Kenyataan sudah ada di depan mata, tapi dipilih untuk menolak percaya.
****
Cewek yang di pikirkan Ratu itu, datang menghampiri kelompoknya. Ratu agak terkejut melihat cewek itu ada di sampingnya. Apa cewek ini bisa membaca pikiran? Ternyata tidak.
"Prim, udah selesai belum?" tanya cewek itu sambil melihat ke arah Prima.
Prima dari melihat cewek itu berpaling melihat anggota kelompok tiga. Sambil memasang senyuman di wajahnya dia berkata, "Untuk diskusi kali ini, sudah cukup ya. Kita ketemu di sini sekitar satu setengah jam lagi."
Anggota kelompok tiga pun mengangguk. Prima segera berdiri dan dia berjalan mengikuti cewek itu.
"Ratu, lo laper nggak?"
"Em," jawab Ratu yang diiringi anggukkan. Dia memegangi perutnya yang terasa kosong.
"Mau ke kantin bareng?"
"Boleh," jawab Ratu.
Selama berjalan dengan Gading ke kantin, Ratu terus saja mencari keberadaan Athalla. Cowok itu seakan menghilang ditelan oleh kerumunan. Fokus untuk mencari Athalla, Ratu sampai mengabaikan Gading yang berada di sampingnya.
Sampainya di kantin barulah Ratu bisa tenang. Dia tidak lagi mencari Athalaa sebab apa yang dicarinya ternyata ada di kantin. Baru setelah itu Ratu menoleh ke arah Gading.
"Gading, makan di situ mau nggak?" ajak Ratu.
Gading setuju-setuju saja. Mereka pun masuk ke warung yang ditunjuk oleh Ratu. Mereka memesan makanan yang sama karena Ratu mengikuti menu yang dipesan oleh Gading. Ratu sendiri bingung harus memesan makan apa. Setelah selesai memesan makanan, Ratu mengajak Gading untuk duduk di meja Athalla yang sedang duduk sendirian.
Ratu mengetuk meja tempat Athalla makan, membuat cowok itu mendongak melihat ke arahnya. Ratu pun berkata, "Gue nyariin lo dari tadi."
"Kakaknya ngajak buat rapat di gazebo luar aula," kata Athalla. "Selesai rapat, ya gue langsung ke kantin. Habis laper, tenaga gue udah terkuras karena harus lari keliling lapangan."
"Bukannya nungguin gue," protes Ratu sambil duduk di hadapan Athalla.
Gading juga ikut duduk di samping Ratu. Tatapan Athalla melirik ke arah cowok itu. Kemudian dia melihat ke arah Ratu, satu alisnya terangkat untuk menandakan bahwa dia meminta penjelasan.
Ratu baru teringat dengan Ghading, cowok yang dari tadi mengikutinya. Walau Ratu malas harus memperkenalkan Gading pada Athalla, tapi dia tetap melakukannya. Ratu tidak mau karena biasanya Athella akan berulah sampai membuat cowok yang dikenalkannya menjadi tidak nyaman.
"Oh ya, ini Gading. Dia teman kelompok gue." Ratu menepuk pundak lalu dia menoleh pada cowok itu. Sambil menunjuk Athalla dia berkata, "Dia Athalla, saudara kembar gue. Orang yang tadi gue ceritakan, informasi tambahan aja biar lo enggak menyangka gue sama dia pacaran."
"Ya, benar aja," kata Gading sambil mengangguk. "Kalo aja lo enggak bilang, gue sudah tapi ngiranya kalian pacaran. Keliatan cocok."
Bagi Ratu, selalu ada pengharapan setiap kali dia mendengar kata seperti itu. Dia berharap itu semua bisa terjadi, walau pun pada kenyataannya tidak masuk akal. Mereka sedarah, kelahirannya di hari yang sama bahkan jam yang sama. Bagaimana mungkin bisa hal yang tidak masuk akal itu terjadi?
Athalla terkekeh sebentar. "Bukan cuma lo yang bilang begitu. Beberapa orang yang kita temui juga sering ngira kita ini pacaran."
"Gue tadi baris di belakang lo," kata Gading, "gue liat Ratu nggak bawa topi dan lo pinjamkan topi yang lo pakai. Terus rela menjalankan hukuman dari panitia."
"Nih." Athalla menunjuk Ratu dengan dagunya. "Begonya sudah keterlaluan, sudah tau disuruh pakaian atribut lengkap. Masih aja ada yanag ketinggalan."
"Bukan salah gue, seingat gue udah gue siapkan. Kayaknya mama enggak liat topi gue ada di kursi makan."
"Jadi gue harus salahkan mama karena gue dihukum?"
Ratu hanya memutarkan bola matanya. Dia tidak mau membalas ucapan Athalla lagi. Kalau omongan itu dibalas, hanya akan berakhir panjang dan Ratu tidak mau hal itu terjadi apalagi sekarang dia sedang bersama Gading.
Makanan pesanan Ratu dan Gading diantarkan oleh penjualnya. Mereka pun menyantap makanan masing-masing. Saat sedang menyantap makanannya, Ratu melihat ke arah warung yang lain. Di sana dia melihat salah satu meja panjang yang dipenuhi dengan anak-anak panitia. Perhatian Ratu tertuju pada penanggung jawab kelompoknya.
Prima terlihat sedang membujuk cewek yang tadi menyela pertemuan mereka. Pertama Prima mengantarkan minuman ke cewek itu, tapi tidak diterima. Kedua, Prima ingin menyuapi cewek itu tapi ditolak juga.
Dari yang terlihat, sepertinya cewek itu adalah pacar Prima. Mereka sedang berantem dan Prima ingin membujuk cewek itu. Tipikal cowok yang gampang membuat kesalahan dan gampang meminta maaf.
"Kalian ada di kelompok mana?" tanya Athalla.
"Kita di kelompok tiga," jawab Gading mendahului Ratu.
"Kalian mau tampilkan apa?"
"Rencananya, kita mau buat karya seni buat dipajang. Kelompok lo gimana?"
"Mau tampilkan drama teater," jawab Athalla dengan bangga.
Athalla itu menyukai seni peran dan musik. Jadi Ratu sudah tidak heran kalau Athalla sangat senang kalau harus menampilkan teater. Ratu juga menyukai dua hal itu, hanya saja dia sudah bosan dan teman kelompoknya tidak ada yang ingin.
"Lo di kelompok mana?" Kali ini Ratu yang bertanya. Dia sudah bosan memperhatikan Prima dan pacarnya itu.
"Gue di kelompok lima," kata Athlla.
"Ketuanya siapa?" tanya Gading.
Athalla lalu menolehkan kepalanya ke meja panjang yang berisi sekumpulan panitia. "Tuh, yang lagi ngambek sama pacarnya."
Ratu ikut menoleh dan melihat pacar Prima itu lagi. "Oh, yang marahin gue soal topi?"
Athalla mengangguk. "Tadi gue dengar, temannya laporan ke dia kalau pacarnya itu jalan sama cewek lain."
Seperti dugaan Ratu, Prima tipe cowok yang mudah melakukan kesalahaan dan mudah juga untuk minta maaf. "Pantas aja tadi dia ke kelompok kita, minta waktu buat ngobrol masalaah pribadi dengan Prima. Padahal kita belum selesai diskusi kelompok."
"Rat, cewek itu kenapa sih, dia masih aja bertahan dengan orang yang sama? Padahal dia tau kalau orang itu udah nyakitin dia," tanya Athalla.
Ratu sempat terdiam beberapa saat mencerna pertanyaan Athalla. Bingung harus menjawab apa, jadi Ratu hanya mengangkat kedua bahunya kemudian menjawab,
"Mana gue tau, kadang kan emang gitu. Kenyataan udah di depan mata, tapi lebih suka menolak percaya. Cewek rata-rata lebih mentingkan perasaan dari pada logika."
Kalimat itu sebenarnya berlaku untuknya yang masih saja bertahan dengan apa yang salah.