webnovel

Bab 16: Missing Him

Sudah dua minggu berlalu, semuanya berjalan baik-baik saja bahkan cenderung lebih tenang. Ganendra tidak pernah lagi menghubunginya atau sekadar datang ke restoran. Ares juga sudah tidak lagi datang di waktu yang sama atau sekadar makan siang. Baik Ganendra maupun Ares seolah menghilang dari kehidupan Hana. Seharusnya Hana senang karena orang mengganggu itu sudah tidak terlihat lagi. Harusnya Hana senang karena kehidupannya yang normal sudah kembali. Tapi entah mengapa, ia merasa seperti ada sesuatu yang hilang.

"Han, mau pulang bareng Bang Andra?" tanya Andra ketika dilihatnya, Hana masih melamun sendirian.

"Hana dijemput Dirga, Bang," jawab Hana.

Di tempatnya, Andra kemudian mengangguk dan ikut menunggu Dirga bersama Hana. Sementara Dean, sudah pulang lebih dulu karena ada urusan pribadi. Hingga tak berapa lama, Dirga datang dengan motor matiknya.

"Lama banget, Dir," ucap Hana pelan.

Sambil terkekeh pelan, Dirga menjawab, "Tadi aku ketemu si Mas yang–"

"Mas siapa?" tanya Hana yang heran dengan ucapan Dirga yang tak berlanjut. Benar-benar mencurigakan.

"E-enggak, bukan siapa-siapa," jawab Dirga cepat. Hampir saja ia menceritakan pertemuannya dengan Ganendra pada Hana. "Udah yuk pulang! Bang Andra, kita duluan!"

Setelah mengangguk pada Andra, motor Dirga melaju menjauh dari restoran. Namun, sikap aneh Dirga membuat Hana semakin curiga. Sebenarnya siapa yang ditemui adiknya, mengapa Dirga seperti sengaja menyembunyikan hal itu darinya. Ingin sekali Hana bertanya, namun sudah pasti Dirga tidak akan memberikannya jawaban seperti apa yang ia inginkan. Jadi Hana memilih diam, menunggu sampai Dirga menceritakannya sendiri.

***

Malam ini cukup mendung dibanding malam-malam sebelumnya. Restoran sudah tutup, dan pekerjaan Hana hari ini tak begitu melelahkan sebab restoran memang tidak begitu ramai. Semakin hari, Hana semakin jarang bertemu dengan Ganendra. Bahkan hampir tidak pernah sejak kejadian itu. Mendadak, segala ucapan Ganendra yang tak sengaja ia dengar melalui ponsel Ares membuatnya merasa sedikit bersalah. Tapi Hana buru-buru menggeleng, sebab Ganendra memang sudah seharusnya melakukan hal itu karena semua yang terjadi memang berawal darinya.

Sudah hampir setengah jam Hana menunggu Dirga, tapi adiknya itu tak kunjung datang. Malam semakin mendung, namun Hana masih setia menunggu. Sebab bosan, Hana mengedarkan pandangannya pada jalanan yang mulai sepi dari kendaraan. Lampu-lampu jalan yang mulai redup, hingga berakhir pada seorang lelaki dengan jaket hitam dan secangkir kopi di tangannya. Ekspresinya begitu terkejut saat tatapnya bertemu dengan Hana.

"Pak Ganendra?" Hana bergumam pelan.

Ada sorot sendu dalam tatapan matanya. Mata yang biasanya hanya menatap dingin dan tanpa perasaan, kini terlihat penuh luka. Tanpa sepatah kata, Ganendra segera menutup wajahnya dengan tudung jaketnya dan segera pergi begitu saja. Sementara Hana membeku di tempatnya. Apa yang dilakukan lelaki itu? Apa mungkin setiap malam Ganendra memerhatikannya dari kejauhan? Batin Hana bertanya-tanya. Hingga motor Dirga sudah berhenti di hadapannya.

"Ayo pulang, Kak."

"I-iya, ayo," jawab Hana pelan.

Setelah mengangguk pada Dirga, Hana menoleh lagi ke arah seberang jalan. Sudah tak ada siapa pun di sana selain jalanan kosong. Mendadak, pikiran Hana jadi ikutan kosong. Mengapa segala tindak-tanduk misterius Ganendra selalu sukses membuatnya sakit kepala? Sekarang apa lagi yang direncanakan lelaki itu, Hana bahkan sudah tak bisa lagi menduga-duga.

Ganendra bisa melakukan apa saja, dia bukan orang yang tidak memiliki kuasa. Namun, demi Hana, hanya demi Hana ia rela datang setiap malam, menatap gadis itu dalam diam demi melepas rindu. Padahal Ganendra bisa saja menyeret Hana dan mengikatnya agar gadis selalu ada di sisinya, tapi akal sehat selalu bisa menahannya. Ganendra tidak ingin menyakiti Hana lagi, tidak lagi.

Di tempatnya, Hana masih menerka-nerka apa yang sebenarnya dilakukan Ganendra tadi. Hingga Dirga yang menyadari Hana yang diam saja, mulai memperlambat laju motornya.

"Kakak kenapa diam aja? Jangan tidur nanti jatuh," ucap Dirga yang heran mendapati Hana yang sama sekali tidak bersuara.

"Kakak nggak tidur," jawab Hana.

"Kok diam aja? Kakak mikirin apa?"

Ada jeda sejenak, sebelum kemudian Hana menghela napas kasar. "Kakak cuma salah liat."

"Memangnya Kakak liat siapa? Hantu?" tanya Dirga seraya begidig. Entah mengapa, mendadak tubuhnya jadi merinding.

"Kakak seperti melihat seseorang yang Kakak kenal, tapi kayaknya Kakak salah liat aja."

"Siapa? Oh! Apa si Mas–" Lagi-lagi Dirga hampir keceplosan.

"Mas siapa? Kamu nyembunyiin apa dari Kakak, Dir?"

Meski ragu, namun Dirga tetap menceritakan tentang pertemuannya dengan Ganendra malam itu. Mendengarnya, Hana tidak percaya, tapi juga dirinya tidak bisa merasa ragu. Sebelumnya ia bahkan melihat sendiri sosok Ganendra yang berdiri di kegelapan seraya memerhatikannya. Perilaku yang menakutkan, tapi entah kenapa Hana malah tidak merasa ketakutan sama sekali. Dirinya malah merasa lebih aneh kalau Ganendra sungguh-sungguh menghilang dari kehidupannya.

"Kakak jangan marah sama si Mas, kayaknya dia nggak ada niat jahat," ucap Dirga kemudian.

"Dari mana kamu tau? Kamu nggak kenal dia, Dir. Gimana kalau dia memang mau berniat jahat?"

"Dia bilang mencintai Kakak. Dia nggak akan melakukan hal jahat ke orang yang dia cintai, kan?" jawab Dirga santai.

Satu kalimat yang keluar dari mulut Dirga dengan nada santai dan kelewat blak-blakan itu, sukses membuat Hana bungkam. Ia tahu, Ganendra tidak akan berbuat sesuatu yang hal buruk padanya. Namun, mengingat apa yang bisa dilakukan lelaki itu, membuat Hana jadi berpikir sekali lagi. Apa yang ada dalam pikiran Ganendra saat ini?

***

Malam berikutnya, turun hujan begitu deras dan angin kencang. Namun, Hana sudah sengaja meminta Dirga untuk tidak menjemputnya malam ini. Hana hanya ingin memastikan satu hal, yang sudah mengganjal hatinya sejak hari kemarin. Hujan semakin deras, para pelanggan juga sudah pulang, menyisakan Hana yang masih berdiri di depan restoran yang tutup. Menatap lurus pada seberang jalan, mencari keberadaan seseorang.

Tapi sayangnya, mau selama apa pun Hana menunggu, orang itu tidak pernah datang. Hingga beberapa malam setelah itu, Ganendra juga tidak terlihat di seberang jalan. Entah kenapa, Hana merasa sedikit kecewa. Apa mungkin Ganendra benar-benar sudah menyerah? Padahal ada banyak hal yang ingin Hana tanyakan pada lelaki itu, ada sangat banyak. Namun di saat seperti ini, saat Hana menunggu kedatangannya, Ganendra justru menghilang. Hana bahkan tak bisa menghubungi nomor ponsel Ganendra, lelaki itu juga tidak punya media sosial. Sangat sulit bagi Hana untuk mencari Ganendra.

Pikirannya penuh pada Ganendra saat ini. Senyum tipis dan tatapan tajam lelaki itu, serta rambut hitam mengkilap yang disisir rapi itu segera saja menghantui pikiran Hana. Bahkan tanpa sadar, Hana sudah menyeberang dan menyusuri jalanan-jalanan gelap itu. Tempat terakhir kali dirinya melihat Ganendra, berdiri sambil menatapnya dari kejauhan. Mungkin Hana enggan mengakui ini, tapi dirinya benar-benar merasa ada yang hilang.

***