Suara tembakan membahana di kegelapan malam dan kedua kubu sedang berada di dalam suasana yang mengharuskan mereka harus waspada karena kalau tidak, akan ada peluru- peluru yang menyasar kepala mereka.
Sementara itu, Jayden dan Misha tengah berdiri berdampingan, berlindung di balik sebuah kargo berwarna kuning setelah menembak tepat sasaran tiga orang lawan mereka.
"Bukankah ini terasa seperti saat kita bermain paintball saat kita masih kecil?" Jayden memberi komentar. Dia menatap langit yang masih gelap dan hujan masih turun, walaupun tidak sederas saat mereka datang tadi.
"Aku tidak merasa ini seperti saat kita bermain paintball sama sekali," balas Misha.
"Ya, tentu saja, karena kau selalu kalah dariku," ucap Jayden.
"Hanya karena kau akan menangis seharian dan merajuk pada ibumu kalau aku mengalahkanmu," balas Misha lagi. Dia lalu mengangkat alisnya ketika Jayden menatapnya dengan seksama, seolah mengatakan; apa yang ingin kau katakan lagi? Masih berani menyangkal?
"Aku tidak merajuk, berhenti mencemarkan nama baikku."
"Hanya karena aku lebih tua darimu, bukan berarti kau bisa berbohong dan bersikap seperti apa yang kau mau terus menerus bukan? Ingat, aku hanya satu tahun lebih tua darimu." Misha mengingatkan.
Tapi, sebelum pertengkaran ke dua sepupu tersebut berlanjut, Apple memotong percakapan mereka dengan mengingatkan kondisi dan situasinya saat ini.
"Hey, sebenarnya aku tidak ingin memotong curhatan kalian kepada satu sama lain, tapi aku di sini sedang berada dalam posisi sulit, jadi bisa tolong kita melanjutkan rencana kita, please?" Apple kini tengah bersembunyi di salah satu kamar dari pria tersebut dan mulai menggeladah isi kamar tersebut mencari petunjuk apapun yang bisa dia dapatkan mengenai identitas pria- pria itu.
Karena dia belum juga bisa meraih tempat dimana mereka menyekap anak- anak dan remaja tersebut.
"I am sorry honey, dia memang sedikit menyebalkan, tapi aku akan menghampirimu tidak lama lagi, jadi bisakah kau bertahan sedikit lagi?" Jayden berkata dengan lembut.
"Berhenti menggodaku, kau berjanji pada ayahku kalau kau tidak akan menggodaku."
"Aku tidak sedang menggodamu. Aku tidak akan menggoda siapapun di saat diriku sedang ditembaki, okay. Itu hanyalah kata- kata friendly."
Apple memutar bola matanya. "Cepat datang ke sini, karena kalau sampai aku terluka, ayahku tidak akan memaafkanmu."
Jayden mengerang dengan sedikit kesal. "Bisa tidak kita tidak melibatkan ayahmu untuk sementara waktu? Aku merasa sedikit aneh ketika kau membawa Pyro yang kini berada sangat jauh ke dalam percakapan kita."
"Bring your a** here, I don't want to wait, they will find me."
"I am your boss."
"Ini sudah di luar jam kerjaku, jadi kau bukan bossku lagi."
"Kau sedang bekerja overtime sayang."
Sementara itu, Misha yang mendengar banter di antara mereka, justru menodongkan pistolnya pada Jayden.
"Kalau kau terus menerus mengobrol dalam situasi ini, ada kemungkinan mereka akan membunuhmu, jadi daripada mereka, bukankah lebih baik kalau aku yang membunuhmu lebih dulu?" dia berkata dengan kesal.
"Okay, I will come to you soon, Misha sudah gila, dia menodongkan senjatanya padaku." Jayden memberengut, dia mengerutkan keningnya pada sepupunya tersebut. "Kau akan kesulitan menghadapi ibuku kalau kau sampai membunuhku, sepupu."
"Move your a**," gerutu Misha.
Mendengar itu, Jayden curiga kalau kata- kata Apple tadi dia pelajari dari sepupunya ini. Mereka berdua memiliki mulut yang kotor.
====================
Sementara kedua saudara itu sedang bertengkar dengan satu sama lain, Apple menyibukkan dirinya untuk melihat sekelilingnya dan mendapati sebuah dompet yang berisi tanda pengenal salah satu pria di dalam ship ini.
Dia lalu membaca namanya dan menyimpan tanda pengenal itu di dalam saku jaket miliknya. Oh, right, ini adalah jaket yang sama, yang dia dapatkan dengan sedikit keributan tempo hari.
Tapi, tentu saja ini bukanlah jaket terakhir yang dia dapatkan dari Jayden, karena keesokan harinya dia mendapatkan setidaknya dua lusin jaket lain yang memiliki model berbeda.
Jayden beralasan kalau dia melakukan itu agar penyamaran Apple ketika berada di sekitarnya tidak mudah dikenali oleh orang- orang karena dia mengenakan jaket yang sama setiap kali dirinya berada di dekatnya.
Apple tidak bisa mendebat hal tersebut ataupun meyakinkan pria sakit jiwa itu untuk mengambil kembali jaket- jaket yang telah dia kirimkan.
Apple tidak perlu menanyakan harga dari jaket- jaket tersebut ataupun memeriksanya di internet, karena dari merk jaket itu sendiri saja, Apple tahu kalau itu semua bukanlah barang- barang yang murah.
Bisa dikatakan, jaket- jaket itu sendiri saja sudah mampu untuk membayar gajinya selama setahun.
Dan ketika Pyro melihat hal tersebut, yang bisa dia lakukan hanyalah menggelengkan kepalanya karena dia sudah sangat akrab dengan hal- hal semacam itu.
Sepertinya sifat buruk dari para Tordoff itu benar- benar menurun pada keturunan mereka.
"Aku akan bergerak untuk mencari dimana ruang mereka menyekap anak- anak dan remaja itu," Apple memberitahukan pergerakannya pada Jayden.
"Okay, aku sedang bersenang- senang di sini." Lalu terdengar suara tembakan dan suara berisik lainnya di latar belakang Jayden. "Aku akan pergi kepadamu setelah aku menyelesaikan ini."
"Take your time."
"You know what?" Jayden lalu menembakkan senjatanya lagi dan mengenai tepat di antara ke dua mata musuhnya tersebut. "Kau bisa menjadi seorang kekasih yang sempurna."
"Dan apa yang membuatmu berpikir demikian?" Apple membuka pintu dan memperhatikan koridor yang sepi tersebut sebelum dia bergerak dengan pelan ke koridor lainnya.
"Tidak akan ada wanita yang akan mengatakan 'take your time' pada pria yang tengah membunuhi hampir selusin orang."
"Jangan khawatir, aku baru saja membunuh orang tiga puluh menit lalu."
"Ugh! Somehow, that's sound hot."
Dan Misha yang tidak tahan dengan kelakuan mereka berdua, menembakkan senjatanya ke tanah, hanya sepuluh senti jauhnya dari kaki Jayden untuk membuat pria itu menyadari kalau mereka tengah berada dalam kontak senjata dengan musuh- musuh mereka dan bukan berada dalam permainan paintball, dimana dia bisa bermain sambil menggoda orang lain.
"Apa itu?" Apple mendengar suara tembakan yang begitu dekat.
"Misha baru saja berusaha menembakku, tapi tembakannya meleset."
"Sayang sekali," ucap Apple dengan kecewa.
Jayden mengerutkan alisnya ketika dia mendengar nada kecewa dari Apple. "Kau tidak kecewa karena dia tidak benar- benar menembakku, bukan?"
"Kurasa kalau aku berada di sana, aku pun mempunyai keinginan untuk menembakmu," balas Apple tanpa perasaan.