"Kenapa kau mempekerjakan banyak orang untuk menjagaku?" Lova bicara setelah ia selesai mengenakan kembali pakaiannya yang tadi dibuang acak oleh Aeden.
"Aku hanya memastikan kau tidak kabur." Aeden masih berada di atas ranjang, memperhatikan Lova yang sekarang berbalik melihat ke arahnya.
"Aku tidak akan pergi kemanapun. Sebelum kau bosan padaku aku tidak akan pergi."
"Kalau begitu kau tidak harus risih dengan mereka."
"Aku tidak suka diperlakukan seperti tahanan. Berbelanja diikuti oleh mereka seperti aku teroris yang akan meledakan mall saja. Aku hidup bebas sebelumnya, dan aku tidak ingin kebebasanku terkekang."
"Kebebasan macam apa yang kau maksud itu?"
"Aku memiliki galeri yang harus aku urus. Aku ingin bekerja tanpa ada orang yang mengikutiku. Aku tidak akan kabur kemanapun. Kau bisa menanamkan chip pelacak jika kau tidak percaya padaku."
"Ah, jadi kau seniman." Aeden mengetahui sedikit tentang Dealova, "Seniman memang pencinta kebebasan." Aeden turun dari ranjang dengan tubuh telanjangnya. Ia mengenakan kembali pakaiannya. "Aku hanya membutuhkanmu pagi dan malam, waktu siangmu terserah mau kau gunakan untuk apa tapi ingat, akulah yang utama untukmu. Sekalipun kau kabur, aku akan menemukanmu."
"Kau adalah orang yang membuat hubungan tak normal itu berakhir, jadi aku akan membalasmu dengan baik."
"Baguslah. Kau aman besok, aku memiliki pekerjaan. Dan besok siangnya kau harus menemani aku menonton pertunjukan musik Lovita. Ah, aku masih marah jika mengingat apa yang tua bangka itu lakukan."
"Aku akan melakukan seperti yang kau katakan."
"Baguslah." Usai mengatakan itu, Aeden keluar dari kamar Dealova. Ia hanya datang pada Dealova untuk menikmati tubuh wanita itu bukan untuk tidur bersamanya dengan kedua tangan memeluk. Aeden tidak akan pernah melakukan itu. Dia menghindari segala cara untuk jatuh cinta. Aeden menolak percaya pada siapapun, termasuk mempercayakan hatinya. Pengkhianatan yang telah terjadi pada orangtuanya membuatnya menjadi pribadi yang tidak bisa percaya pada orang lain kecuali 3 sahabatnya. Hanya 3 orang itu yang bisa dipercaya oleh Aeden.
♥♥
Lova masuk ke galerinya. Seorang penjaga yang bekerja untuknya telah berada di dalam galeri.
"Ada kiriman untukku, Timmy?" Ia bertanya pada seorang pria yang menjadi asistennya. Hanya ada satu pekerja di tempat ini, hanya Timothy yang ia panggil Timmy.
"Ada, Lova." Pria itu memberikan sebuah bungkusan.
"Apa Ketua S01 yang mengantarnya padamu?"
"Hm. Dia menyamar sebagai seorang sales untuk memberikan berkas itu."
Dealova meraih berkas yang diulurkan oleh Timmy, "Terimakasih, Timmy."
"Sama-sama, Lova."
Lova segera melangkah, ia menekan sebuah tombol di dekat lukisan lebih tinggi dari tubuhnya dan masuk ketika lukisan itu bergeser. Ruangan rahasianya adalah tempat yang paling ia sukai di galeri miliknya.
Ia meletakan berkas yang sudah ia tahu apa isinya. Semalam ia dihubungi oleh ketuanya dan berkas itu adalah misi berikutnya. Agen A03 akan datang untuk melihat berkas itu.
♥♥
Malam ini adalah malam yang paling baik bagi Dealova. Dia tidak harus kembali ke kediaman Aeden karena pria itu tidak ada di rumah. Lova tidak akan membahayakan nyawanya dengan tak mengatakan apapun tentang ketidakpulangannya pada Aeden. Dia sudah menghubungi Aeden dan mengatakan jika dia akan tidur di kediamannya malam ini. Tak ada alasan bagi Aeden untuk menolak karena dia juga tidak ada di rumah itu, lagipula Aeden bisa memastikan keberadaan Lova. Dia sudah memasang alat pelacak di ponsel Lova.
Lova telah menyelesaikan rakitan bomnya. Ia segera pergi ke sebuah tempat yang membuatnya penasaran.
Tempat itu sudah sangat dikenali oleh Lova. Meski si pemilik tempat telah dipenjara tapi Lova tetap saja penasaran dengan sebuah tempat yang belum sempat dia pecahkan karena Ketua S01 sudah memecahkan misi itu terlebih dahulu.
Langkah kaki Lova tak terdengar sama sekali. Ia sudah mematikan kamera pengintai yang ada di tempat itu. Lokasi penyimpanan Bastive Group berada di Bastive Group lantai 46. Disana dalam ruangan pribadi CEO. Dalam ruangan itu terdapat ruangan rahasia dan di dalam ruangan rahasia itulah terdapat tempat penyimpanan yang ingin dipecahkan oleh Lova.
Sampai di ruangan rahasia yang pintunya adalah sebuah kaca satu arah. Untuk orang-orang seperti Lova yang mengerti tentang ruang-ruang rahasia, tak akan mudah mencari pintu rahasia disana. Ia memasang alat yang sudah ia buat di pintu baja ruang penyimpanan itu. Selesai memasang, Lova menjauh dan menekan sebuah tombol yang membuat suara ledakan terdengar cukup nyaring. Alat peledak yang Lova pasang hanya menghancurkan objek yang ia pasang alat peledak bukan menghancurkan seisi ruangan.
Lova mendekat, sebuah lobang besar berbentuk bulat tercetak di pintu baja. Dengan mudah Lova masuk ke dalam sana.
"Hell! Orang ini ternyata sakit jiwa!" Lova memaki. Ia merinding karena isi dalam ruangan itu.
Terdapat banyak mayat yang telah diawetkan di dalam ruangan itu. Orang macam apa CEO Bastive group ini?
"Hukumanmu akan semakin berat, Mr. Bastive." Lova segera mengeluarkan ponselnya. Ia merekam penemuan yang ia dapatkan malam ini.
"Aku akan mengirimkan file padamu, Agen Q04. Rusak satelit untuk sementara dan tayangkan video yang aku kirimkan ke seluruh pertelivisan Columbia."
"Dengan senang hati aku akan melakukannya, D02."
Setelahnya panggilan diputus oleh Lova. Ia segera mengirimkan file pada rekannya, "Mati kau, Bastive sialan!" Lova tidak memiliki dendam pribadi pada penerus terakhir Bastive, dia hanya benci melihat pria penebar benih macam Bastive.
♥♥
Berita tentang Bastive membuat geger Columbia. Polisi dan kejaksaan segera menghentikan kegiatan Bastive group, mereka memeriksa tempat itu dan menemukan apa yang ditemukan oleh Dealova.
"Pekerjaanmu, Dealova?" Timmy bertanya sambil melihat tayangan yang Dealova tonton.
"Misi aliran dana Bastive group selesai." Dealova tersenyum tenang. Misi ini sudah benar-benar selesai. Lova bangkit dari tempat duduknya, "Aku harus segera pergi." Ia ingat jika ia harus menemani Aeden menonton Lovita. Sialan! Jika saja dia adalah wanita yang tak memegang kata-katanya, sudah pasti dia tak akan mau datang dan melihat Lovita. Lova tidak benci, dia hanya tidak suka melihat apapun yang mengingatkannya pada darah yang mengalir di tubuhnya.
"Kau mau kemana?"
"Konser musik."
"Ada kaitannya dengan misi Princess of the sun?"
"Tidak ada. Hanya menemani seseorang."
"Ah, kencan."
"Jangan asal bicara, Timmy. Aku bisa meletakan kepalamu karena kata-katamu barusan."
Timmy sudah biasa mendapatkan kalimat ini tapi sampai saat ini kepalanya masih aman. Mana mungkin juga Dealova akan meledakannya. Dia adalah satu-satunya sahabat nyata yang dimiliki oleh Dealova. Semasa hidup Dealova tak memiliki banyak teman, ia tak menjaga jarak, hanya saja ia tak terlalu dekat. Ini semua Dealova lakukan karena dia tak ingin ada orang yang tahu jika dia adalah seorang agen. Dealova bergabung dengan badan intelijen itu saat usianya 17 tahun. Tapi dia baru benar-benar terjun ke lapangan saat usianya 18 tahun.
"Baiklah. Selamat bersenang-senang, Agen D02."
"Ah, kau akan membuat penyamaranku terbongkar, Timmy." Lova memutar bolamatanya, "Jangan lupa kirimkan lukisan ke panti asuhan Halley."
"Aku akan segera mengirimkannya, Lova."
"Baguslah. Pastikan langsung diterima oleh ibu panti. Dan pastikan kau hati-hati. Bukti di dalam lukisan itu sangat penting untuk menghentikan pencalonan Jordan pada pemilihan walikota tahun ini."
"Aku akan menjaganya dengan segenap jiwaku."
"Kau memang harus melakukan itu. Aku pergi." Lova membalik tubuhnya dan pergi.
♥♥
Lova selesai mengganti pakaiannya, ia mengenakan gaun panjang berwarna hitam. Wajahnya sudah dilapisi dengan make up yang membuat wajahnya makin terlihat cantik.
"Kau tidak akan mempermalukan aku dengan penampilanmu yang seperti ini, Dealova." Aeden cukup menyukai penampilan Dealova. Terlihat cantik dan sexy.
"Sebaiknya kita pergi sekarang."
"Ya, tentu saja." Aeden menggandeng pinggang Lova dan membawa wanita itu keluar dari kamar Lova.
Sesampainya di sebuah gedung yang dipakain untuk konser orkestra, Aeden mencari keberadaan Lovita. Dan ia menemukan pianis yang sudah berada di tempatnya.
"Kalian bersaudara tapi kalian berbeda."
Dealova tak menanggapi apa yang Aeden katakan. Dia hanya menatap Lovita datar.
"Dia elegan dan pandai bermain musik. Kau? Biasa saja dan hanya seorang pelukis dengan lukisan berinisal 'D' pada ujung lukisannya."
Apa bagusnya bermain musik? Lova tak tertarik sama sekali dengan alat-alat musik itu. Dia lebih suka dengan ledakan dan misi.
"Mr. Marshwan." Seseorang menyapa Aeden.
"Oh, Mr. Demenza." Aeden membalas sapaan dari pria yang dia kenali itu.
"Rupanya anda juga menyukai pertunjukan musik seperti ini." Mr. Demenza memulai basa-basi.
"Musik bising sudah biasa aku dengar. Agar seimbang aku harus mendengarkan musik-musik seperti ini untuk menenangkan."
"Ah, benar." Mr. Demenza menyetujui ucapan Aeden, "Oh, ya, perkenalkan, Bryssa." Mr. Demenza memperkenalkan wanita yang ia rengkuh pinggangnya pada Aeden. "Dia sekertarisku."
"Ah, sekertaris." Aeden menganggukan kepalanya paham. Ia tahu jika sekertaris yang Mr. Demenza maksud jelas bukan mengandung artian lain. Tidak mungkin hanya karena seorang sekertaris wanita ini dibawa menonton konser mahal. "Aeden Marshwan." Ia memperkenalkan dirinya pada Bryssa.
"Dealova, wanitaku." Aeden memperkenalkan Dealova pada Mr. Demenza dan juga Bryssa.
"Baiklah, kalau begitu kami akan pergi ke tempat duduk kami. Selamat menikmati pertunjukannya, Mr. Demenza."
"Ya, tentu saja. Anda juga, Mr. Marshwan."
Aeden membawa Lova ke tempat duduk mereka. Tempat yang paling pas untuk melihat Lovita. Aeden tidak tergila-gila pada Lovita, dia sedang dalam misi untuk membuat Lovita melihat ke arahnya. Selama ini dia tidak pernah mendekati Lovita. Dia hanya pernah satu kali mengirimkan Lovita bunga itupun orang lain yang mengirimkannya.
Pertunjukan sudah mulai, beberapa lagu dimainkan dan kini tibalah bagian Lovita yang dibiarkan bermain sendirian. Nampaknya Lovita adalah primadona di orkestra ini.
Setelah pertunjukan selesai, dengan sengaja Aeden membawa Lova untuk bertemu dengan Lovita.
"Kau!" Wajah Lovita terlihat mengeras karena melihat Lova.
Lova tidak menanggapi Lovita. Dia hanya memasang wajah tenang tanpa ekspresi manis.
"Lovita Keandirysa." Suara itu membuat Lovita mengalihkan pandangannya dari Lova. Ia terhenyak. Dewa mana yang sedang turun ke bumi. "Aeden Marshwan." Aeden memperkenalkan dirinya pada Lovita.
"S-siapa?" Lovita mengingat nama ini. Nama yang pernah disebutkan oleh ayahnya.
"Pertunjukanmu bagus. Aku menyukainya." Aeden tak mengulang namanya. Ia mengeluarkan sedikit pujian.
"T-tunggu dulu. Kau pria yang berurusan dengan Daddyku, kan?"
"Ya. Aku pria itu. Ah, kau tidak menyapa adikmu?"
"Bisa kita pulang sekarang?" Lova terganggu.
"Ah, kau lelah, ya? Baiklah kita pulang. Sepertinya kami harus pergi, adikmu lelah." AEden membalik tubuhnya tanpa mendengarkan jawaban dari Lovita. Sudah, ia sudah cukup membuat Lovita tercengang. Hanya tinggal tunggu waktunya saja, ia yakin Lovita akan segera mendekat padanya.
"B-bagaimana bisa?" Lovita tak percaya ini. Ia pikir Aeden yang dikatakan ayahnya seorang mafia adalah pria yang menyeramkan. Tapi apa ini? Aeden adalah pria yang memenuhi semua kriteria untuk bersamanya. Dan Aeden juga membuat ia terpaku seperti ini. "Sial! Kenapa Lova diciptakan untuk merusak?!" Dan akhirnya dia menyalahkan Lova.
♥♥
Aeden mengantar Lova pulang, tapi ia tidak ikut masuk ke rumahnya karena ia memiliki janji untuk bertemu dengan teman-temannya di pub Cleopatra. Hiburan disana tentu menyenangkan mengingat banyak wanita cantik di tempat itu.
tbc