webnovel

Me Vs Your Identity

Dipermainkan cinta? Mungkin sebagian orang pernah merasakannya. Naya gadis lugu, berpenampilan kuno dan selalu di kepang dua, giginya diteralis, kulit kecoklatan. Naya nekat menyatakan perasaan kepada sahabatnya. Abimanyu Pratama cowok teladan, berprestasi, jadi idola para gadis di sekolah. Namun, kemudian Abi menghilang hingga bertahun-tahun sejak pernyataan cinta itu. Seiring berjalannya waktu, akhirnya Naya bertransformasi setelah 4 tahun menempuh pendidikan di luar negara gadis itu menjadi modis, cantik, berkulit putih, rambut sepunggung menarik perhatian lawan jenisnya tidak terkecuali Putra, sahabatnya yang selalu siap sedia di samping Naya sejak bertahun-tahun. Putra menyatakan perasaannya kepada Naya di saat hati Naya masih trauma akan cintanya di masa lalu, saat yang bersamaan Papanya jatuh sakit dan perusahaan nyaris bangkrut. Abimanyu Cinta pertama Naya hadir kembali sebagai penyebab sakit Papanya dan juga kehancuran perusahaan milik keluarga. Kekaguman Naya berubah menjadi kebencian. Hal yang tidak terduga Abimanyu diam-diam menggunakan identitas lain untuk selalu membantu Naya, hal tersebut membuat Naya jatuh hati pada sisi lain identitas baru Abimanyu. Kenapa Abimanyu kembali? Kenapa ia harus menggunakan identitas lain untuk berada di sisi Naya? Siapa yang akhirnya dipilih oleh Hati Naya? Abimanyu cinta pertamanya? Putra yang selalu ada untuk Naya? Atau cinta yang lain?

Pena_aQuina · perkotaan
Peringkat tidak cukup
150 Chs

Getaran dalam dada

Putra menatap Naya tanpa berkedip, Putra membiarkan penglihatannya menikmati pahatan cantik wajah bidadari di hadapannya.

"Putra" panggil Naya pelan.

Putra masih terdiam. Ia tidak mendengar panggilan Naya. Putra bergeming.

"Putra!" ucap Naya memukul pelan dada Putra.

"Hah, apa?" Putra tersentak.

"Apa yang lo lakuin?"

"Gue nggak, ah sorry. Gue nggak bermaksud kurang ajar kok" kata Putra begitu menyadari posisinya. Putra bangkit, ia duduk di tepi ranjang.

Argh, apa yang lo lakuin Putra? Sial! Gue tanpa sadar hilang kendali. Seharusnya gue nggak bersikap seperti itu. Putra menyesali sikapnya.

"Santai aja, kenapa jadi tegang gitu wajah lo?" Naya mengadu bahunya dengan bahu Putra. Mengalihkan kecanggungan.

"Nggak kok, gue baik-baik aja."

"Nggak bohong?"

"Hemm, Nay. Boleh tanya nggak?" kata Putra ragu.

"Apa?"

"Lo punya pacar?"

"Kok gitu tanyanya?"

"Ya tanya aja. Lo kan sekarang cantik, nggak mungkin para cowok nggak ngejar-ngejar lo."

"Hahaha."

"Kok malah tertawa?" Putra bingung.

"Lucu aja."

"Ah Lo. bukan cuma wajah yang berubah. selera humor lo juga."

"Hahaha iya."

"Iya apa?" tanya Putra tak sabar.

"Ya ada beberapa bagian dari diri gue yang berubah" kata Naya jujur.

"Hah! jadi bener lo operasi plastik?"

"Hei!" Naya memukul lengan Putra. "Enak saja kalau ngomong. Nggak sampai segitunyalah. Lo denger gosip dari siapa kalau gue oplas?"

"Lalu?"

"Gue hanya lakukan perawatan diri aja, ngubah kulit gue yang tadinya lo kata gadis gosong, sekarang jadi putih glowing. Kebetulan saat di luar negri gue kenal sama salah seorang designer. Dia kata, gue oke cuma sayang kulit nggak bagus. Nah dari dialah gue belajar merawat diri dan berpenampilan. Cuma itu kan kekurangan gue selama ini?" ucap Naya bangga.

"Hemm, bener juga."

"Bagaimana menurut lo? penampilan gue gimana?" Naya membusungkan dadanya, bergaya sedikit minta penilaian.

"Sempurna, gue seperti melihat bidadari."

"Bullshit!" lagi-lagi lengan Putra kena pukul.

"Ough, sakit tau. Nanti kalau lengan gue patah gimana? lo mau tanggung jawab nikahi gue?" Omel Putra.

"Pppfffffttt apaan sih? suka ngaco deh" Naya tidak mampu menahan tawa.

"Serius gue. Mana ada gue tampang-tampang bercanda? Lihat mata gue, serius kan?" Putra menyergap kedua bahu Naya, memandangnya dengan tak berkedip.

Hening!

Naya membeku ditatap seperti itu. benar kata Putra. Ia tidak bercanda dengan ucapannya. Hah! hati ini pun berdebar tak karuan, aku merasa sesak. Oksigen di sekitarku terasa menipis. Batin Naya.

"Nih, makan tangan gue" Naya menempelkan telapak tanganya di wajah Putra. "Becanda terus!" keluhnya mengalihkan kecanggungan.

Putra menggenggam tangan Naya, lalu mencium punggung tangannya. Hangat dan lembut bibir Putra terasa di punggung tangan Naya. Begitu lembut, terasa ketulusannya.

Desiran hati Naya meronta, tubuhnya bagai mendapat sengatan listrik dalam jumlah kecil. Samar tapi berarti.

Putra menatap Naya sekali lagi, pandangannya begitu dalam. Putra perlahan mengarahkan tangan Naya ke dadanya, menempel tepat di sisi luar jantungnya. Sehingga Naya dapat merasakan debaran jantung Putra secara nyata. Bola mata Naya bergetar. Naya bergeming.

"Gue serius dengan ucapan ini, gue nggak pernah main-main dengan lo. Gue sungguh mencintai lo, bahkan saat mengetahui lo mencintai Abi saat itu. Hingga sekarang cinta gue tak pernah berubah buat lo" kata Putra sungguh-sungguh.

Astaga Putra membuat pernyataan? Pernyataan yang jujur membuatku bingung. Pernyataan yang sulit untuk aku jawab. Aku pernah kehilangan persahabatan dengan Abi karena aku menyatakan cinta, kali ini aku tidak mau kehilangan persahabatanku lagi. Aku masih terlalu takut untuk berhubungan dengan kata yang bernama cinta. Kekecewaan Hati ini yang pernah mencintai Abi masih teramat membekas hingga saat ini. Maafkan aku Putra, mungkin hanya waktu yang mampu menyembuhkan kecewa di hatiku ini.

"Gue ..." kata Naya bergetar.

"Sstttt ..." Putra menempelkan telunjuknya di bibir Naya. "Lo nggak harus jawab sekarang. Lo bisa datang ke gue saat lo sudah siap. Gue hanya ingin lo tau perasaan gue ke lo. Gue lega sekarang. Setelah hampir empat tahun, akhirnya gue bisa katakan ini ke lo" Putra tersenyum.

Mereka berdua saling pandang untuk beberapa saat tanpa berbicara. Mata merekalah yang saling menyelam untuk menemukan jawaban.

"Makasih Put, lo memang terbaik. Gue beruntung punya lo."

"Gue juga beruntung kenal lo. Mulai sekarang jangan pernah sungkan lagi ke gue. Mulai sekarang Lo bisa katakan apapun yang lo butuhkan atau yang lo mau, gue selalu siap untuk lo."

"Ok, thank you so much" Naya memeluk Putra.

Naya merasa lega, ia tidak harus kehilangan persahabatannya dengan Putra, mungkin untuk saat ini entah apa yang akan terjadi suatu hari nanti. Naya hanya bisa berharap semoga hubungan baiknya dengan Putra bisa abadi.

Brak!

Fisa membuka pintu kamar Naya dengan kasar. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran.

"Itik buruk rupa! Cepet turun. Mama menunggu di bawah" kata Fisa tanpa adab, seperti lagi nyuruh pelayan saja.

Tatapan tajam Fisa penuh kebencian. Fisa pergi begitu saja, tanpa berkata lebih. Sepertinya ia sedang buru-buru.

"Kenapa dengan dia? Aneh" gumam Putra.

"Sudah, kita turun saja."

"Nay, gue nggak suka kak Fisa bersikap seperti itu ke lo. Sekali-kali lo harus lawan, biar dia nggak seenak hidup dia sendiri. Lagi pula lo kan adiknya, masa dia begitu?" Putra nggak terima.

"Sudah. Gue sudah terbiasa kok. Kak Fisa memang begitu sejak kecil."

Putra menghela nafas berat, ia lalu mengusap lembut puncak kepala Naya. Begitu terasa ketulusan kasih sayangnya Putra kepada Naya. Sayang, Naya sudah terlanjur kecewa akan cinta.

Naya turun bersama Putra, Mama Vera dan Kak Fiza sudah menunggu dengan tidak sabar di bawah.

"Cepat Naya" kata Vera.

"Ada apa Ma?"

"Kita harus segera berangkat, ayo?" Ajak Vera.

"Iya, cepat sedikit kenapa? Sopir sudah nunggu tuh" omel Fisa.

"Kita mau kemana?" tanya Naya penasaran.

"Ikut saja" kata Vera, wajahnya sudah kusut.

"Biar Naya ikut dengan saya. Kami bisa mengikuti dari belakang."

"Hei!" Fisa angkat bicara, tapi segera dihentikan oleh Vera. "Ma?" Fiza terkejut. Vera hanya mengedipkan mata.

"Baiklah, kalian bisa mengikuti mobil kami dari belakang" ucap Vera.

"Ada apa ini?" tanya Naya cemas.

"Kita ikuti saja mereka. Nanti lo juga tau. Semuanya akan baik-baik aja. ok?" kata Putra menenangkan.

"Ok."

Mobil yang ditumpangi Vera dan Fisa berada di depan, sementara Putra dan Naya di belakang. Naya tidak tenang, pikirannya penuh dengan tanda tanya.

"Perasaan gue nggak enak. Ada apa ya?" ucap Naya.

Putra menggenggam tangan Naya menggunakan tangan kirinya. "Tenang ya? percaya deh, semua pasti baik-baik aja. Kalaupun tidak baik, gue ada di samping lo. Lo bisa andalin gue" kata Putra memberi semangat.

Walaupun Naya tetap cemas, tapi dia menghargai usaha Putra. Naya harus sedikit membunyikan kekhawatirannya. Semoga semua baik-baik saja, seperti kata Putra.

"Hemm, gue ngerti."

Apa yang sebenarnya terjadi? Kemana Vera membawa Naya? Apakah suatu saat nanti akhirnya Naya menerima cinta Putra?

Terima kasih sudah membaca karya saya ini.

Silakan tinggalkan review/ ulasan untuk mendukung karya ini.

Jangan lupa mampir juga ke karya saya yang lain :

-Detak Jantung Cinta Kita

-Saudagar Termuda

-Aiko.

tinggalkan jejak disana jika kalian mampir ya?

Teeima kasih banyak

Pena_aQuinacreators' thoughts