webnovel

Ini Dia, Tokoh Utama Pria

Ivona Iloka. Gaya bahasa elegan, dan penuturannya yang terbilang sopan. Dia tampil menakjubkan dengan gaun mekar berwarna merah muda. Beberapa kain dirangkai menjadi bunga mawar, dan dijadikan sebagai hiasan di pinggangnya yang ramping.

Rambut pirang yang terurai bergelombang, dengan beberapa hiasan mawar mempercantik penampilan. Ivona memang layak dengan sandangan gelarnya, Putri dari Duke Iloka.

[Ah, dia adalah bintang utama di acaranya ini. Acara ulang tahun Putri Duke Iloka yang ke-17. Dia bahkan lebih muda dariku, yang di kehidupan sebelumnya berumur 19 tahun.]

Meskipun dalam hati Ilona mengatakannya, tetapi perempuan itu juga cukup yakin. Bahkan meski Ivona Iloka adalah bintang utama di acaranya, Ilona dapat menggantikan sebutan tersebut. Tak bisa dilupakan, bahwa saat ini; Ilona adalah tokoh utama. Dia yang akan menjadi poros dalam dunia novel yang terasa nyata. Bahkan sebenarnya, kemunculan Ilona jauh lebih banyak ketimbang Ramos Frederick— tokoh utama pria.

Dengan wajah cantik dan lugu yang terlihat jelas. Kemudian gaun mekar berwarna biru bak gabungan langit serta laut. Lalu, rambut perak yang terurai indah. Ilona berjalan di belakang ketiga saudari tirinya.

Proposal yang menakjubkan. Bahkan, tinggi badan Shilla yang jauh lebih tua dua bulan darinya, mampu Ilona kalahkan. Dari Jeanne, mungkin perbedaan tinggi keduanya tidak lebih dari dua centi meter.

"Kepada hadirin yang terhormat, terima kasih atas kedatangan kalian semua di hari spesial kediaman Duke Iloka ini. Ulang tahun Putri Ivona Iloka yang ke-17, merupakan hari penting. Kami telah menyiapkan acara yang diharap dapat membuat para hadirin yang terhormat puas, bahkan mengundang beberapa bangsawan Count. Sebagai akhiran, terima kasih banyak."

Suara bariton itu merupakan suara dari seorang pria berseragam bangsawan— yang tinggi dan tegap. Jika tidak salah ingat, maka pria tersebut merupakan Degion Iloka. Kakak laki-laki Ivona Iloka, satu-satunya.

Menurut banyaknya gosip, Degion Iloka menjadi orang yang sangat pengertian. Dia begitu menyayangi dan mendukung adiknya. Tak heran, di setiap acara ulang tahun Ivona Iloka, Degion yang akan menjadi pembuka acara.

Setelah tepukan tangan beberapa kali bersahutan dengan elegan, maka semuanya mulai menikmati pesta ini. Dengan yang pertama adalah; mengucapkan selamat terlebih dahulu kepada yang menjadi bintang utama di acara ini.

Sayangnya, Ilona tak tertarik akan hal tersebut. Ada hal yang jauh dapat membuatnya terus menatap ke segala sisi arah— berusaha mencari sesuatu yang diingin-inginkannya.

"Hey, Ilona! Kak Jeanne memanggilmu!" Sherly berbisik geram. Tubuhnya juga sengaja untuk menubruk pelan ke samping— pada Ilona.

[Ah, anak satu ini.]

"Apa, Sherly? Kau bisa memanggilku lebih sopan."

Sherly hanya menggerutu kesal. "Kau harus ke Kak Jeanne, kita akan berusaha memberikan selamat pada Putri Iloka. Jangan sesuka hati pergi ke suatu tempat."

Sherly menasehati dengan sedikit gerutuan. Seolah-olah dia yang paling benar dan berusaha mengatakan hal-hal panjang lebar pada orang yang jauh lebih tua darinya. Padahal, umurnya sendiri baru 14 tahun. Meski begitu, Ilona tidak bisa mengelak jika terkadang; Sherly terlihat imut.

"Aku akan pergi ke suatu tempat, masih ada di aula ini. Tenang saja. Katakanlah pada Kak Jeanne, biar dia dan kalian yang memberikan selamat pada Putri Duke Iloka itu," putus Ilona pada akhirnya.

"Ilona, Tapi–"

"Panggil aku dengan 'kakak'. Sampai jumpa."

Tanpa mempedulikan atau melihat ke belakang, Ilona berjalan menuju ke sudut aula. Perempuan itu sedang mencari pria yang terus dipikirkannya: Ramos Frederick.

Hanya ada beberapa sofa panjang mewah, yang diduduki beberapa bangsawan. Aula luas ini terasa ramai oleh banyaknya bangsawan beberapa kelas yang berusaha bersosialisasi. Menaikkan nama dan memperkenalkan mereka ke kelas atas. Acara ulang tahun pun, menjadi sarana bisnis, politik, dan sosial.

Pasrah. Rasanya Ilona telah berputar-putar sejak tadi, dan tidak menemukan Ramos sekalipun. Padahal, dalam cerita diceritakan bahwa Ramos Frederick datang ke acara ulang tahun Putri Iloka yang ke-17.

Di Era Victoria ini, tidak ada AC yang canggih. Sehingga Ilona memilih untuk menuju ke luar. Lebih tepatnya, di mana ada sebuah hal yang terbuka, dan Ilona berjalan ke arahnya.

Ternyata, sebuah balkon berukuran cukup sederhana dengan gaya klasik menyejukkan mata. Langit malam bertabur bintang menjadi latar tempat ini. Berada di lantai dua yang luas, tak heran jika ternyata ada beberapa balkon yang biasa dijadikan, sebagai tempat mencuci mata.

Ilona sedikit lega. Setidaknya; perempuan itu tidak mendengar adanya kebisingan mengenai hal-hal— yang tidak diketahuinya.

[Demi apa!? Yang dicari ternyata di sini?]

Ilona hampir saja terlonjak kaget. Melihat punggung kokoh seorang pria yang menghadap berlawanan dengannya. Berlapis pakaian mewah khas bangsawan kelas atas. Berdiri menatap ke arah langit malam, dengan kedua tangan yang dengan mudah bertumpu pada railing berbahan kayu kokoh— seolah menjadi pagar dan pembatas balkon.

"Ramos?"

Pria itu menolehkan kepalanya 'seolah bahwa nama Ramos, memang namanya'. Kemudian, kini, ia telah sempurna membalikkan badan. Berdiri tegap menatap ke arah Ilona.

Tinggi badan yang benar-benar bisa melampaui Jeanne, atau bahkan Degion— yang tinggi. Dia terlihat cukup mencengkam dengan aura dingin tak berbalas.

"Kau memanggilku?"

Begitu suaranya keluar, Ilona seolah hampir saja tersandung ke belakang. Tidak. Ilona harus jujur. Bahwa ini merupakan kali pertama, dirinya bertemu seseorang yang seperti ini, setidaknya di kehidupan di kotanya dulu, dan di sini.

Seorang pria yang benar-benar … tampan?

Tidak. Ilona menggelengkan kepalanya. Bukan waktu yang tepat untuk membahas kata itu di situasi seperti ini.

"Oh, benar Ramos ternyata."

Itu adalah kalimat yang baru saja Ilona ucapkan, secara tiba-tiba. Karena dirinya tidak pernah melihat visual ataupun gambar-gambar mengenai tokoh. Ilona dulu hanya membaca novelnya saja. Sehingga, mendapati bahwa tebakannya benar— tidak terasa terlalu buruk.

"Tidak. Hanya saja … apa saat ini, kau tidak menyukaiku?"

Seharusnya Ilona tidak mengatakan kalimat itu di situasi seperti ini. Tapi, entah benar atau tidak, Ramos benar-benar menganggukkan kepalanya— meski secara ragu.

"Tidak tahu mengapa. Jika dipikir-pikir, iya."

Wajah Ranos terlihat linglung setelah mengatakannya. Seolah, kalimatnya tadi terasa ambigu dan mengganjal.

Tapi, karena hal itu— Ilona bersorak senang dalam hatinya.

[Penulis novelnya ternyata memang pintar. Semuanya telah tersusun rapi dalam plot, tanpa perlu aku khawatirkan.]

Ini instan, dan jauh lebih instan dari apa yang Ilona pikirkan.

[Di era ini, apakah ada istilah berkencan, atau kekasih?]

Ilona berpikir kembali.

Perempuan itu tidak sanggup bila ia harus menunggu beberapa tahun, sebelum akhirnya dia dan Ramis akan bersama. Berada di kediaman Berenice penuh saudari tiri, ibu tiri, dan juga Count Berenice hampir membuatnya hilang kendali.

Tapi, jika Ilona memajukan plot-nya, perempuan itu takut akan terjadi sebuah masalah. Belum lagi jika ternyata Ramos malah menolaknya.

Ia berakhir menggelengkan kepala sebagai jawaban.

"Oh, okay. Mari kita berkenalan terlebih dahulu. Saya ingin Anda mengetahui nama saya."

Meski sedikit tidak mengerti, Ramos tetap berjabat tangan dengan Ilona. Perempuan cantik dengan gaun biru menawannya.