webnovel

Piknik Bersama Howland Dan Aslan

Aslan dan Howland terdiam cukup lama memandangi Rosie yang sepertinya serius dengan pertanyaannya. Aslan tidak pernah berada di posisi secanggung ini. Ia menutup matanya berpura-pura tidur dan berharap setelah ia bangun nanti, percakapan aneh sang putri tak lagi berlanjut.

"Tapi, Ro … itu akan sangat canggung. Maksudku, aku sudah mengenal Aslan cukup lama dan tiba-tiba Aslan menjadi adik iparku? Rasanya agak sedikit aneh."

"Tapi jika diizinkan apa aku boleh menikah dengan Duke Aslan?" Rosie kembali bertanya.

Aslan merasa dirinya tidak bisa berdiam diri lagi. Keduanya berbincang seakan-akan tak ada dirinya di sana. Sepertinya Rosie juga tidak merasakan kecanggungan antara Howland dan Aslan, ia hanya sedang berusaha mengetahui respons kakaknya jika ia menikah dengan sahabatnya.

"Tuan Putri, pernikahan seorang anggota keluarga kerajaan tidak bisa semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi putri kerajaan seperti Anda. Saya yakin raja berserta keluarga Anda yang lain sudah memiliki kriteria tersendiri untuk suami Anda di masa depan," jawab Aslan.

Rosie juga sudah sangat tahu itu. Setelah banyak menonton drama serta membaca novel romansa historical, Rosie tidak terlalu terkejut akan hal-hal seperti itu. Maka dari itu sekarang ini Rosie sedang mencari celah untuk bisa menikah dengan Aslan.

"Jika itu Aslan …." Howland berpikir panjang. Wajah terlihat sangat serius memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan kepada adiknya.

Aslan adalah pria yang baik dan Howland mengakuinya. Namun seperti apa yang ia katakan sebelumnya, Aslan sangatlah dingin dan ia tidak ingin kehidupan pernikahan adiknya dingin.

Ia membayangkan Rosie akan dapat tertawa setiap hari dengan suaminya kelak dan sangat sulit bagi Howland membayangkan Aslan yang tertawa bersama adiknya.

Kepalanya terasa mau pecah untuk memikirkan jawaban apakah ia akan mengizinkan Aslan untuk menikahi adiknya atau tidak.

"Apakah pertanyaanmu tadi hanya bercanda?" tanya Howland memastikan kembali bahwa Rosie tidak serius memikirkan untuk menikah dengan Aslan.

Rosie tertawa sambil memukul pundak Howland. "Tentu saja itu hanya pertanyaan biasa, aku sama sekali tidak serius saat menanyakannya, ahahaha."

Melihat Rosie yang tertawa terbahak-bahak, Howland ikut lega dengan mengusap keningnya yang hampir berkeringat memikirkan jawaban pertanyaan Rosie tadi. Ia juga ikut tertawa merasa lucu dengan kekhawatirannya sendiri.

Howland menepuk pundak Aslan sambil memegangi perutnya yang mulai terasa sakit akibat terlalu banyak tertawa.

"Maafkan aku, Aslan. Aku tidak berniat mempertimbangkanmu terlalu lama. Aku hanya ingin yang terbaik untuk adikku tapi sejujurnya kalian berdua terlihat cocok satu sama lain." Jjawaban Howland membuat wajah Rosie berubah menjadi ceria.

"Benarkah=benarkah-benarkah-benarkah-benarkah?" tanya Rosie kelewat bahagia.

Ia menekap bibirnya merasa terharu oleh jawaban Howland meski pun ia tahu Howland menjawabnya hanya untuk menenangkan hati temannya agar merasa tidak tersinggung jika Howland menolaknya.

Howland mengangguk. "Kalian berdua juga terlihat cocok untuk menjadi kakak beradik"

"Kakak-beradik? Bukan suami dan istri?" tanya Rosie yang kehilangan semangatnya.

Howland menepuk kepala Rosie pelan. "Ahahaha, apa pun itu Roseanneku pasti bisa membawa cahya yang terang di kehidupan Aslan yang suram maka dari itu aku bilang kalian berdua akan sangat cocok menjadi apa pun. Tapi aku harap kalian bisa menjadi teman dekat di kemudian hari."

Rosie mengangguk layaknya gadis yang penurut. "Tentu! Aslan adalah teman dari kakakku, tentu saja aku harus juga menganggapnya seperti kakakku sendiri."

"Gadis pintar," puji Howland membuat Rosie tersenyum lebar.

Aslan yang sedari tadi duduk diam di tempat merasa aneh akan interaksi kakak beradik itu. Ia sama sekali tidak menangkap hasil akhir perbincangan mereka. Aslan bisa mendengar dua maksud yang berbeda dari keduanya.

Howland jelas tidak ingin Rosie menikah dengannya. Aslan bisa menangkap jelas maksud itu meski pun Howland membalutnya dengan kata-kata dirinya cocok dengan sang adik tetapi ia tahu Howland hanya ingin adiknya sekadar dekat saja dengan dirinya.

Sedangkan sang putri … Aslan meliriknya sebentar dan mendesah panjang. Senyum manis gadis itu terlihat seperti memiliki maksud lain. Aslan tidak tahu apakah itu niat jahat atau bukan tetapi Aslan berharap niat itu tidak ditujukan kepadanya.

Rosie menoleh ke arahnya membuat jantung Aslan berdebar cepat. Bukan, Aslan sama sekali tidak sedang jatuh cinta. Ia hanya merasa gugup mengapa tiba-tiba sang putri menggeser duduknya untuk mendekat ke arahnya.

Gadis itu mengangkat tangannya untuk menutupi mulutnya untuk berbisik, "Duke Aslan,jangan khawatir, aku akan mencari cara agar kita bisa mendapatkan restu Howland untuk menikah."

Seketika Aslan terbatuk kencang akibat tersedak oleh air liurnya.

"Oh, Aslan? Kau kenapa?" tanya Howland yang merasa heran mengapa temannya tiba=tiba terbatuk.

Rosie dengan sigap membantu Aslan dengan menepuk punggungnya pelan. Aslan tidak bisa berpikir. Ia tidak bisa berhenti terbatuk dan nafasnya semakin pendek.

"Howl, tolong tuangkan teh untuk Duke Aslan!" perintah Rosie yang ikut panik karena batuk pria itu tak kunjung mereda.

Howland pun mengeluarkan teko dan cangkir porselen dari dalam keranjang anyaman yang berisikan peralatan dan juga bekal piknik mereka. Ia menuangkan cairan hangat itu dan memberikannya kepada Rosie.

"Ini, Duke Aslan. Minumlah sebentar." Rosie memberikan secangkir teh kepada Aslan saat batuk pria itu mereda.

Wajah eksotisnya menjadi lebih gelap dan merah akibat tersedak. Rosie masih menepuk punggung pria itu memenangkan Aslan agar tidak lagi batuk. Aslan tidak ingin mengakui bahwa sentuhan sang putri di belakang punggungnya itu membantu dirinya kembali tenang dan sekarang ia bisa bernafas dengan normal.

Ia tidak menyangka, sebuah kalimat bisa hampir membunuhnya. Kalimat gadis itu jauh lebih tajam dari sebuah peluru senapan atau ujung tombak yang dipanaskan oleh api gunung berapi.

Aslan menyesap teh tersebut dan menghembuskan nafas panjang.

"Kau baik-baik saja, Aslan?" tanya Howland yang ikut khawatir akan kondisi temannya.

Aslan hanya mengangguk dan menurunkan cangkir tehnya. Rosie meraih cangkir teh tersebut dan meletakkannya di sampingnya.

"Apakah ada sesuatu yang mengganggu Anda?" tanya Rosie dengan wajah polos tak berdosanya.

Aslan menggeleng.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jawabnya dan kembali menyandarkan tubuhnya pada pohon di belakangnya.

Aslan kembali memejamkan matanya. Ia sama sekali tidak mengerti jalan berpikir sang putri. Memang sedari awal seharusnya dirinya tidak ikut campur dan membiarkan Howland dan diknya berbicara apa pun semau mereka.

"Aslan, tentang pesta besok malam…."

"Aku akan melakukan apa pun yang ingin kau lakukan. Aku telah mengikuti setiap petunjuk yang kau berikan," jawab Aslan masih sambil dengan memejamkan matanya.

Dengan itu Howland pun berhenti mengajak Aslan berbicara dan kembali beralih kepada sang adik. Perlahan, dengan menulikan dirinya sambil menikmati semilir angin siang itu Aslan pun tertidur di tempatnya.

***