Hari ini cukup sibuk. Kuliah, bikin konten dan mengerjakan tugas. Kalau mengikut hati, Tya ingin istirahat saja rasanya dan tidur seharian. Tubuhnya serasa rapuh seharian duduk. Kaku, apalagi harus konsentrasi agar tugas selesai tepat waktu dan deadline konten bisa selesai seperti seharusnya.
Ia bahkan pulang setelah pukul 7 malam. Sebelumnya dia sudah mengirimkan pesan pada Antonio untuk membeli sarapan di luar. Dia tidak sempat membuatkan untuk pria itu.
Tya masuk dengan langkah gontai. Kelelahan setelah beraktifitas. Melihat sofa tengah, dia langsung tergiur untuk merebahkan pinggang.
Oh, rasanya nikmat sekali. Sekujur tubuhnya terasa lemas dan begitu nyaman. Inginnya tidak bangkit sampai pagi dari sini.
Tapi teringat apartement berantakan dan di dapur belum ada makanan, Tya akhirnya terpaksa bangun. Sebelum itu, dia memeriksa ponselnya dulu melihat pesan yang tadi di kirimnya pada Antonio.
Tidak di baca!
Apa Antonio sangat sibuk hari ini?
Tya memeriksa kamarnya dan tidak ada pria itu. Sepertinya dia masih di kantor dan memang sangat sibuk.
Ia lalu membersihkan beberapa bagian apartement yang berantakan. Memasak sesuatu yang sederhana seperti omelette dan sebelum makan dia pergi mandi dulu.
Setelah semua aktifitas itu, Antonio tidak juga pulang. Bahkan ketika dia sudah menghabiskan makan malam, Antonio tidak juga pulang. Samar-samar Tya merasa risau. Bukan apa-apa, dia khawatir seperti kemarin Antonio berkelahi lagi dengan staf kantor.
Ia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul setengah 9 malam. Selarut ini, apa masih ada orang di kantor Antonio?
Ia terdiam lama. Menunggu beberapa saat lagi. Hingga jam menunjukkan pukul 9 malam pas.
Antonio tidak pulang juga. Tya tidak mengerti kenapa dia sangat risau. Tapi pada akhirnya dia mengganti pakaian dan keluar apartement berniat mencari Antonio ke perusahaan ayah mertuanya itu.
Ia mengendarai taksi, sampai ke depan gedung apartement. Gedung itu terlihat gelap. Seperti tidak ada orang. Ia berjalan ragu hendak masuk.
Sebuah tangan tiba-tiba menghentikan nya. "Tya."
Tya berbalik. Dadanya berdetak lebih cepat. Matanya membulat melihat pria yang ada di depannya.
"Pak Jeremy?"
Ia pikir siapa. Fantasinya sudah melayang kemana-mana sampai berfikir mungkin saja ada orang jahat yang mau menganggunya.
"Anda kenapa kemari?"
Tya mengontrol nafasnya beberapa saat. "Saya mencari Antoni. Dia belum pulang juga. Anda sendiri, baru pulang?"
Pria ini masih pakai jas kantor. Sepertinya juga baru pulang.
"Saya mengikuti anda. Saya di suruh memeriksa apa Antonio pulang. Saya melihat Anda keluar apartement terburu-buru. Jadi saya ikuti."
Jeremy menceritakan dirinya yang sempat ke apartement Antonio dan Tya tinggal. Tapi melihat gadis itu keluar terburu-buru dan naik taksi membuatnya memilih mengikuti Tya.
"Oh, Antonio belum pulang. Saya pikir dia ada di sini."
Jeremy mengeleng. "Dia pergi sebelum jam makan siang tadi. Sekitar pukul 10 pagi. Habis bertengkar dengan salah satu staf lain."
Hah?
Tya cukup kaget. Tapi mengingat kemarin Antonio juga bertengkar seperti itu, sepertinya dia harus memaklumi. Temperamen pria itu mudah naik.
"Terus dia di mana?" tanya Tya. Wajahnya agak pucat terlihat khawatir.
Jeremy melihat ekspresi Tya tersenyum kecil.
"Kalau di apartemen kalian tidak ada, di kantor ini tidak ada. Maka dia pastinya ada di satu tempat."
"Di mana?"
Jeremy menghela nafas. "Ada tunggu di rumah tuan Dennis saja. Saya pastikan Antonio akan kembali."
Jeremy mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada seseorang. Dia mempersilahkan Tya agar masuk ke mobilnya.
****
Tya di ajak kerumah besar keluarga Frederick untuk kesekian kalinya. Dia masuk, berjalan kaku di belakang Jeremy.
Dia diantarkan ke sebuah kamar.
"Ini kamar Tuan Antonio. Anda istirahat saja dulu."
Jeremy pergi setelah mempersilahkannya masuk. Dia terlihat tergesa sambil melihat ponselnya.
Tya memehami mungkin ada pekerjaan mendadak untuk pria itu. Dia masuk ke kamar Antonio. Dari ambang pintu melihat ruangan luas ini.
Tidak ada yang aneh. Seperti kamar pada umumnya. Ada foto Antoni yang sangat besar di dinding atas bad kasur.
Karena rasa lelahnya, Tya berbaring dan tertidur di kamar itu.
****
Tya tiba-tiba saja terbangun setelah sebuah suara menyeruak dalam alam bawah sadarnya. Samar-samar dia dengar suara orang di bawah terdengar mengerang nyaring.
Cepat-cepat dia keluar untuk melihat apa yang terjadi.
Di ruang tamu, terlihat Antoni yang babak belur dipukuli oleh beberapa orang. Tya memekik dan berlari cepat ke bawah sana.
Ternyata ada ayah mertuanya dan Jeremy juga. Mereka berdua tidak melakukan apapun saat Antonio di pukuli beberapa orang itu.
Tya berjalan cepat tidak percaya apa yang di lihat oleh matanya. Suaminya kini di pukuli dan wajahnya babak belur. Ia hendak mendekati Antonio tapi tiba-tiba ditahan oleh Jeremy. Ia hendak marah dan berontak pada Jeremy sebelum pria itu bilang.
"Dia sedang terpengaruh obat terlarang. Anda jangan dekati," ujar Jeremy.
"Tapi kenapa dia di pukuli?" tanya Tya setengah menangis. Ini kali pertama Tya melihat secara langsung seseorang di pukuli hingga babak-belur. Dan kali pertama itu terjadi pada suaminya.
"Dia melawan. Harus begitu untuk membuatnya lemah. Tenang saja, ini akan cepat berakhir. Anda kembali ke kamar."
Kembali ke kamar? Saat suaminya sedang di pukuli begini?
Tya tidak bisa terima saran itu. Bagaimana dia bisa tenang saat melihat suaminya di pukuli dan dia di suruh istirahat di kamar. Kalaupun Antonio melawan, bukan berarti harus di pukuli. Kenapa tidak di bius atau semacamnya.
Tya menepis tangan Jeremy. Mendekati Antonio yang tersungkur di lantai.
Wajah penuh luka itu, di usap Tya pelan dengan ibu jarinya. Mata Antonio yang menatapnya sayup-sayup lemah. Tya bahkan sampai meneteskan air mata melihat wajah tak berdaya Antonio.
Di rengkuknya, di peluknya Antonio yang kesakitan.
****
Dibantu beberapa pelayan, Antonio di bawa ke kamarnya. Tuan Dennis menolak saat Tya bilang membawa Antonio ke rumah sakit. Dia hanya di perbolehkan mengobati Antonio seadanya.
Tya mengusap luka itu dengan alkohol. Sementara Antonio hanya diam, tidak tampak kesakitan. Dia cukup tenang dan terlihat tatapan matanya kosong.
"Kamu habis dari mana?" tanya Tya sambil mengobati Antonio.
Hanya mereka yang ada di kamar itu. Para pelayan sudah pergi setelah mengantarkan Antonio ke kamar.
"Bar," jawab Antonio singkat.
Bar? Oke. Itu alasan jelas kenapa bisa Antonio dalam pengaruh obat.
"Kenapa di pukuli seperti tadi?" tanya Tya merasakan ringisan sakit di hatinya saat di depan matanya Antonio di pukuli dan di tonton begitu.
Antonio tak langsung menjawab. Tya membersihkan luka dan menutupi dengan perban.
"Besok kita ke rumah sakit ya? Siapa tau ada yang patah atau ada luka dalam."
"Tidak usah!"
Tya menghela nafas. Kenapa sih? Orang-orang di sini sangat aneh. Bahkan yang sedang babak belur menolak di bawa ke rumah sakit. Tya merasakan kependekan umur orang-orang di sini. Suka berkelahi tapi tidak mau di obati.
Ia beranjak ke lemari pakaian Antonio. Ada beberapa jubah tidur di sana.
"Ganti pakaian kamu ya? Ini." Di berikan nya jubah tidur pada Antonio.
Butuh beberapa menit untuk Antonio bergerak dan pergi ke kamar mandi.
Bersambung....
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!
follow Instagram @kn_author19