webnovel

Pesta Duke Aslan

Rosie memperhatikan Aslan yang masih menatapnya dengan lekat. Alisnya terangkat dan dengan sengaja ia menurunkan gaunnya untuk mempertontonkan pundaknya yang lembut.

Aslan menghela nafas panjang kemudian meriah sebuah kertas dan membacanya seakan-akan tidak tertarik oleh apa yang sedang Rosie lakukan saat ini.

"Kenapa harus seperti itu? Padahal dengan membaca buku aku jadi tahu cara memuaskan seorang pria meskipun tidak memiliki pengalaman," kata Rosie pelan.

"Yang Mulia, pembicaraan kita sudah berada di luar jalur," ucap Aslan yang tidak ingin memberikan Rosie lebih banyak perhatian.

"Kenapa? Kau takut jika tergoda sehingga melakukan sesuatu yang tidak bermoral denganku?" bisik Rosie tepat di telinga pria itu.

Aslan berdiri dari kursinya kemudian meraih tangan Rosie dan memitingnya di atas meja. Rosie membelalakkan matanya terkejut karena ia tidak menyangka jika Aslan memberikan respons seperti ini. Ia menelan ludahnya dengan susah payah dan jantungnya berdebar sangat cepat saat Aslan memberikannya tatapan tajam.

"Yang Mulia, aku sudah memberikan toleransi tertinggi selama Anda berada di kastil ini. Anda adalah seorang putri kerajaan dan adik dari temanku. Maka dari itu aku telah berusaha semaksimal mungkin untuk menghargai Anda dan tidak mengusir Anda keluar dari kastilku. Namun ada beberapa hal yang tidak bisa aku toleransi, sikap Anda terhadapku sudah keterlaluan," ujar Aslan dengan suara rendah.

Rosie tadi hanya berniat menggoda Aslan tentang maksud kata tak bermoral yang pria itu sampaikan. Ia tidak tahu bahwa ia akan terbakar oleh api yang sedang ia mainkan.

"Anda tidak tahu apa yang bisa dilakukan oleh orang dewasa. Buku-buku itu hanya omong kosong." Aslan menurunkan pandangannya menuju bibir Rosie yang sedikit terbuka kemudian pundak Rosie yang terekspos. "Ini adalah peringatan terakhir. Hentikan permainan Anda sebelum Anda menyesal di kemudian hari."

Aslan membantu Rosie bangun. Gadis itu duduk diatas meja kerja Aslan dengan wajah merona dan jantung yang berdegup sangat kencang. Ia belum pernah mendapatkan perlakuan seperti itu sebelumnya.

Rosie selalu memiliki fantasi seperti ini saat membaca buku-buku dengan karakter pria yang dominan dan tak disangkanya bahwa adrenalinnya akan terpacu secepat ini.

Samar-samar Rosie masih bisa merasakan hangat tubuh Aslan di atas tubuhnya dan cengkeraman kuat pada kedua tangannya di atas kepalanya tadi.

Aslan membantu Rosie mengangkat kembali gaunnya yang Rosie turunkan tadi. Saat tangan pria itu tak sengaja menyentuh kulitnya wajah Rosie terasa semakin panas seperti terbakar. Ia tahu dirinya masih perawan tapi tak disangka oleh Rosie bahwa ia seputus asa ini untuk sebuah sentuhan dari Aslan.

Rosie berdeham untuk menghapus kegugupannya. Aslan membantu Rosie turun dari atas mejanya dan kembali duduk ke kursinya sendiri meninggalkan Rosie berdiri canggung di tempatnya.

"Um … te-tentang masalah kemarin. A-aku akan memaafkanmu," ucap Rosie yang tergagap.

Rosie yang merasa malu menutupi wajahnya dengan kedua tangan kemudian berdiri kembali ke sofa memunggungi Aslan karena ia tidak ingin Alsan melihat wajahnya yang memerah.

Di lain tempat, Aslan yang kembali sibuk dengan bacaannya, menggigit bagian dalam bibirnya untuk menahan diri untuk merasa sebuah emosi yang tak ingin pria itu rasakan.

Aslan tadi merasa kesal. Sangat-sangat kesal oleh sikap ceroboh dari sang putri yang menggodanya tetapi kali ini ia kesulitan menahan bibirnya untuk tidak tersenyum.

Aslan juga membalik kursinya untuk menunggu Rosie agar gadis itu tidak melihat senyumnya yang tak kuasa lagi ia tahan.

"Dasar orang aneh," gumamnya.

Suasana canggung itu baru berakhir saat pintu ruang kerja milik Aslan kembali dibuka dari luar. Howland kembali dengan membawakan beberapa kudapan lain.

"Eh? Kalian berdua belum saling meminta maaf?" tanya Howland yang melihat Aslan dan Rosie masih duduk saling memunggungi satu sama lain dna makan siang yang sudah disiapkan tidak disentuh sama sekali.

"Sudah."

"Sudah," jawab Aslan dan Rosie bersamaan.

"Lalu kenapa kalian berdua belum makan?" tanyanya mendekat ke arah sofa.

Howland mengernyitkan keningnya melihat wajah Rosie yang jauh lebih merah dari sebelum ia tinggal tadi. Otomatis ia mengulurkan tangannya untuk memeriksa suhu tubuh adiknya dan terkejut mendapati kening Rosie yang terasa hangat.

"Kau demam!?" tanya Howland panik.

Mendengar pertanyaan Howland yang panik, Aslan berbalik untuk melihat apa yang terjadi.

Rosie menggeleng cepat.

"Bukaaan! Aku sama sekali tidak demam!" jawabnya yang ikutan panik karena Howland akan kembali berdiri ingin memanggil dokter untuk memeriksanya.

"Tapi suhu tubuhmu lebih hangat dari biasanya, Roseanne! Wajahmu juga lebih merah dari orang normal!"

"Kau salah! Aku hanya kepanasan minum teh ini! Aku lupa belum mendinginkannya terlebih dahulu dan langsung meminumnya jadilnya lidahku sedikit terbakar," jawab Rosie seadanya karena ia tidak memiliki alasan lain.

Tidak mungkin Rosie menjawab karena ia sedang horny akibat perlakuan Aslan padanya tadi.

Apa kata dunia? Mau ditaruh di mana wajah Rosie nantinya?

Howland masih terlihat tidak yakin dengan jawaban Rosie tetapi adiknya itu tetap kukuh jika ia sedang tidak sakit. Howland hanya khawatir jika Rosie kembali sakit karena memaksakan diri untuk berolahraga tadi pagi.

Jika itu yang terjadi, howland tidak akan memaafkan dirinya sendiri karena teledor membiarkan adiknya yang memiliki fisik lemah untuk berolahraga. Seharusnya Howland bisa lebih tegas.

"Jadi, apakah kalian benar-benar sudah tidak menyimpan kekesalan satu slain?" tanya Howland saat suasana lebih tenang dan wajah Rosie tidak lagi semerah tadi. Kini Aslan ikut bergabung dan memilih duduk di sebuah sofa di depan Howland.

Ia melirik Rosie yang menunduk malu. Ia tidak mengerti apa lagi yang sedang kepala kecil itu siapkan untuk membuatnya kesal lagi nanti.

"Hm, aku sudah meminta maaf dan Putri Roseanne telah memaafkanku," jawab Aslan mewakili Rosie karena seperti Rosie tidak berniat untuk mengutarakan satu kata pun.

"Aku lega mendengarnya. Sejujurnya kau tidak bisa membela satu di antara kalian karena aku snagat tahu apa yang kalian inginkan. Aku tahu jika Aslan membenci hal-hal seperti itu dan Rosie yang sangat menyukai buku jadi wajar jika kalian kesal satu sama lain," kata Howland.

Ia melanjutkan, "Tapi sekarang kalian sudah menemukan jalan keluar dna mari kita lupakan kejadian kemarin karena malam ini kita akan merayakan hari jadi Aslan Montgomery menjadi seorang Duke of Westalis!"

Rosie dan Aslan hanya menganggukkan kepala mereka terlihat tidak tertarik dengan semangat Howland. Pria itu pun berdehem canggung akan suasana hening yang ia dapatkan. Mungkin terlalu cepat untuk keduanya kembali dekat, pikir Howland.

"Sekarang Rosie, makanlah. Kau harus mengisi perutmu agar tidak mudah lelah nanti malam," ujar Howland sambil mendorong piring makanan yang sudah disiapkan.

Howland menawarkan untuk meminta makanan yang lebih hangat tetapi Rosie dengan cepat menahannya. Siang itu kepala Rosie terus terngiang-ngiang dengan tubuh Aslan yang begitu dekat dengan tubuhnya. Dan tak terasa semua makanan yang ada di meja pun habis dimakannya.

Howland menatap kaget piring-piring kosong di depannya karena ini adalah pengalaman pertamanya melihat adiknya yang makan sebanyak ini. Howland ingin menghentikan tangan Rosie yang terus meraih makanan di depannya tetapi ia tidak bisa. Dia terlalu takut untuk berbicara.

Aslan hanya diam memperhatikan keterkejutan Howland. Mungkin jika Howland melihat bagaimana rakusnya Rosie makan saat ia mengajaknya keluar kastil saat itu mungkin lagi-lagi Howland akan pingsan akibat terkejut.

***

Malam pun telah tiba dan suasana kastil Montgomery semakin meriah. Rosie telah hadir di ballroom dan anehnya tak ada satu pun orang yang ingin mendekatinya.

Bukannya ia seorang putri kerajaan? Dan dari film-film yang sering di tontonnya, putri kerajaan selalu menjadi sumber atensi dari banyak orang.

Rosie mencoba mengingat detail tentang Roseanne Villiers tapi ia hanyalah tokoh sampingan yang tak pernah jadi topik pembicaraan jadinya Rosie merasa tersesat saat ini.

Saat undangan telah hadir semua, Rosie tak lagi memikirkan tentang keberadaannya yang tak dipedulikan oleh para bangsawan itu. Rosie hanya fokus mencoba mencari keberadaan Savannah yang akan menjadi pemeran utama wanita di cerita yang dibacanya,

"Savannah … Savannah … Savannah … di mana dirimu?" gumam Rosie.

Seharusnya Savannah dengan mudah bisa ditemukan. Mengingat saat ia bertemu dengan Howland pertama kali, pria itu terasa seperti sangat bersinar dan seharusnya sebagai tokoh utama wanita juga bisa bersinar terang di antara kerumunan itu.

Bahkan saat acara dimulai pun Rosie tidak bisa mencari Savannah. Ia hanya maju sebentar saat Howland memperkenalkan dirinya sebagai tamu kehormatan dan para undangan menundukkan kepalanya memberi hormat pada kakak-beradik keluarga kerajaan yang juga menghadiri pesta milik Aslan Montgomery.

Pesta itu terasa membosankan bagi Rosie karena ia tidak terbiasa dengan suasana aneh itu. Musik mengalun dan beberapa orang mulai berdansa sedang Rosie tidak tahu caranya berdansa. Mungkin jika melakukan joget gangnam style yang booming atau Asereje, Rosie masih bisa melakukannya.

Ia pun menyelinap keluar dari ballroom meninggalkan kakaknya dan juga Aslan yang sedang berbicara dengan pria bangsawan tua lainnya. Ia mengambil langkah cepat menuju taman dan mulai memakan potongan kue dan juga segelas wine yang ia bawa kabur.

Rosie mendongak ke atas untuk melihat bulan sabit sambil memasukkan sepotong kue besar ke dalam mulutnya dalam satu suapan. Pipinya sampai mengembung layaknya seekor tupai yang menyembunyikan dua buah biji pohon pinus ke dalam pipinya.

Pintu taman rumah kaca dikunci dari luar jadi lah Rosie hanya bisa duduk di bangku taman luar sambil memandangi deretan kereta yang membawa tamu undangan.

"Permisi, Madam. Apakah kau melihat kipas milikku?" tanya seseorang dibalik punggung Rosie.

Suara itu terdengar sangat merdu di telinganya. Seperti bunyi kicauan burung dan dentingan dua gelas champagne. Lembut dan renyah memberikan ketenangan di jiwa Rosie yang sedari tadi tersesat.