Aku menghampiri tubuh Sifeng yang meringkuk di tanah. Syukurlah, ia masih tersadar. Aku memapahnya dengan susah payah dan membawa dia ke mobil. Melupakan sejenak rasa sakit yang kurasa.
Kunyalakan mesin mobil dan secepat mungkin kami harus tiba di rumah sakit. Aku menatap sendu ke arah Sifeng yang meringis kesakitan di sebelahku.
"Tenanglah, Xiao Feng! Kita akan segera sampai di rumah sakit. Dan jangan kau cabut pisaunya! Karena akan menyebabkan perdarahan yang hebat jika kau cabut itu."
"Astaga! Akkhh ini sakit, Yu Ge! Aku sudah tak sanggup menahannya. Aarrgh!"
"Jangan banyak bergerak! Nanti lukanya bisa membesar. Atur napasmu, dan tenanglah! Tarik napas dalam-dalam, lalu keluarkan perlahan"
"Huph ... agh ... huph akh ... hump fiuh. Humph ... fuuhh. Huwakh! Kenapa jadi seperti orang yang mau melahirkan begini, Yushen?!"
Teriakan Sifeng baru saja, langsung membuatku tertawa.
"Aarrgghh ... ugghh... aahhh... akkhhh ... hosh ... hoshh!" Napas Sifeng semakin tidak beraturan. Sifeng berkali-kali bernapas melalui mulut.
"Hahaha, kenapa erangannya menjadi menjijikkan seperti itu, hah?"
"Terus bagaimana? Ini sungguh sakit, Yushen! Aakkhh!" erang kesakitan Sifeng kembali. Sifeng masih memegang pisau yang tertancap di perutnya.
"Bodoh! Yang terpenting atur napasmu! Atau kalau perlu pukul saja aku jika itu dapat melupakan rasa sakitmu, Sifeng. Tapi, kau harus tetap terjaga!" Aku memperingatkan adikku untuk tetap terjaga.
Sifeng terdiam sejenak, lalu mulai memukuli pundakku.
"Cepat, Yushen! Aarrgh, i-ini sungguh sakit!"
Sial! Kenapa jalanan harus macet di situasi darurat seperti ini. Baiklah, aku tidak boleh panik. Kalau aku panik, Sifeng akan lebih panik lagi.
"Yushen, cepatlah! Aku sudah tidak sanggup terjaga. Mataku semakin terasa berat, Gege!"
"Tidak boleh! Kau tidak boleh pingsan, Bodoh! Tenanglah dan mulai pikirkan hal-hal yang kau senangi. Aku tidak akan membiarkanmu tidur, Sifeng."
"Memang kau kira aku mau mati seperti ini. Mati karena tertusuk? Sungguh tidak berkelas, Yushen," gumam Sifeng lagi yang membuatku tersenyum simpul.
"Aku tidak akan membiarkan suatu hal yang buruk terjadi padamu lagi, Sifeng." Aku mulai mencemaskannya.
Sifeng menatapku sejenak.
"Tak kusangka, kau sungguh menyayangiku, Yushen Ge."
"Bukan seperti itu! Kalau kau mati sekarang, siapa yang akan membersihkan apartemenku lagi, hah? Dan siapa yang akan membayar uang sewamu selama kau tinggal di apartemenku kemarin, Sifeng?"
"Astaga! Jadi hanya karena itu?
Bahkan kau tidak pernah menggajiku saat aku jadi pembantumu, Yushen.
Kau memang kejam sejak dulu."
Aku hanya tersenyum cool seperti biasanya. Ini kulakukan agar Sifeng tetap terjaga. Aku tidak akan setega itu, bukan? Baiklah, aku memang kejam, kadang-kadang.
Sesaat kemudian, aku melihatnya muntah-muntah. Detik berikutnya, ia tidak sadarkan diri.
Aku mulai panik. Aku telah gagal mempertahankan Sifeng agar tidak pingsan. Kugenggam pergelangan tangan Sifeng, untuk memastikan denyut nadinya tetap stabil.
"Xiao Feng, kumohon bertahanlah untukku dan untuk ayah!" gumamku, yang tentu saja tidak dapat Sifeng dengar.
***
Tiga hari berlalu, Sifeng masih dalam keadaan koma setelah operasi pembedahan. Pisau itu menikam hingga tembus ke lambung Sifeng. Terjadi infeksi dan perdarahan di lambung.
Sejak saat ini, aku yakin bahwa seolah tubuh Sifeng itu selalu saja mengalami nasib buruk. Mungkin leluhurnya telah melakukan banyak dosa, jadi Sifeng yang harus menanggung karmanya. Mungkin saja.
Saat aku berkunjung ke ruang ICU tempat Sifeng dirawat. Aku menatap sendu ke arah Sifeng.
Ah iya, sebelumnya Sifeng juga mendapat transfusi darah dariku. Dan aku melakukan tes DNA dengan Tuan Zhang dan Sifeng, hasilnya 99,9% 'COCOK'.
Zhang Sifeng, anak laki-laki berandalan itu ternyata memang adik kandungku. Takdir yang membingungkan, bukan?
Kuusap lembut pucuk kepala Sifeng dan tentu saja itu juga untuk pertama kalinya. Saat aku hendak pergi, Sifeng menahan tanganku. Aku berbalik, kulihat matanya perlahan terbuka dan Sifeng melepaskan sendiri alat bantu pernapasannya.
"Yushen, kumohon jangan ke Amerika! Aku akan baik-baik saja jika berada di dekatmu. Sekarang aku punya keberanian untuk memulai dari awal. Aku berjanji tidak akan membuatmu kesal. Aku juga akan berubah, tidak lagi tempramental dan egois. Jadi, apa boleh aku memanggilmu 'Gege'?"
"Bodoh! Kau seperti sedang mengungkapkan cinta padaku, Xiao Feng. Baiklah, aku tidak akan pergi. Tapi kau juga harus berjanji akan kembali ke ayah, oke?"
"Aku mau asalkan bersamamu. Kita akan bersama mengembalikan kejayaan Zhang Group," ucap Sifeng, masih terdengar lemah.
"Dasar pembantu tidak tahu diri!"
Aku menatap Sifeng sambil tersenyum lembut ke arahnya. Senyuman yang sangat tulus.
Sejak saat ini, Sifeng sepertinya akan mengikuti ke mana pun aku pergi. Sifeng seperti permen karet, yang selalu menempel padaku. Astaga, sungguh merepotkan.
Setelah Sifeng pulih, kami sama-sama pulang ke rumah utama Zhang dan bekerja di Zhang Group.
Hubunganku dengan ayah juga perlahan membaik. Tapi anehnya, terkadang Sifeng masih belum percaya kalau dia anak kandung ayah. Bahkan, kami sudah menunjukkan hasil tes DNA itu pada Sifeng
Ah iya, mengenai kelima penjahat yang mencelakai Sifeng itu ternyata suruhan Nyonya Wang. Dan karena itulah Nyonya Wang dipenjara. Semua bukti didapatkan oleh Manager Huo.
Akhirnya, kami menjalani hidup sebagai adik dan kakak yang sesungguhnya. Ah tidak juga sebenarnya, karena Sifeng sebagai adik masih harus melayaniku sebagai kakak. Hahaha, aku juga masih suka menyuruh-nyuruhnya.
Dan sejak saat ini juga, aku berjanji pada diriku sendiri untuk selalu melindungi Sifeng dengan seluruh nyawaku. Karena Sifeng adalah satu-satunya adikku.
***
Aku ingin mencari keberadaan Zhishu yang tiba-tiba menghilang.
To be continued ....