webnovel

Bertemu Duke Aslan

Rosie berjalan menyusuri jalanan desa. Sepertinya malam belum begitu larut karena masih terdapat beberapa anak yang berkeliaran di jalan. Langkahnya terhenti melihat kegelapan jalan menuju hutan.

"Apakah aku harus mencari rumah nenek tadi saja ya?" gumam Rosie. Ia sendiri tidak punya uang untuk menyewa kamar di penginapan.

Gadis itu menggeleng cepat. Ia harus kembali ke kastil milik Aslan apa pun yang terjadi. Gadis itu melihat sekelilingnya dengan perasaan cemas, bulan tidak terlalu terlihat karena tertutup oleh awan. Rosie ingat betul ia hanya perlu lurus melewati hutan di depannya itu.

Untuk meredam rasa takutnya, Rosie mulai bernyanyi beberapa lagu yang ia tahu. Langkahnya semakin cepat saat angin berhembus membuat daun-daun bergesekan menimbulkan suara dersik.

Entah kenapa di keadaan seperti pendengarannya semakin tajam. Ia bisa mendengar suara derap kuda. Namun siapa yang berkuda malam-malam seperti ini di tengah hutan?

Rosie berlari secepat mungkin.

"Lurus. Lurus. Lurus." Hanya kata itu yang gumamkan tanpa berniat menoleh ke belakang.

Suara derap kuda itu semakin lama semakin mendekat dan cahaya terang memasuki indera penglihatannya membuat Rosie berteriak terkejut.

"KYAAA!!!!!!!"

Gadis itu jatuh terjerembab hingga berdebum ke atas tanah. Tubuhnya terasa sakit sekali dan ia tak berani menoleh ke belakang.

Sebuah tangan kekar menarik kerah belakang bajunya hingga ia kini kembali berdiri di atas kedua kakinya sendiri.

"Yang Mulia …."

Rosie mengenali suara itu!

Ia menoleh ke belakang melihat Aslan di depannya. Melihat wajah yang familiar Rosie pun memeluk pria itu erat. Tubuhnya bergetar ketakutan.

"Aslan … aku hampir mati ketakutan." ujar Rosie dengan suara yang bergetar.

Aslan mendesah panjang dan menyuruh pengawal membawa kuda yang dibawa Rosie untuk mendekat.

"Anda yang membawa Lily keluar?" tanya pria itu dengan tajam.

"Lily?"

Aslan melepaskan kaitan tangan Rosie dari belakang lehernya. Kuda coklat yang Rosie bawa tadi kini sudah berada di dekat Aslan.

"Kami menemukannya di depan rumah seorang penduduk dan kami tidak menemukan Anda di sana."

"Benar. Aku meminjamnya untuk keluar sebentar."

"Sebentar?" tanya pria itu dengan nada tinggi. Rosie mengernyitkan kepalanya merasa takut oleh bentakan Aslan barusan. Ini mengingatkannya saat manajernya di kantor sedang memarahinya.

Tanpa sadar Rosie menundukkan kepalanya dengan kedua tangan bertaut di depan tubuhnya. "Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi," balas Rosie penuh penyesalan.

Aslan memejamkan matanya sebentar. Ia melihat lutut Rosie yang terluka akibat terjatuh barusan. Gadis itu tidak bisa menunggangi kudanya kembali. Aslan pun mengangkat tubuh gadis itu dan meletakkannya di atas kudanya.

"Tuan?"

"Anda tidak bisa kembali sendiri seperti ini, Yang Mulia. Izinkan saya membawa Anda."

Wajah Rosie kembali ceria. Ia mengangguk kemudian Aslan naik ke atas kuda yang sama mengikutinya. Keduanya berkuda dengan cepat. Sepertinya pria itu ingin segera kembali ke kastilnya.

Setelah melewati hutan, Rosie bisa melihat gerbang kastil kembali. Ia bisa melihat Sarah dan beberapa pelayan lain yang menantinya. Rosie menjadi semakin bersalah saat melihat kedua mata para pelayannya yang sembab. Mungkin menangis akibat dirinya.

"Dimana Howland?" tanya Rosie saat Aslan membantunya turun dari kuda.

"Masih di daerah perbatasan," jawaban Aslan barusan membuat Rosie mendesah lega.

"Tidak pulang bersamamu?"

"Ia menyuruhku untuk kembali dan menjagamu."

Aslan mengumpat. Ia bukan babysitter untuk menjaga seorang putri. Ia adalah seorang ksatria tinggi yang sudah sewajarnya mendampingi pangeran di daerah perbatasan. Namun sepertinya Howland sangat khawatir terhadap adiknya dan mau tak mau Aslan pun kembali.

Namun siapa disangka saat ia pulang mendapati kastilnya kosong dan hanya beberapa pelayan yang tengah menangis tersedu-sedu.

Sang putri telah kabur dari pagi hari dan belum pulang hingga sore. Seketika kepalanya menjadi sakit.

Aslan memperhatikan sang putri dan mendekati pelayan yang ia tugaskan untuknya. Gadis itu memeluk pelayannya dan meminta maaf. Aslan bisa melihat jika gadis itu berjalan sedikit limbung, mungkin karena kakinya masih sakit setelah jatuh terjerembab di tengah-tengah hutan.

Ia tak habis pikir. Bagaimana bisa seorang putri berkeliaran tak tentu arah di tengah hutan seperti tadi? Bagaimana jika ia tak sengaja bertemu hewan buas atau paling buruknya orang jahat?

Aslan mendekat ke arah Rosie.

"Maaf Tuan Putri, izinkan saya membawa Anda ke kamar Anda." ujar Aslan yang kemudian menggendong Rosie di kedua tangannya.

Rosie otomatis mengalungkan kedua tangannya. "Terima kasih Duke Aslan, kakiku memang terasa sakit."

Aslan ingin menegur gadis itu tetapi ingat bahwa status Rosie masih berada di atasnya. Sangat tidak pantas untuk Aslan meninggikan suaranya. Pria itu pun memilih diam dan berjalan cepat menuju kamar sang putri.

"Panggilkan aku dokter," perintah Aslan kepada seorang pengawalnya.

"Maaf telah banyak merepotkanmu, Duke Aslan," ujar Rosie yang tak direspon oleh sang Duke. "Well, harus kubilang jika aku sedikit terbawa suasana. Dan pemandangan di sini sangat indah jadi aku hanya berniat berjalan-jalan sebentar."

Berjalan-jalan sebentar? Aslan menulikan telinganya berdoa agar ia tidak termakan emosi saat ini.

"Duke Aslan!" panggil Rosie sambil menangkup wajah pria itu. Pria itu pun berhenti berjalan dan membalas tatapan sang putri.

Keduanya saling bertatapan cukup lama membuat jantung Rosie berdetak sangat cepat. Ini seperti bayangannya ketika membaca cerita-cerita pangeran yang menyelamatkan putrinya. Ditatap lama oleh pria tampan membuat wajah Rosie merona. Gadis itu berdeham untuk menghapus kegugupannya.

"Aku benar-benar minta maaf atas kejadian barusan. Aku tidak berniat untuk merepotkanmu."

Aslan menganggukkan kepalanya membuat Rosie tersenyum simpul. Pria itu menurunkan Rosie perlahan

"Jika Anda benar-benar meminta maaf, tolong renungkan kejadian ini baik-baik, Yang Mulia. Kalau begitu saya pamit terlebih dahulu. Pelayan dan dokter akan menemui Anda beberapa saat lagi," ujar Aslan yang kemudian pergi meninggalkan kamar Rosie.

Setelah pintu kembali tertutup, gadis itu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Kyaaa!!!! Dia sangat tampan!!!" seru gadis itu menutupi rasa malunya.

Aslan yang kebetulan belum beranjak dari pintu kamar Rosie, untuk kesekian kalinya mendesah. Ia mendengar seruan Rosie barusan.

Sungguh ia tidak mengerti jalan pikir gadis itu. Howland selalu bercerita jika adiknya adalah anak termanis yang pernah ia temui. Temannya itu selalu mengelu-elukan adiknya yang anggun, lemah lembut dan sopan. Tapi apa yang Aslan lalui hari ini jelas tidak seperti itu.

Bahkan saat gadis itu hampir tenggelam di sungai, Aslan sudah curiga bahwa gadis itu tidak seanggun yang Howland ceritakan.

Ia memang belum bertemu dengan Rosie sebelumnya tetapi kesan pertama yang Aslan lihat dari gadis itu adalah vibes chaotic yang membuatnya sakit kepala.

Setelah meninggalkan pintu kamar Rosie, Aslan memanggil semua orang ksatria, pengawal dan pelayan yang ada di kastilnya. Ia perlu mengetatkan lagi penjagaan dan tidak boleh lengah seperti hari ini.

Bagaimana bisa mereka begitu lengah ketika keberadaan seorang putri kerajaan tak dijaga oleh satu orang pun? Dan bagaimana dengan para ksatrianya? Sangat memalukan pria-pria yang setiap hari berlatih itu ditipu oleh seorang gadis kecil hingga ia berhasil melarikan diri.

Aslan tidak tahu bagaimana bisa Rosie menunggangi kuda kesayangannya begitu mudah. Lily adalah kuda yang menemaninya sejak lama. Hadiah ulang tahun dari Howland sebagai pengangkatannya menjadi ksatria istana.

Lily termasuk sukar untuk dekat dengan orang lain. Bahkan Howland, yang notabenenya adalah orang memberikannya kepada Aslan pun belum pernah diizinkan kuda jantan itu untuk naik ke atas pundaknya. Dan Rosie bisa melakukannya dalam sehari.

Jika itu adalah orang lain, jelas Aslan akan menghukum orang itu. Berhubung Rosie adalah salah satu anggota kerajaan dan adik dari Howland, ia akan melupakannya hanya untuk hari ini.

Namun mengingat betapa sembrononya gadis itu yang sudah meninggalkan Lily di tengah-tengah kerumunan orang semakin membuat Aslan kesal.

"Fuck!" umpatnya kesal saat dirinya berada di lorong kastil seorang diri.