Angin sepoi-sepoi bertiup ke dalam ruangan melalui beberapa celah kecil jendela yang sedikit terbuka. Tirai putih di jendela tersebut berkibar-kibar, dan jendela kaca itu membiarkan sinar matahari menembusnya, memperlihatkan beberapa pakaian yang berserakan di lantai di dalam ruangan itu.
Di sebuah kasur besar, berbaring dua tubuh polos yang bergelung di bawah selimut putih. Salah seorang di sana mulai mengerang lembut, mengumpulkan kesadarannya dan hendak bangkit untuk mendapatkan segelas air. Namun pergerakannya terkunci oleh sesuatu. Dia menatap sebuah tangan yang melingkari pinggulnya dan tiba-tiba matanya bergetar.
Saat itu, sebuah suara yang diikuti sedikit tawa terdengar di telinga Zeline. "Berhenti bergerak, aku masih ingin tidur."
Tubuh Zeline mendadak membeku.
Kenapa ada pria di dalam kamarnya?
Tunggu, ini bahkan bukan kamarnya!
Apa dia tidur di hotel? Lalu siapa pria ini? Apa dia malam tadi terlalu banyak minum dan telah di lecehkan oleh seorang pria asing? Sekelebat pertanyaan muncul di benak Zeline. Dia masih belum bisa berpikir dengan jernih.
Zeline perlahan mulai mengulang suara pria tadi di kepalanya.
Sial! Kenapa suara pria itu terdengar sangat bagus?
Zeline mendadak menjadi was-was dan memiliki firasat buruk tentang ini. Dia mulai memaksa otaknya untuk bekerja lebih keras untuk mengingat kejadian semalam.
Benar. Dia mabuk malam tadi, namun dia juga sadar!
Apa maksudnya?
Zeline sadar bahwa dia melamar pria ini, namun dia juga saat itu tengah mabuk. Dia tidak benar-benar bermaksud dengan semua yang dia katakan malam tadi.
Dan terlebih, dia telah sangat mabuk hingga membiarkan pria ini tidur di sini bersamanya.
Apa yang dia lakukan? Kenapa dia begitu bodoh?!
Dia melamar seorang pria, itu sudah cukup memalukan. Lalu dia tidur dengan pria ini? Itu juga cukup memalukan. Namun yang sangat memalukan adalah kejadian semalam. Di mana malam tadi dia menjadi sangat liar dan mengambil alih pertempuran ranjangnya.
Otak Zeline mendadak bekerja sangat cepat hingga mengembalikan semua kenangan semalam pada Zeline.
Apa apaan itu? Kenapa dia sangat ahli dalam berhubungan intim? Padahal ini pertama kalinya?
Bodoh!
Itu sangat memalukan!
Gavin menatap orang yang merada di lengannya. Dengan sedikit menunduk, Gavin bisa melihat bulu mata wanita itu yang sedikit bergetar. Wanita ini jelas-jelas sudah bangun, namun dia masih menolak untuk membuka matanya. Dia malah semakin menenggelamkan kepalanya di bawah selimut. Apa yang sedang dia coba lakukan?
"Kenapa kamu berpura-pura masih tertidur?" Gavin bertanya dengan malas. Mengulurkan telapak tangannya untuk sedikit menekan pinggang wanita itu untuk menyadarkannya.
Zeline mengutuk pria itu di dalam hati. Telapak tangan Gavin menimbulkan sengatan listrik ditubuhnya dan membuat Zeline semakin bergetar. Zeline membuka matanya, dan segera melemparkan tatapan tidak senangnya pada Gavin.
"Apa yang kamu lakukan!"
Mata Gavin bersinar dengan cahaya aneh saat Zeline bertingkah seperti itu padanya. Dengan seulas senyum, Gavin memindah tangannya ke perut Zeline, dan perlahan semakin bergerak kebagian atas tubuhnya.
"Berhenti!" Zeline panik.
"Malam tadi aku hanya mendengarmu berteriak 'jangan berhenti'. Kenapa yang pagi ini berbeda?" Dengan tersenyum iblis, Gavin menautkan alisnya, menunggu respon Zeline.
Wajah Zeline langsung memerah. Dia tidak tahu harus mengatakan apa.
"Aku..." Zeline sangat malu dan kesal.
Dia selalu sangat hebat dalam minum, dia sangat jarang mabuk, dia bahkan sering mengejek beberapa teman lelakinya dengan kehebatannya dalam minum. Namun siapa sangka suatu hari dia akan mabuk hingga kehilangan kendali atas dirinya sendiri? Terlebih dia telah melempar dirinya pada pria tak di kenal ketika dia mabuk. Jika teman-teman nya tahu tentang semua insiden ini, Zeline pasti akan di tertawakan habis-habisan.
Semakin memikirkan kejadian ini, kepala Zeline kembali terasa pening. Dia memutuskan untuk menganggap ini sebagai salah satu nasib buruknya saja.
"Ehm. Ayo anggap ini sebagai sebuah kecelakaan. Kamu bisa menganggapnya sebagai one night stand. Aku tidak akan terlalu mempersalahkan ini." Sambil mengatakan itu, Zeline bergegas turun dari tempat tidur. Walau dia sedikit kesulitan dengan sesuatu yang terasa perih di bagian pahanya. Zeline tetap bersikeras untuk pergi.
Tetapi sebelum Zeline bahkan bisa bangkit, Gavin sudah menarik tubuhnya kembali ke atas kasur dan membaliknya. Dia menekan tubuh Zeline dan menindihnya dengan lembut. Sepasang mata elangnya menyipit tidak suka dan memancarkan tanda-tanda yang berbahaya. Zeline bahkan sedikit bergidik melihatnya.
"Apa maksudmu? Kamu ingin melarikan diri?" Tanya Gavin penuh penekanan.
Zeline mendorongnya menjauh, tapi Gavin menarik tangannya dan menekan sepasang tangan mungil itu ke atas kepalanya. Membuat Zeline sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang.
"Aku sudah bilang, kita bisa menganggapnya sebagai sebuah kesalahan saja."
"Ah, kamu ingin lari dari tanggung jawab?" tanya Gavin.
"Tanggung jawab? Kenapa rasanya kamu sedang merasa bahwa kamu adalah korbannya di sini?" Zeline memprotes tidak terima.
"Tentu saja aku korbannya di sini," balasnya.
"Aku wanita, seharusnya aku yang meminta pertanggung jawabanmu."
"Tetapi kamu yang mengambil inisiatif malam tadi. Aku lah korbannya dan kamu yang bertanggung jawab." Setelah mengatakan itu, keheningan memenuhi ruangan. Zeline juga tidak bisa membalas lagi. Gavin langsung tersenyum penuh kemenangan dan kembali bersuara.
"Kamu tidak ingat?"
"Tetapi tetap saja, kamu pria. Tentu kamu mendapatkan keuntungan."
"Benar, aku pria, tetapi bahkan aku tiak dapat mengambil alih tubuhmu malam tadi. Kamu yang selalu ingin berada di atasku." Gavin mengatakannya dengan mudah tanpa memperdulikan orang yang berada di bawahnya yang sedang semakin terkejut dan malu.
"Apa yang bisa aku lakukan? Kamu bahkan tidak membiarkan ku bertingkah selayaknya seorang pria."
Gavin mengatakan itu dengan nada tidak berdaya, dan itu membuat Zeline semakin memerah. Bahkan dia merasa wajahnya akan meledak karena saking panasnya.
Bagaimana mungkin Zeline tidak ingat tentang itu!
Zeline tidak berani membalas tatapan pria yang berada di atasnya. Melihat reaksi Zeline yang menghindari tatapannya membuat Gavin menyunggingkan senyum. Dia menjulurkan tangannya di depan wajah Zeline dan sebuah cincin perak bersinar oleh pantulan cahaya matahari dari luar.
Zeline terkejut. Dia menatap cincin itu dengan ekspresi bodoh.
Benar... Dia baru ingat. Selain melamar pria ini malam tadi, dia bahkan memberikan cincinnya pada pria ini.
Pria ini... Apa dia menganggap semua kejadian malam tadi serius? Zeline meneguk ludah dengan susah payah. Dia memang ingin menikahi pria ini karena dia terlihat sangat tampan dan kesan pertama yang Zeline ingat tentang pria ini cukup bagus.
Tetapi Zeline hanya melakukannya sebatas untuk melampiaskan keputus asaannya. Dia hanya ingin membiarkan dunia tahu bahwa dia bisa mendapatkan seseorang yang bahkan lebih baik dari Tommi si berengsek itu, tidak lebih. Zeline bahkan menjadi sangat bingung sekarang dan tidak menyangka kenapa pria ini menganggapnya begitu serius. Bahkan mereka berdua belum saling kenal sebelumnya.
"Kamu bahkan melamarku dan memaksaku mengenakan ini tanpa menerima penolakan sama sekali. Siapa korbannya di sini?"