasnya.
"Kembalikan aku seperti sebelumnya, kembalikan fungsi kakiku." Farsya berucap dengan tegas.
"Jika kau bisa mengembalikan waktu dan tidak kabur dari rumah ini, maka aku akan mengembalikan fungsi kaki mu."
Farsya tersenyum miris, perkataan David sudah sangat jelas jika laki-laki itu tak akan mengabulkan keinginannya.
"Jangan menangis seperti itu, sayang."
"Aku tidak perlu belas kasihmu!" Murka Farsya.
Farsya menarik napas dalam, "Mengapa kau membuat ku lumpuh."
David mengangkat bahunya, "Aku hanya memberikan mu sedikit pelajaran."
"Agar kau tau jika kau benar-benar tak akan pernah bisa melanggar aturan ku." Sambung David.
"Mengapa harus aku," ucapnya pelan.
"Kau beruntung 'kan, menjadi istriku." Sahut David.
Farsya mendelik tajam pada David, "Itu sebuah kesialan."