webnovel

Keriuhan Sarapan

Pagi tiba tapi Rosie terasa sangat lelah. Ia tidak bisa tidur semalam memikirkan apa yang terjadi semalam. Aslan dan dirinya berada di jarak yang sangat dekat. Tidak pernah ia sebelumnya sedekat ini dengan seorang pria sebelumnya.

Eh .. Mungkin bersama Bryan beberapa kali bergandengan tangan dan berpelukan tetapi … rasanya bersama Aslan tadi adalah sesuatu yang sangat berbeda.

Rosie sudah berusaha untuk melupakan kejadian itu dengan membaca buku tetapi buku yang dibacanya justru buku novel romansa yang membuatnya membayangkan bahwa dirinya dan Aslanlah yang sedang menjalani kisah di buku tersebut.

Beberapa kali Rosie juga menutup matanya sambil menghitung domba tetapi hingga angka ke-400, gadis itu pun menyerah.

Hingga kamarnya diketuk pun Rosie hanya bisa melamun. Sarah dan ketiga pelayan lain muncul membawakan peralatan mandinya.

Rosie menurut tanpa banyak protes. Setelah membersihkan tubuhnya dan mengenakan gaun yang lebih baik, dokter yang menangani lukanya kemarin kembali untuk menggantikan perban di lututnya.

Rosie memperhatikan Sarah dan yang lain lekat-lekat. Wajah mereka terlihat segar meskipun kantung mata terlihat sangat jelas..

"Kalian baik-baik saja?" tanya Rosie.

Sarah tersenyum simpul. Sepertinya sisa kesedihannya yang kemarin sudah hilang tak tersisa.

"Kami baik-baik saja, Tuan Puri."

"Duke Aslan tidak menghukum kalian?"

Sarah menahan diri untuk tidak tertawa kecil. "Tidak, Tuan Putri. Duke Aslan hanya menegur kami saja untuk tidak melakukan kesalahan yang sama."

Rosie menoleh ke arah Sarah sekali lagi. "Benarkah? Pria itu tidak menghukum siapa pun kan?"

Sarah menggeleng. "Semua ini berkat bantuan Anda. Duke Aslan bilang tanpa permintaan Anda mungkin kami semua sudah kehilangan pekerjaan kami."

Rosie menekap mulutnya tak percaya. Tadi malam pria itu bilang jika ia akan terus memegang teguh pendiriannya. Rosie pikir Aslan akan tetap menghukum mereka. Rosie sudah siap-siap untuk meminta maaf kepada para pelayan yang menanganinya jika hal itu terjadi.

Senyum cerianya terbentuk.

"Di manakah Duke Aslan sekarang?" tanya Rosie yang berniat untuk menyampaikan rasa terima kasihnya.

"Saat ini Duke Aslan sedang sarapan di aula makan. Sarapan Anda sedang dipersiapkan."

"Aku akan menemui Duke Aslan sebentar."

Rosie meminta Sarah berhenti menyisir rambutnya kemudian keluar meninggalkan kamarnya. Ia masih ingat jalan menuju aula makan. Ia menoleh ke belakang dimana ketiga pelayan tersebut dan dua pengawal lain berjalan di belakangnya.

Sejak kejadian kemarin jelas Rosie tidak bisa menikmati waktu luangnya sendiri. Itu adalah konsekuensinya. Seorang penjaga pun membukakan pintu aula makan.

Aslan mendongakkan kepalanya dari makanan di depannya untuk melihat siapa yang datang mengganggu sarapannya. Melihat sang putri yang tiba dengan senyum lebar membuat nafsu makan pria itu hilang seketika.

"Oh Dewi Gaia, beri aku kekuatan," gumam pria itu yang kemudian menghapus sisa makanan dari mulutnya.

Aslan berdiri untuk menyambut kedatangan sang putri.

"Selamat pagi, Yang Mulia."

Rosie bergegas mendekat. "Selamat pagi, Duke Aslan. Semoga pagi Anda ceria hari ini."

Aslan hanya mengangguk. Bagaimana bisa ia mendapatkan pagi yang ceria saat hal pertama yang ia temui di pagi hari adalah orang yang membuatnya tidak bisa tidur semalaman.

"Duke Aslan, aku dengar Anda tidak jadi menghukum para pekerja di sini kan?"

"Tidak, Yang Mulia."

Rosie bertepuk tangan kegirangan. "Wah … terima kasih banyak! Aku tahu Anda bukan pria sejahat itu."

Aslan melirik Rosie sebentar tetapi ia tidak memberikan respon apaa-a. Ia menarik kursi untuk gadis itu dan Rosie menerimanya dengan senang hati.

"Maaf, Yang Mulia. Saya ada keperluan lain. Pelayan Anda akan menyiapkan sarapan Anda sebentar lagi."

Dengan cepat rosie menarik tangan pria itu untuk tidak pergi. "Tapi aku baru tiba."

"Ada pekerjaan yang tidak bisa saya tinggal."

"Tapi sarapan Anda belum habis," tunjuk Rosie pada piring yang baru habis setengah.

Aslan dengan sopan melepaskan kaitan jemari Rosie dari pergelangan tangannya. "Maaf, yang Mulia. Saya izin meninggalkan aula."

Aslan terus berjalan tanpa mendengarkan beberapa panggilan Rosie untuk menemaninya sarapan sebentar.

Pintu aula makan kembali ditutup, Rosie hanya bisa cemberut melihat kepergian pria itu. Ia memang sudah terbiasa makan sendiri. Ia bukan anak manja yang setiap makan harus ditemani. Hanya saja, ada banyak hal yang ingin Rosie perbincangkan dengan pria itu.

Mulai dari bertanya mengapa pria itu berubah pikiran, atau kapan kakaknya akan pulang, hingga apa yang pria itu rasakan saat ini?

Sarapannya telah tiba dan Rosie menyantapnya dengan pelan. Para pelayan dan pengawal yang bertugas menjaganya berdiri di belakang sambil menunggu gadis itu menyantap sarapannya.

"Kalian sudah makan?" tanya Rosie tanpa menoleh ke belakang.

Sarah menoleh ke arah sampingnya dan para pelayan di sana hanya mengedikkan bahunya tak merasa diajak berbicara oleh sang putri.

"Aku bertanya kepada kalian semua, kalian sudah sarapan?" tanya Rosie sekali lagi dan kali ini gadis itu menoleh ke belakang dengan senyum simpul penuh arti.

"Be-belum, Yang Mulia." jawab Sarah mewakili teman-temannya.

"Kalau begitu duduk bersamaku dan minta pelayan yang lain menyediakan makan. Kalian akan menjagaku seharian penuh kan?"

"Eh?"

Sara melambaikan tangannya menolak undangan sang putri. Bukannya ia tidak lapar. Namun tidak sopan untuk makan bersama seorang putri kerajaan di atas meja yang sama.

Melihat penolakan Sarah dan pelayan yang lain, Rosie meletakkan garpu serta pisaunya. Gadis itu meraih kedua pundak Sarah untuk duduk di kursi sampingnya.

Ia juga menyeret dua pelayan lain untuk duduk di kursi yang lain. Begitu juga dua pengawal yang berdiri canggung di belakang. Mereka menempati kursi di seberangnya.

"Sa-saya tidak bisa, Yang Mulia. Ini adalah kursi milik Duke Montgomery," ujar seorang pengawal yang kembali berdiri merasa tidak layak untuk duduk di sana.

Rosie menekan pundak pria itu lebih keras sehingga ia kembali terduduk di kursi yang sudah Rosie berikan.

"Tidak ada Duke Aslan di sini. Pria itu sudah pergi entah kemana. Temani aku sarapan," ujarnya merasa kesal karena mereka terasa sangat kaku.

Rosie pun memerintahkan pelayan lain untuk menyediakan sarapan untuk para pelayan dan pengawalnya.

Aslan yang kebetulan sedang melewati pintu aula makannya merasa aneh karena tidak melihat penjaga pintu. Telinganya menajam mendengarkan beberapa denting peralatan makan dan tawa yang membahana.

"Siapa yang pagi-pagi seperti ini membuat keributan?" tanyanya bingung.

Ia membuka pintu aula makannya sedikit dan melihat aula makannya menjadi tempat pesta dalam sekejap.

Di pagi hari, semua orang berkumpul di meja makan. Putri Roseanne berdiri di ujung meja makan sambil mengangkat gelas susu putihnya yang tinggal setengah dengan satu tangan lain merangkul bahu seorang pengawal yang memegang gelas jus jeruk.

Alisnya berkerut melihat semua orang melakukan cheers dan bersorak gembira. Entah apa yang gadis itu katakan, Aslan tak terlalu bisa mendengarnya karena keributan denting peralatan makanan dan sorakan para pelayan dan pengawal yang begitu heboh.

Aslan melangkah mundur dan menutup pintu tersebut. Jika ia masuk menunjukkan dirinya saat ini maka suasana yang meriah itu pasti akan rusak. Pria itu mengatupkan rahangnya. Ia tidak tahu apa yang ia kesalkan.

"Ini masih pagi," gumam pria itu yang kemudian pergi meninggalkan tempatnya berdiri.