webnovel

MY BADBOY BOYFRIEND

Toxic Relationship 17+ Banyak Kisah Romantis Anak Muda di dalam novel ini. Jangan bosan, jangan khawatir semua akan memiliki ending yang sesungguhnya. Hehe, wkwkkw. Happy Reading! Salah satunya. Tidak ada cinta sejati saat masih remaja yang ada adalah cinta monyet. Menurut Manurios tidak perlu adanya keseriusan dalam menjalin hubungan. Dengan wajah tampan serta kemewahan miliknya, ia mampu memikat para gadis. Meski mendapat julukan Badboy, playboy. Manurios akan tetap menjadi idola para cewek di sekolah. Manurios tertarik dengan seorang gadis yang bernama Nara. Cewek jutek, judes belum lama ini menjadi wakil Ketua OSIS. Gadis itu mengenal dengan jelas siapa Manurios. Ketika dia dalam masalah Manurios selalu ada untuknya, membantunya, menemaninya. Ternyata mereka adalah teman dari kecil, pada akhirnya mereka dijodohkan. Namun, Nara menolak karena Manurios tidak pernah serius dalam menjalin hubungan. Lambat laun keduanya saling dekat, saling gengsi tapi perhatian satu sama lain. Apakah mereka akan saling mencintai? Lalu bagaimana kisah selanjutnya? Baca yuk!

inak_sintia · perkotaan
Peringkat tidak cukup
265 Chs

Bab 17. Belum Tahu Sebabnya

"Liat deh, Nara bareng sama Manu nggak biasanya kan." cibir Andin, Gea dan 2 gadis cantik barisan mantan Manu. Mereka melihat kedekatan Manu dan Nara sekarang.

"Gue jadi pengen." ujar Gea.

"Apa mereka jadian? Yang gue tau sih Nara itu susah dideketin sama cowok. Apalagi modelnya kayak Manu." cibir Andin.

"Heh. Manu aja ganteng banget gimana Nara bisa nolak. Ya nggak sih." sahut Ella.

"Tetep enggak. Mereka pasti cuma temen biasa. Diliat dari wajah Nara sekarang, tetep aja asem. Kagak ada senyum bahagianya." ujar Andin.

"Udah ah ghibah nya mending masuk ke kelas." reda Gea. Ada Debby lewat pasti bakal mendengar percakapan mereka.

***

Kelasnya berisik ditambah teman satu bangkunya juga tidak mau diam. Membuat kepalanya sakit. Adel tipe cewek bawel dan asik tapi kadang kalau kelewatan membuatnya jengah.

"Nara," panggil Adel.

"Em." respon Nara, malas sekali.

Arina yang masuk kedalam kelas pun sangat acuh pada Nara, tak saling menyapa. Arina pindah ke kursi belakang. Hanya karena cowok mereka bermusuhan seperti ini. Mengenaskan.

"Kalian kenapa sih? Marahan." tanya Adel.

"Udahlah gue pusing." jawab Nara.

Adel merasa seperti ada yang Aneh, apa mungkin Nara tahu bahwa Arina menyukai Manu. "Jangan-jangan mereka abis ribut? Huh" gumam Adel.

Gadis itu harus menyelesaikan masalah kecil ini, persahabatan mereka lebih penting dari apapun. Arina, Nara sama - sama keras kepala. Tak ada yang mau mengalah apalagi sampai menyelesaikan masalah. Yang ada malah ribut lagi.

Adel menghampiri Arina, memang benar Arina juga salah dalam hal ini. Arina terlalu ingin membalaskan kekesalannya pada Nara. Namun, soal Manu. Arina hanya naksir, ya siapa sih yang tidak tergila-gila dengan Seorang Manu.

Ah begitulah.

Bla bla bla Adel menjelaskan, mengingatkan Arina. Dimana mereka dulu selalu bersama, tidak pernah pisah. Dan sekarang hanya karena cowok? Mereka seribut ini. Bermusuhan, alangkah dangkal sekali otak mereka.

Adel yang otaknya dibawah rata-rata saja pintar dalam hal seperti ini, menengahi sahabatnya yang sedang di ujung tanduk.

Arina pun mendengarkan perkataan Adel, ada benarnya sahabat memang lebih penting dari hal apapun.

Setelah selesai dengan Arina, gantian Nara yang diberikan pencerahan. Adel sangat sabar, tidak peduli mulutnya lelah. Orang banyak omong tiap harinya. Nara masih menopang dagu melamun menatap ke arah dinding.

Nara mendengarkan ocehan Adel, hatinya tersentuh ketika mendengar Persahabatan itu penting daripada cowok. "Nggak malu apa, udah gede masih musuhan kayak anak Esde. Malu nara malu." ujar Adel.

"Emm," respon Nara masih seperti itulah.

"Masih mau marah sama Arina? Perlu gue yang marah sama kalian berdua, hm?" tanya Adel, serius. Adel benci masalah sepele ini yang dibesar-besarkan oleh mereka.

"Ihh Adel, masih males gue tuh." 

"Huh, dasar egois. " ujar Adel.

****

Sesampainya di kantin bersama Deby, Manu memesan makanan seperti biasa. Ketika melihat Nara bersama Gevan ke kantin. Rasanya Manu kesal sendiri, bahkan melirik sinis ke arah mereka.

"Manu?" panggil Deby.

"Kamu fokus dong, ngapain liatin orang makan?" ujar Deby.

"Iya." ucap Manu.

"Nanti gimana? Jadi nemenin aku ke mall?" Deby menagih janji Manu padanya kemaren, untuk hari ini full time mereka berdua.

Manu menggaruk bagian leher belakang "Kita liat nanti ya." jawabnya.

"Kok gitu sih. Jadi apa enggak?" tanya Deby.

"Jadi jadi." jawab Manu.

"Nah gitu."

Manu masih diam, rasanya ingin sekali cepat-cepat pulang memberikan timpukkan hujatan untuk Nara. Sepertinya Manu cemburu melihat Nara dengan cowok lain. "Ayo kita ke kelas." ujar Deby setelah menyelesaikan jam istirahat bersama Manu.

"Em." respon Manu seraya menganggukkan kepalanya, meraih tangan Deby lalu menggenggamnya.

***

Brakk..

Pintu tertutup rapat dan sengaja dikunci sampai Nara terkejut apa yang dilakukan oleh Manu. Cowok itu benar-benar tidak waras, sampai berani mengunci diri di dalam perpustakaan.

"Apaan si lo nu, pake acara ngunci pintu." cetusnya kesal, setelah menutup buku yang baru saja ia baca.

"Mau baca buku, biar fokus. Nggak ada yang ganggu." jawab Manu sembari menaikkan satu alisnya.

"Awas lo macem-macem sama gue!" peringat Nara. Manu tidak peduli dengan peringat cewek polos dihadapannya ini.

"Lo fikir gue peduli?" Manu pun mengambil asal buku yang ada di atas rak.

Nara menjaga jarak ketika Manu mengikis kedekatan mereka.

"Deketan sini," pinta Manu, membuat Nara menarik nafas dan menghelanya kasar.

"Ogah!" elaknya.

Manu semakin mengikis jarak mereka, bibirnya itu tujukan pada leher belakang Nara. Dengan sengaja Manu mengendus-ngendus leher Nara. Kurang ajar bukan? Itulah Manu yang seenaknya sendiri.

"Mau gue tampol pake buku atau pake kamus korea ini? Hm? " ujarnya.

Manu tidak mempedulikan Nara, toh tubuh Manu lebih besar dari gadis itu. Kemudian tangan kirinya menahan tengkuk gadis itu, bibir Manu mengarah ke bibir ranum Nara yang indah tanpa polesan apapun. "Lo gila Manu!" cetus Nara. Ia geram dengan tingkah laku Manu yang semena-mena dengannya. Nara bukan gadis murahan.

"Sorry. Gue kelepasan." lirihnya menunduk. Sejak pertama kali bertemu sudah ada rasa bucin, makin dekat makin bucin pula perasaannya.

***

Sepulang sekolah Nara sibuk memasak, meski belum pintar dalam hal kecil ini. Nara akan belajar sendiri sembari melihat youtube. Duh. Entah rasanya akan bagaimana dia tetap berusaha, lagi pula di rumah sering di ajarkan oleh sang bibi. Jadi tinggal di apartemen tanpa orang tua bisa dia jalani.

"Sulit juga ya." gumannya memasak ayam.

Beberapa menit. Akhirnya ia menyelesaikan masakannya. Setelah membersihkan tangan. Ia menuju ruang tengah dimana Manu tengah tertidur pulas. Hari ini panas sekali, sampai Manu bertelanjang dada.

Nara menghampiri cowok itu agak ragu membangunkan manusia ini. Tapi, sejak pulang sekolah tadi Manu belum makan. Nara mengumpulkan rasa beraninya. Apa Manu akan marah? Walaupun emosinya sampai ubun-ubun Nara memiliki hati yang lembut.

"Manu bangun." panggilnya lirih seraya tangan mengguncang badan cowok itu pelan.

"Manu, ayo bangun." ujarnya lagi, belum ada respon dari Manu.

"Eum, apa!" jawabnya. Dengan berusaha membuka mata sambil mengusap wajahnya kasar, tubuh putih, atletis menggoda para gadis termasuk mata Nara. Munafik kalau tidak melihat pemandangan indah yang tertera di depan matanya.

"Ayo makan dulu, maap lama." kata Nara begitu santai.

Akhirnya mereka makan bersama. Rasa masakan tidak terlalu buruk tetapi entah bagi Manu. Namun nyatanya tidak ada komentar apapun malah melahap makanan tersebut dengan senang hati. "Mantap, kalau setiap hari kayak gini setelah lulus langsung gue nikahin lu." ucap Manu.

"Btw. Otak lu nggak ke bentur kan?" tanya Nara. Diiringi tatapan sinis untuk ke sekian kalinya. "Orang kalau ngomong nggak mikir dulu, siapa juga yang mau nikah sama lo." cetusnya.

"Ya jelas aja. Orang tua kita udah jodohin dari sekarang. Terus tinggal di mansion mewah begini hanya berdua, mereka benar-benar percaya sama kita. Masa iya lo nggak bakal cinta sama gue,"

"Sialan." Nara malas meresponnya. Lebik baik selesaikan makan dan lanjut mengerjakan tugas.

*****

"Manu ..." teriak Nara.  Menunggu Manu yang menumpang mandi di kamarnya.

"Kesel gue, padahal di kamar tamu ada kamar mandi. Masih aja numpang di kamar gue! Sengaja apa gimana sih?!" gerutunya kesal.

"Apaan si nyai, berisik banget!" kata Manu setelah keluar kamar mandi. Hanya menggunakan handuk seperti biasa. Nara suka pemandangan ini.

"Nyai, apaan sih?!" ketus Nara

"Lagi PMS? ketus amat sampe muka muka juga tuh ketus." ledek Manu, dengan mempercepat langkahnya keluar kamarnya Nara sebelum gadis itu melemparnya dengan vas bunga.

"Hahaha."tawa Manu, ketika melihat Nara semakin kesal.

"Gila tu orang stress gue lama-lama. Huh." gumamnya kemudian membersihkan diri. Berendam, keramas, menikmati lagu kesukaannya.

"Manu, anjrittt lu ngapain di sini woy!" pekik Nara yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk pendek miliknya. Ia lupa kalau bathrobenya basah.

"Waw, mulus." matanya melihat pemandangan yang membuatnya betah. Manu ingin menerjang tubuh gadis ini.

"Keluar nggak sekarang, ih gue mau ganti baju!" cetusnya.

"Nggak mau." elaknya, cowok itu semakin mengikis jarak antara mereka berdua.

"Manu stop! " peringat Nara sembari menutupi belahan dadanya. Bahaya jika mereka berdua dikamar. Apalagi Manu bukan orang baik-baik, bisa saja itu akan terjadi. SLEPETAN.

Duh duh.

"Apaan sih, orang gue mau ngambil pembersih muka." Manu sengaja membuat Nara ketakutan. Padahal dirinya hanya mengambil Garnier Men miliknya.

"Huft." helaan nafas panjangnya melegakan jantung yang hampir copot.

Cowok itu keluar dengan kedipan satu mata. Sialan, Nara lebih ketat lagi. Kunci kamar setiap mau mandi dan tidur. Bisa jadi makhluk astral yang ada di dalam tubuh cowok itu kian menggaganas.