Tidak biasanya Antonio akan meninggalkan bar saat setelah jam makan siang. Biasanya pria itu menjadikan bar seperti rumah kedua. Dia sangat betah di sana. Menghamburkan uang Daddy-nya dan bersenang-senang.
Tapi hari ini, Antonio meninggalkan baru tepat pukul setengah tiga sore. Mengendarai mobil mewah miliknya, memasuki kawasan perkantoran mewah. Di daerah ini, tempat-tempat elite. Bahkan hanya sekedar toko pun di sini sangat mahal. Tempat dengan pembisnisan menjanjikan. Bahkan tidak satu dua gedung apartemen ada di dekat sini.
Dia memarkirkan mobil di depan pintu lobi. Tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana, ia melangkah santai menuju ruangan Daddy-nya.
Setelah melewati lift, lorong, dan sebaskom tatapan mata orang-orang padanya, akhirnya Antonio sampai di depan pintu kayu kokoh. Ruangan ini adalah ruangan Daddy-nya. Antonio sangat hafal meski tidak pernah bekerja di sini.
Ia masuk tanpa mengetuk pintu. Melangkah tak peduli saat orang di dalamnya terkejut dan menatapnya heran.
Tuan Dennis, beserta Jeremy ada di ruangan itu. Keduanya memandang padanya. Dan tanpa peduli tatapan itu, dia duduk di depan kursi sang Daddy.
Sementara Jeremy yang ada di salah satu rak penyimpanan dokumen melihat tingkah laku Antonio yang tidak biasa.
"Aku mau bekerja!" ucap Antonio to the point. Tanpa di tanya atau pun berbasa-basi sedikit.
Wajah tuan Dennis tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya. Hingga beliau merasa perlu pengulangan kalimat yang di utarakan putra nya.
Beliau berdeham. "Kau bilang apa tadi?" tanya beliau.
"Aku mau kerja," kata Antonio setengah hati. Dengan jelas di menghela nafas kesal.
Tuan Dennis benar-benar tidak bisa menyembunyikan senyum yang pada akhirnya terpancar di wajahnya beliau. Putranya yang pemalas dan suka membuat onar ingin bekerja? Atas dasar apa?
"Daddy rasa perlu alasanmu kenapa kau memilih ingin bekerja."
"Ck" Antonio mendecak. Ia sudah ingin membuat Daddy-nya kesal dengan ucapannya, sebelum benak Antoni sendiri yang menahan diri.
"Aku sudah punya istri. Kurasa aku perlu punya pekerjaan." Sebuah jawaban brilian yang keluar dari otak cerdasnya.
Dengan jawaban seperti jauh lebih enak di dengar. Dan pastinya sang Daddy akan berikan meski dengan wajah bingung Daddy-nya itu.
"Benarkah? Daddy rasa perlu di sadarkan dulu baru bisa percaya kamu berkata begitu barusan." Tuan Dennis terlihat senang. Tapi ekspresi senang itu tidak di sukai Antonio.
Ia membuang pandangan tidak sabar menunggu Daddy-nya menyetujui untuknya bekerja.
"Baiklah. Daddy akan berikan. Besok pagi kau bisa datang ke kantor."
Kedua alis Antonio meninggi. Semudah itu? Ia tersenyum kecil melihat sungguh mudah untuk mengambil hati Daddy-nya.
"Terima kasih kalau begitu, Daddy. Aku akan datang besok," ujar Antonio. Ia berdiri dan menyempatkan untuk melirik Jeremy beberapa saat. Tersenyum sinis mengatakan dengan tatapannya kalau sebentar lagi dia akan menang.
****
Di apartemen, Tya sibuk mendekor sudut kamarnya agar menjadi studio mini. Ia sudah membeli meja dan kursi khusus dari uang tabungannya. Mendekor lampu tumblr berwarna biru muda yang akan terlihat cantik dengan tembok yang juga berwarna putih.
Tya lebih suka sederhana saja. Jadi dia banyak menggunakan warna putih, hitam dan abu-abu. Meski ada beberapa dia menggunakan warna lain tapi tidak mendominasi.
Suara pintu apartemen terbuka mengalihkan fokusnya. Tya berjalan untuk melihat apa itu Antonio.
Dan benar, itu Antonio yang sedang menenteng beberapa tas belanjaan.
Tya melihat itu heran. Apa pria ini memiliki hobi belanja seperti wanita? Jadi benar otaknya sudah melenceng? Antonio benar-benar gay?!
"Apa kau liat-liat?!"
Tya mengeleng cepat, tapi tidak berhenti melihat pada Antonio yang terlihat membeli beberapa pakaian.
"Habis shopping?" tanya Tya kepo.
"Kenapa?" tanya Antonio tidak terdengar bersahabat.
Dia melihat wajah penasaran Tya. Gadis itu memandangi lama tas yang dia pegang.
"Aku akan bekerja!" ujar Antonio.
"Bekerja?" tanya Tya mengulang.
"Iya. Kenapa? Kau tidak suka aku bekerja?"
"Bukan." Tya menghela nafas beberapa saat. "Baguslah. Lebih baik kamu bekerja supaya waktumu lebih bermanfaat. Ingat juga jangan bangun kesiangan," pesan Tya.
Antonio lekas mengacuhkan kalimat bermakna nasehat dan pesan itu. Dirinya langsung tenggelam di kamar begitu saja.
****
Ini sudah pukul 9 pagi. Tya berdiri di depan kamar Antonio. Mungkin ketukan pintu yang ia berikan untuk pria itu tidak berhasil masuk dalam alam bawah sadarnya. Bahkan ketika puluhan kali Tya berusaha membangunkan Antonio. Pria itu tidak kunjung membuka pintu.
"Katanya kemarin mau kerja," gerutu Tya.
"Antonio! Ini sudah siang. Kamu jadi kerja atau tidak sih?" Tya menggedor pintu beberapa kali.
Ah, sungguh menyebalkan!
Pria itu tidak bangun juga. Tya merasa khawatir kalau di hari pertama bekerja Antonio akan terlambat.
Beberapa saat terdiam, Tya dikejutkan dengan tubuh besar dan tinggi Antonio yang sudah berdiri tegap di depannya. Pria ini masih baru bangun tidur.
"Hey! Ini sudah siang. Kamu baru bangun tidur? Katanya mau kerja?!" omel Tya merasa tidak mengerti lagi dengan Antonio yang terlihat santai-santai saja walau matahari sudah seperempat berada di atas kepala.
"Kau tidak usah bawel bisa tidak sih?" suara serak baru bangun tidur itu merasa pengang di ocehi oleh Tya.
"Gimana gak bawel! Kamunya jam segini baru bangun tidur. Kamu taukan kalau hari ini kamu ada kerja. Harusnya..."
Bam!
"Agggghhh!!!!" Tya mengerang kesal.
Pintu kamar di banting oleh Antonio di saat Tya dengan mengocehinya.
"Kenapa sih. Di kasih tau malah banting pintu."
Tya merasa dirinya akan cepat tua kalau selalu di buat kesal oleh Antonio. Dari pada lama-lama berdiri di depan pintu kamar pria itu dan perasaan kesalnya karena sikap semaunya pria itu, lebih baik ia makan di dapur.
Antonio dalam kamar, mencibir pada Tya yang terlalu bawel padanya. Memang kenapa kalau dia terlambat? Tidak ada yang salah bagi pemilik perusahaan terlambat.
Ia anak bos, tidak akan ada yang memecatnya walau datang terlambat atau bahkan tidak datang sekalipun.
Dia merasa tidak perlu repot-repot harus terburu-buru. Bahkan sekarang Antonio bersiap-siap dengan santai. Mandi dengan santai bahkan sampai bersenandung di bawah guyuran air shower.
Antonio mengenakan pakaian kerjanya yang kemarin ia beli. Itu pakaian setelan bos besar. Bahkan dia beli jas yang akan membuat dirinya berwibawa.
Melihat penampilan yang sungguh sempurna di cermin, Antonio keluar dan langsung melihat Tya yang duduk di ruang tamu terlihat fokus pada laptopnya. Tidak peduli pada gadis itu, dia langsung ke dapur untuk menyantap makanannya.
Menikah dengan Tya secara konsumsi tidak buruk. Gadis itu mahir memasak sepertinya. Makanannya lumayan enak. Tapi bukan berarti itu akan membuat Antonio merasa perlu gadis itu selamanya.
Makanan-masakan chief ternama lebih baik lagi dari pada Tya. Jadi dia tetap pada rencananya akan mendepak Tya kala dia memimpin perusahaan itu nanti.
Bersambung....
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!
follow Instagram @kn_author19