webnovel

My Beautiful Pregnant Maid

Menjadi wanita terhormat dan terpandang ternyata tidak menjamin kebahagiaan seorang wanita. Hal itulah yang dirasakan oleh Phoebe Rae, menikah dengan pria kaya raya membuat statusnya sebagai gadis biasa berubah drastis. Terdengar bagus bukan? Namun tidak bagi Phoebe Rae, pernikahan itu adalah awal mula mimpi buruk dalam hidupnya. Di saat dia sedang mengandung anak pertamanya, suaminya berselingkuh. Meminta pisah? Tentu saja, namun tidak semudah itu. John Ricardo selaku suami Phoebe Rae tak ingin mencerikannya, dan pria itu juga tidak ingin meninggalkan selingkuhannya. Alangkah egois bukan? Semua hal itu membuat hatinya sangat hancur, tidak tahan dengan perlakuan suaminya, dia nekat meninggalkan rumah, kabur menuju ke kota lain bersama dengan adiknya yang juga merupakan satu-satunya keluarganya yang tersisa. Rela melakukan pekerjaan apapun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Phoeboe Rae menjadi seorang pembantu rumah tangga di rumah seorang dokter muda. Masalahnya tidak berhenti sampai di situ. Sebab, ternyata sang majikan adalah kekasih dari selingkuhan suaminya. Menjadi pembantu rumah tangga dalam kondisi sedang mengandung membuatnya tidak bisa menyembunyikan kehamilannya dari sang majikan. Apa yang akan terjadi sslanjutnya? Apakah John akan mencari keberadaan Phoebe? Bagaimana hubungan sang dokter dengan Phoebe setelah mengetahui kehamilannya? Jawabannya hanya ada dalam cerita ini. story by me art by pinterest

Nonik_Farellidzy · perkotaan
Peringkat tidak cukup
278 Chs

Egois

Phoebe menatap sendu pada John yang langsung menolak keinginannya untuk bercerai.

"Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus bertahan dengan kondisi semacam ini? Apa aku harus tetap menjadi istrimu sedangkan kamu mencintai wanita lain,bahkan kamu tidak ingin meninggalkannya?" Dia pun bertanya-tanya dengan tatapan tidak menyangka. "Bagaimana bisa jamu seperti itu? Apa kamu pikir aku wanita berhati batu yang akan kuat dengan situasi ini terus menerus? Bahkan situasi ini akan memperburuk keadaanku secara mental ataupun fisik!" 

"Aku tidak peduli, aku tidak akan pernah menceraikan kamu!" ucap John dengan tegas. 

"Kalau begitu tinggalkan dia!" sahut Phoebe sedikit berteriak.

John memalingkan wajahnya. "Aku tidak bisa."

"Kamu gila!" seru Phoebe sambil melempari bantal ke arah John. Dia menangis sejadi-jadinya, merasa sakit dan begitu terluka oleh sikap John. "Kamu harus ceraikan aku karena aku tidak sudi berbagi cinta, aku tidak sudi di sentuh oleh kamu yang sudah pernah menyentuh wanita lain. Itu benar-benar menjijikan!" 

"Jaga mulutmu, sialah!" John menegaskan dengan berteriak menunjuk ke arah Phoebe. Napasnya pun memburu karena emosi kemudian berkata, "ingat ini baik-baik. Aku tidak akan pernah menceraikan kamu. Dan aku setia atau tidak itu semua pilihan ku. Yang terpenting adalah aku tetap memenuhi kewajibanku sebagai suami, aku tetap mencintaimu meski kamu tidak bisa membahagiakan aku ... Dan jangan pernah mengusik hubungan ku dengan dia hanya karena kamu adalah istriku, karena aku juga sangat mencintainya meskipun dia bukan istriku!" 

Sakit, bagaikan dia batu besar, Phoebe benar-benar semakin hancur dengan pernyataan John barusan. 

"Tidak, aku tidak sudi bertahan jadi istrimu. Kita akan tetap bercerai!" serunya kemudian beranjak dari ranjang. "Aku tidak sudi berbagi cinta. Kamu tidak berhak menahan aku ... Aku berhak memilih jalanku sendiri untuk berpisah darimu!" lanjutnya sambil berjalan menuju ruang walk in closet.

"Kamu tidak akan pernah bisa lepas dariku karena kamu mengandung anakku. Seberapa kuat usahamu, kamu tidak akan bisa lepas dariku. Sampai kapanpun kamu tetap terikat denganku, kamu milikku!" John menegaskan sambil berjalan mengikuti Phoebe. 

Seketika Phoebe berhenti di dekat pintu dan langsung berbalik menatap John dan ...

Plakkk ...

John tidak sempat menghindari tamparan dari Phoebe.

"Bagaimana bisa kamu serakah dan tidak berperasaan seperti ini, John? Kamu ingin aku menerima kelakuan tidak senonohmu dengan wanita lain? Betapa menjijikkan pria seperti kamu!" Phoebe berkata dengan memicingkan matanya, lalu mendorong John supaya menjauh dari tubuhnya kemudian lanjut memasuki ruang walk in closet.

John hampir terjatuh, lalu langsung mengikuti Phoebe karena tidak terima dengan kalimatnya. 

Phoebe segera mengambil pakaiannya berupa celana panjang berwarna hitam dan atasan berwarna cream, kemudian mengenakannya dengan terburu-buru. Setelah itu, dia mengambil koper dan mulai memasukkan pakaiannya secara acak tanpa melipatnya dengan rapi..

"Phoebe, hentikan kegilaan mu. Kamu tidak boleh pergi dariku karena kamu sedang mengandung anakku!" seru John, mengambil koper itu dan melemparnya ke arah kamar utama karena pintu tidak tertutup dan menatap benci pada Phoebe. "Kamu tidak perlu bersikap begini hanya karena aku selingkuh! Kamu tidak akan merasa rugi samasekali karena aku tetap lebih mengutamakan kamu! Dia hanya selingkuhan sedangkan kamu istriku, kamu lebih berhak atas diriku!"

"Dan apa kamu pikir aku masih menginginkan kamu untuk jadi milikku sepenuhnya setelah apa yang kamu lakukan padaku?" tanya Phoebe dengan sinis, lalu mendorong John supaya menyingkir dari hadapannya. "Itu tidak akan pernah terjadi karena tidak menginginkan kamu lagi. Aku tidak sudi menginginkan pria seperti kamu ... Itu benar-benar menjijikan ... Lebih baik aku hidup sendiri!" 

John menyingkir, menatap Phoebe yang hendak keluar kamar. Dia terdiam dengan perasaan geram, merasa akan semakin kacau jikalau istrinya itu pergi atau mengadu pada orangtuanya, merasa tidak rela juga jika dia pergi dalam keadaan mengandung anaknya. 

"Kamu tidak boleh pergi!" serunya segera menyusul istrinya itu dengan langkah cepat, lalu menariknya dan menyeretnya ke ranjang. 

Phoebe tersungkur di kasur, lalu menatap John yang menatapnya dengan penuh amarah. Hatinya semakin sakit, tidak menyangka suaminya mulai bertindak kasar setelah bersikap manis sekian lama. Tangis emosional seolah tak terhindar lagi, merasa panas, merasa sesak, pusing, wanita itu segera duduk dan meringkuk di sana. 

"Aku bilang jangan pergi maka kamu jangan pergi!" John menegaskan. 

Phoebe terisak, enggan menatap John lagi. "Tapi aku tidak bisa menerima semua ini, John ... Ini terlalu menyakitkan," ucapnya. 

"Aku tau, Phoebe. Tapi aku juga tidak bisa meninggalkan dia begitu saja. Semua butuh proses," sahut John kemudian duduk di tepi ranjang, memunggungi Phoebe. "Dia adalah cinta lama ku ... Aku tidak bisa menolak kehadirannya kembali, tapi aku tau akan sulit bagi kami untuk bersama, bahkan sejak dulu. Itu sebabnya kamu tidak perlu khawatir, karena antara aku dan dia mungkin tidak akan pernah berlangsung selamanya ... Hubungan kami pasti akan ditentang oleh kedua pihak keluarga. Orangtuaku akan membencinya .... orangtua ku akan memilih kamu, apalagi sekarang kamu mengandung anakku. Aku juga tidak siap untuk menceraikan kamu, bahkan tidak akan pernah."

"Tapi sampai kapan kamu dan dia akan menjalin hubungan gila ini?" tanya Phoebe lirih. 

"Aku tidak tau," jawab John dengan gusar, kemudian melirik Phoebe dan menggenggam tangannya. "Aku mencintaimu ... Tolong pahami aku ... Aku juga tidak ingin berada dalam situasi ini, aku keluar dari situasi ini juga tapi semuanya butuh waktu," lanjutnya. 

Phoebe melirik tangannya yang digenggam oleh John, melirik John yang terlihat memohon. Entah kenapa, dia merasa sangat jijik mengingat suaminya itu baru saja bercengkerama dengan wanita lain, membuatnya segera menarik tangannya. 

"Selama kamu dengan dia, jangan pernah sentuh aku!" ucapnya dengan ketus. 

"Tapi jangan tinggalkan aku," sahut John. 

Phoebe memalingkan wajahnya, enggan menanggapi John yang terlihat memohon. Baginya, permohonan itu sudah tidak berarti lagi untuknya karena suaminya itu tetap menjalin hubungan dengan selingkuhannya. 

Drett ... Drett ... 

John meraih ponselnya dari saku celana, kemudian melihat ada panggilan masuk dari sekretaris. Dia pun segera menjawab panggilan itu. 

"Hallo, Camille?"

"Pak, ada sedikit kekacauan di kantor. Anda harus segera datang ke sini," ucap Camille dari telepon. 

John menghembuskan napas kasar, lalu menyibakkan rambutnya ke arah belakang sambil berkata, "baiklah, saya akan ke sana."

Sambungan telepon itu terputus. John melirik Phoebe yang masih menangis. Dia hendak mengusap air mata istrinya itu namun sang istri segera menghindar. 

"Aku bilang jangan sentuh aku!" Phoebe menegaskan. 

"Okay ..." John menghela napas dengan pasrah, kemudian beranjak berdiri. "Aku sayang kamu ... Sampai kapanpun kamu sayang kamu dan tidak akan menceraikan kamu. Kamu hanya perlu fokus pada kewajiban mu sebagai istri, lalu menjaga kesehatan mu. Aku tidak ingin terjadi hal buruk pada calon anakku ... Kamu tetap yang utama untukku selamanya." 

"Bulshit..." lirih Phoebe. 

"Aku akan kembali ke kantor untuk urusan penting. Aku akan kembali secepatnya, lalu kita ke dokter untuk memeriksakan kehamilan mu," ucap John kemudian segera meninggalkan kamar. 

Phoebe melirik John yang perlahan berlalu dari pandangannya karena sudah keluar kamar. Dia pun kembali merasakan sakit hati yang begitu dalam, tidak bisa membayangkan bagaimana dia akan tenang sedangkan suaminya mencintai wanita lain, dan mungkin saja di luar sana diam-diam bertemu dengan wanita itu. Dia merasa hari ini seperti mimpi buruk untuknya, menghadapi kenyataan yang tidak ingin dihadapi oleh semua istri di dunia ini.

___ 

Matheo berdiri di dekat pintu kamar kosong yang juga ada di lantai atas, berdampingan dengan kamar Phoebe. Dia terdiam dengan tatapan tajam, mengepalkan tangannya seolah ingin memukul John yang baru keluar kamar namun tidak menyadari keberadaannya. 

'Dasar pria gila, brengsek ... Aku tidak akan biarkan dia bertindak semena-mena pada kakakku. Aku tidak akan biarkan kakakku menderita di sini! Aku bahkan tidak butuh harta darinya lagi karena hanya akan merendahkan aku dan kakakku!' 

Matheo begitu emosi, namun hanya bisa menahannya dan berbicara dengan dirinya sendiri dalam hati. Ternyata dia mendengar percakapan antara Phoebe dan John yang sungguh membuatnya sakit hati sebagai seorang adik dari kakak perempuan satu-satunya itu.