Saat ini, langit yang di atas Sektor 4 tampak gelap, bukan hanya karena malam yang mulai turun, tetapi juga karena asap hitam yang terus membumbung dari reruntuhan bangunan.
Puing-puing bangunan yang hancur tersebar di mana-mana, dan suara ledakan yang sebelumnya menggema kini terasa semakin jauh, seperti nafas terakhir dari sebuah kota yang sekarat. BOT-15 dan BOT-7 berdiri di tengah kekacauan itu, memandangi monster raksasa, Mega-Kron, yang masih bergerak maju tanpa henti.
"Ini akan jadi pertarungan terakhir kita di sini," kata pilot BOT-15 dengan suara yang bergetar, seakan-akan ada beban besar yang tak bisa ia abaikan. "Jika kita gagal, monster ini akan menghancurkan kota, bahkan mungkin seluruh wilayah di markas ini."
"Aku tahu. Tapi kita sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang." sahut Pilot BOT-7 sambil menatap monitor di depannya.
Sejenak, suasana terasa begitu hening di kokpit BOT-15. Dia memandang layar yang menunjukkan deteksi monster-monster kecil yang bergerak di sekitar mereka, dan siap menyerang kapan saja.
Namun, di balik itu semua, pikirannya tertuju pada sebuah momen yang terjadi beberapa tahun silam, hari ketika orang tuanya dibunuh oleh monster yang mirip seperti ini. Keinginan untuk membalas dendam berkobar di hatinya, tetapi dia tahu bahwa emosi saja tidak akan cukup untuk memenangkan pertarungan ini.
"BOT-19, BOT-12, posisi kalian aman?" tanya BOT-15 melalui saluran komunikasi.
Kemudian BOT-19 menjawab dengan suara yang serak dan terdengar lelah. "Kami menahan monster-monster kecil di sisi timur, tapi kami tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Mereka terus berdatangan, dan kami mulai kehabisan amunisi."
"Baik. Lakukan yang terbaik untuk menahan mereka. Kami akan mencoba menyerang Mega-Kron dari dalam." jawab BOT-15 sambil menghela napas dalam-dalam setelahnya.
Pilot BOT-19 terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya menjawab dengan nada terkejut. "Kalian serius ingin masuk ke dalam tubuh monster itu? Itu gila!"
"Ya, kami tahu itu. Tapi inilah satu-satunya cara untuk menghentikannya. Jika kita bisa menghancurkan inti energinya dari dalam, kita mungkin punya kesempatan untuk menang."
Lalu, BOT-19 terdiam lagi, sebelum akhirnya berkata dengan nada berat. "Kalau begitu, semoga kalian berhasil. Kami akan melakukan apa yang kami bisa dari sini."
Setelah itu daluran komunikasi terputus, dan BOT-15 menatap layar di depannya. Di situ, Mega-Kron semakin dekat, dan monster-monster kecil di sekitar mereka mulai mendekat lebih agresif lagi dari pada sebelumnya.
"Ayo, kita akhiri semua ini," kata BOT-15 sambil memajukan MegaBot-nya, dan diikuti oleh BOT-7 yang berada di sisinya.
Langkah BOT-15 terasa berat saat kakinya menginjak puing-puing bangunan yang sudah hancur. Setiap langkah yang diambilnya diiringi oleh suara gemuruh, seolah-olah seluruh tanah bergetar karena beban berat yang mereka bawa. Namun, dalam hati pilot BOT-15, ada kesadaran bahwa ini mungkin adalah misi terakhirnya.
Saat mereka semakin dekat dengan Mega-Kron, BOT-7 mulai menyiapkan senjata utamanya. "Kita akan membuka jalan dengan rudal-rudal kita dulu. Ini mungkin akan sedikit memperlambatnya, dan memberi kita waktu untuk mendekat."
"Baik. Aku akan menyerang bagian perutnya. Jika kita bisa menghancurkan lapisan pelindungnya di sana, kita punya kesempatan untuk masuk."
Setelah itu, dengan cepat BOT-7 menembakkan rudal dari bahunya, menyasar kaki Mega-Kron yang sangat besar itu. Ledakan besar pun seketika terjadi, dan untuk sejenak monster itu tampak terhuyung ke belakang.
Melihat hal tersebut BOT-15 tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dengan menggunakan pendorongnya, ia melompat ke udara dan menembakkan meriam plasma ke arah perut Mega-Kron yang tengah terhuyung tersebut.
Serangan itu berhasil menghantam sasaran, menciptakan ledakan besar di sisi tubuh monster tersebut. Namun, meski tampak terpengaruh, Mega-Kron hanya mengaum lebih keras sambil mengibaskan sayap mekanisnya yang besar. Gelombang kejut dari gerakannya itu menghantam BOT-15 dan BOT-7, membuat mereka terhempas ke belakang beberapa meter.
Di saat itu, BOT-15 merasakan kokpitnya bergetar hebat, tapi dia tidak berhenti. Dengan susah payah, dia menarik kendali untuk membuat MegaBot-nya berdiri kembali. "Kita harus terus menyerang. Jangan beri dia kesempatan untuk pulih."
BOT-7 mengangguk, meskipun dia tahu bahwa serangan langsung seperti ini tidak akan cukup. "Kita harus lebih dekat lagi. Kalau kita bisa menemukan celah di lapisan pelindungnya, kita bisa masuk."
Dengan waspada, BOT-15 melihat Mega-Kron yang terus bergerak maju itu, meskipun kini dengan sedikit lebih lambat. Monster itu tampak kebal terhadap serangan mereka, tapi mereka tahu bahwa di balik semua itu, ada kelemahan yang tersembunyi. Mereka hanya perlu menemukannya saja.
"Ikuti aku," kata BOT-15 sebelum meluncur cepat ke depan dengan bantuan pendorong di kaki dan punggungnya. Lalu, BOT-7 mengikutinya dari belakang dan bersiap untuk melancarkan serangan terakhir mereka.
Mereka melesat di antara puing-puing bangunan yang hancur, menghindari serangan dari monster-monster kecil yang masih berkeliaran di sekitar mereka. Setiap kali ada monster yang mencoba mendekat, BOT-7 akan menembaknya dengan senjata plasma, sementara BOT-15 fokus pada Mega-Kron yang terus maju.
Akhirnya, mereka sampai di bawah tubuh besar Mega-Kron. Dari jarak dekat, monster itu tampak jauh lebih menakutkan, dengan kulit keras berwarna hitam pekat dan sayap-sayap besar yang memancarkan percikan listrik. Taring-taringnya yang tajam berkilat di bawah cahaya senja, seolah-olah siap menghancurkan apapun yang ada di depannya.
Dengan penuh konsentrasi, BOT-15 menatap ke arah perut monster itu, mencari tanda-tanda kelemahan. Akhirnya, dia melihatnya, sebuah retakan kecil di sisi tubuh Mega-Kron, tepat di bawah tulang rusuknya.
"Di sana," kata BOT-15 dengan suara tegang. "Itu celahnya. Kita harus masuk lewat sana."
"Baik. Aku akan menahan monster-monster kecil ini. Kau fokus pada Mega-kron nya." sahut BOT-7 sambil menatap retakan itu dengan cermat.
BOT-15 mengangguk, lalu mengarahkan MegaBot-nya ke arah retakan itu. Dengan segala tenaga yang dia miliki, dia menembakkan senjata plasma ke arah celah itu, untuk mencoba memperlebar retakan tersebut. Setiap serangan menciptakan ledakan kecil, dan perlahan-lahan, retakan itu mulai terbuka lebih lebar lagi.
Namun, Mega-Kron tidak tinggal diam. Monster itu mengaum keras dan mulai mengibaskan sayapnya dengan lebih agresif. Gelombang kejut dari gerakan sayapnya menghantam BOT-15, membuat MegaBot itu terhuyung ke belakang.
Melihat itu, BOT-7 segera melompat ke depan, menembakkan rudal ke arah sayap Mega-Kron untuk mengalihkan perhatiannya. "Ayo, cepat! Kita tidak punya banyak waktu!"
BOT-15 menggertakkan giginya dan kembali melompat ke depan. Dia tahu ini adalah kesempatan terakhir mereka. Dengan pendorong yang menyala penuh, dia menabrak langsung ke arah retakan itu, menembus kulit keras Mega-Kron dan masuk ke dalam tubuh monster tersebut.
Di dalam sana, BOT-15 menemukan dirinya berada di lorong sempit yang dipenuhi dengan syaraf-syaraf dan jaringan organik monster tersebut. "Aku sudah di dalam," katanya melalui saluran komunikasi. "Sekarang tinggal mencari inti energinya."
"Cepatlah. Aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa menahan monster-monster ini." Suara dari BOT-7 terdengar tegang.
Kemudian, BOT-15 memandu MegaBot-nya dengan hati-hati melalui lorong-lorong sempit di dalam tubuh Mega-Kron. Di setiap sudut, ada jaringan organik yang berdenyut pelan, seolah-olah monster itu masih hidup meskipun dia sudah berada di dalamnya. Udara di dalam terasa berat dan pengap, menambah tekanan mental pilot BOT-15.
Namun, dia tidak berhenti. Setelah beberapa menit, akhirnya dia melihatnya—sebuah bola energi besar yang berdenyut di tengah-tengah ruangan. Itulah inti energi Mega-Kron, sumber kekuatan yang membuat monster ini begitu kuat.
"Aku menemukannya," kata BOT-15 dengan suara penuh kepastian. "Aku akan menghancurkannya sekarang."
Dia mengarahkan senjata plasma MegaBot-nya ke arah inti energi itu, bersiap untuk menembak. Namun, tepat saat dia akan menekan pelatuknya, seluruh tubuh Mega-Kron bergetar hebat. Monster itu tampaknya menyadari apa yang sedang terjadi.
"Cepat! Mega-Kron semakin kuat! Kita tidak akan bisa menahannya lebih lama lagi!" BOT-7 berteriak dari luar dengan suaranya yang terdengar panik.
Setelah itu, BOT-15 tidak membuang waktu lagi. Dia langsung menekan pelatuknya, dan tembakan plasma meluncur tepat ke arah inti energi Mega-Kron. Lalu, sebuah ledakan besar terjadi di dalam tubuh monster itu, membuat seluruh ruangan yang ada di sekelilingnya berguncang hebat.
Dentuman terakhir dari ledakan di dalam tubuh Mega-Kron terasa seperti gempa kecil yang mengguncang tanah di seluruh Sektor 4. Monster raksasa itu mengeluarkan raungan terakhirnya, sebelum tubuhnya yang sangat besar roboh ke tanah dengan suara menghentak yang menggema.
Getaran dari jatuhannya monster itu bahkan terasa hingga ke bunker-bunker perlindungan yang jauh dari lokasi pertarungan. Di layar-layar pusat komando, semua yang menyaksikan terpaku dalam keheningan, dan menyadari bahwa ancaman terbesar ini telah berakhir.
Untuk beberapa saat kemudian, Pilot BOT-15 menarik napas panjang, dan tangannya masih gemetar di atas kendali MegaBot nya. Di depannya, monitor menampilkan angka-angka yang perlahan kembali normal, seolah-olah mesinnya sendiri merasakan beban yang kini terangkat.
"Mega-Kron... sudah mati," kata BOT-15 melalui saluran komunikasi, suaranya terdengar lelah namun penuh kemenangan.
BOT-7 yang berada di luar menghela napas panjang. "Kita berhasil. Monster-monster kecil juga mulai mundur. Kita sudah menang."
Di pusat komando, suara riuh mulai terdengar. Para perwira dan teknisi saling bertukar ucapan selamat, meskipun rasa lega itu hanya bertahan sebentar sebelum ada perintah baru yang datang dari panglima.
"Semua unit MegaBot, segera kumpulkan tubuh Mega-Kron itu. Pusat komando memerlukan spesimen untuk penelitian lebih lanjut. Ini prioritas utama kalian saat ini."
BOT-15 menerima perintah itu dengan tenang. Meskipun tubuhnya saat ini masih terasa letih, dia tahu tugas mereka belum selesai. "Baik, komando. Kami akan mengeksekusi perintah itu segera," jawabnya.
BOT-7 menggerakkan MegaBot-nya mendekat ke tubuh Mega-Kron yang tergeletak. Bagian dalam tubuh monster itu masih berasap, tanda-tanda sisa ledakan dari serangan tadi. Para pilot mulai menyiapkan peralatan untuk mengangkut bangkai raksasa tersebut kembali ke markas utama untuk diteliti. Tim pemulihan dari berbagai unit MegaBot lainnya mulai berdatangan, membantu mengangkut potongan-potongan besar dari tubuh Mega-Kron dengan hati-hati.
Sementara itu, di bunker perlindungan, pintu-pintu baja yang terkunci rapat mulai terbuka. Suara gemuruh yang selama ini memenuhi bunker kini menghilang, berganti dengan udara malam yang dingin dan sepi.
Erwin berdiri di antara kerumunan orang-orang yang perlahan keluar dari perlindungan mereka. Wajah-wajah mereka nampak cemas, namun penuh rasa ingin tahu dan hal itu terlihat di mana-mana. Anak-anak berpegangan erat pada orang tua mereka, sementara beberapa orang dewasa tampak berusaha mengingat di mana rumah mereka dulu berdiri.
Dengan pasti, Erwin melangkah keluar bersama orang-orang lainnya. Udara segar menyambutnya, meskipun bau asap dan tanah terbakar masih terasa kuat di hidungnya. Ketika matanya akhirnya menyesuaikan diri dengan kegelapan yang dihiasi lampu-lampu darurat, dia melihat sekelilingnya yang kini sudah hancur lebur.
Apa yang sebelumnya merupakan kawasan perkotaan yang sibuk kini berubah menjadi reruntuhan. Gedung-gedung tinggi yang pernah menjadi simbol kemajuan teknologi kini berdiri seperti kerangka kosong. Jalan-jalan yang dulu ramai oleh kendaraan kini hanya dipenuhi puing-puing beton dan logam. Erwin dapat mendengar beberapa orang di sekelilingnya mulai menangis setelah melihat kehancuran ini.
Namun, di tengah semua kekacauan ini, ada satu hal yang tidak luput dari perhatian banyak orang, yaitu meskipun kerusakan yang terjadi begitu dahsyat, jumlah korban jiwa jauh lebih sedikit dari yang mereka bayangkan.
Seorang perwira dari Jayapura Nightwolf berdiri di atas sebuah platform darurat, dan mengumumkan kabar gembira melalui pengeras suara. "Kepada seluruh warga, kami ingin melaporkan bahwa berdasarkan data awal, korban jiwa yang tercatat hanya mencapai 0,01% dari populasi total di markas ini. Ini adalah kemenangan besar untuk Jayapura Nightwolf. Kami berhasil melindungi hampir seluruh penduduk dari ancaman Mega-Kron dan bawahannya."
Suara perwira itu menggema di antara kerumunan. Seketika, suasana yang tadinya penuh dengan kesedihan dan kekecewaan mulai berganti dengan rasa syukur. Banyak orang yang saling memeluk, beberapa bahkan berdoa, berterima kasih atas keselamatan yang mereka dapatkan.
Tetapi, Erwin hanya berdiri diam, matanya menatap reruntuhan di sekitarnya. Meski merasa lega karena selamat, hatinya masih dipenuhi dengan ketegangan yang belum hilang.
Dia tahu, meskipun Jayapura Nightwolf berhasil menahan serangan kali ini, pertempuran lain akan segera datang. Monster seperti Mega-Kron bukan satu-satunya ancaman. Dan meskipun mereka berhasil mengalahkan monster ini, Erwin merasakan ada sesuatu yang lebih besar dan lebih berbahaya yang sedang mengintai di balik semua ini.
Beberapa saat kemudian, ada seorang pria tua di sebelahnya, mungkin sekitar lima puluh atau enam puluh tahunan menatapnya dengan senyum tipis. "Anak muda, kau terlihat tegang ya. Jangan khawatir, kita semua selamat dan bahaya sudah berlalu. Itu yang paling penting untuk sekarang."
"Ya, kita selamat." sahut Erwin sambil mengangguk pelan. "Tapi berapa lama kita bisa terus bertahan seperti ini? Monster-monster itu terus datang, dan setiap kali mereka datang, mereka semakin kuat."
"Mungkin kita tidak pernah tahu kapan ini semua akan berakhir. Tapi yang bisa kita lakukan adalah terus berjuang, seperti yang dilakukan oleh para pilot MegaBot tadi." kata Pria tua itu sambil menatap ke arah langit yang di penuhi oleh bintang-bintang.
Lalu, Erwin menatap ke arah MegaBot yang masih bergerak di kejauhan, yang terlihat mengangkut potongan-potongan tubuh Mega-Kron yang sudah di kalahkan tadi. Dia membayangkan para pilot di dalamnya, bertarung tanpa henti demi melindungi orang-orang seperti dirinya.
Ada perasaan kagum yang muncul dalam dirinya, sebuah keinginan untuk ikut terlibat dalam petarung itu, untuk berada di balik kendali salah satu mesin raksasa itu dan melawan monster-monster yang terus mengancam dunia mereka.
Dia ingat bagaimana keinginannya untuk menjadi pilot MegaBot dulu sering ditertawakan oleh teman-temannya. Namun, sekarang, setelah melihat pertarungan besar ini dengan mata kepalanya sendiri, keinginan itu semakin kuat dan semakin menjadi-jadi. Dia tahu betul bahwa dia harus berusaha lebih dari ini untuk bisa mewujudkan keinginannya. Dia juga tidak bisa terus bersembunyi di dalam bunker sementara orang lain mempertaruhkan nyawa mereka di luar sana.
"Aku ingin menjadi pilot MegaBot," kata Erwin dengan tiba-tiba, suaranya tegas dan penuh tekad.
Pria tua yang masih berada di sebelahnya menoleh dengan tatapan terkejut, tetapi tidak mengatakan apapun. Dia hanya tersenyum tipis, seolah-olah mengerti apa yang Erwin rasakan.
Di kejauhan, bangkai Mega-Kron mulai terangkat oleh MegaBot-MegaBot besar yang mengangkutnya menuju pusat penelitian. Malam yang tadinya terasa gelap dan penuh ketakutan kini mulai mereda, lalu digantikan dengan harapan baru.
Sementara Erwin memandang ke arah MegaBot yang semakin jauh, dia tahu bahwa perjalanannya baru saja dimulai. Tekad untuk menjadi bagian dari pasukan MegaBot bukan lagi sekadar mimpi. Itu adalah panggilan, sesuatu yang tidak bisa dia abaikan.
Dan kali ini, dia akan memastikan bahwa tidak ada yang akan menghentikannya, saat ini dan seterusnya.