webnovel

Marriage in lost Memories

Hidup ku seperti potongan puzzle Banyak nama yang aku hapus dalam memori ku, otak ku menolak mereka yang pernah menyakiti ku dan sekarang mereka muncul satu persatu. Salah satunya adalah Devan-suami ku! Suami dalam pernikahan berlatar bisnis ini. Dan dia-J juga kembali dari koma mencoba membawa ku kembali dalam kehidupan nya! Saat kenangan itu kembali bisakah aku menerima mereka kembali.

Daoist253276 · Sejarah
Peringkat tidak cukup
74 Chs

Tiga Puluh Dua

Aku duduk di dekat jendela kamar yang berangin kencang. Bahkan angin nya tak membuat ku menarik diri dari sana.

Foto anak laki laki ini masih di genggaman ku. Tentu yang mengirimi foto ini punya maksud tertentu. Dengan tulisan Anniversary disana.

Apa itu anak ku?

Wajah nya sangat mirip dengan Devan. Aku bisa langsung mengenali nya dari mata itu. Salah satu ciri identik Devan.

Apa aku juga lupa aku pernah melahirkan.

Aku menggeleng kuat kuat. Rasanya tak mungkin aku pernah melahirkan. Kalau pun ada anak dari hasil pemerkosaan itu. Tak mungkin Devan menutupi nya dengan hubungan kami yang sudah baik.

Berbagai macam spekulasi muncul di kepala ku.

Apa jangan jangan itu anak dia dengan perempuan lain.

Aku pernah berpikir tak mungkin ada laki laki hidup tanpa wanita di luar sanam

dan 2 tahun dia mehabiskan waktu di Singapore. Apa mungkin... Disana...

Hati ku cemas, takut dan marah.

Apa dia menipu ku lagi...

Uggghh rambut ini sampai ku uyel uyel karena pusing memikirkan nya.

Kulihat dibawah mobil nya dari gerbang masuk kedalam halaman belakang.

Aku harus bagaimana.

Jujur saat ini aku sangat di penuhi kemarahan aku tidak akan terima kalau dia menipu ku lagi

Pelan, pintu kamar di buka. Ada derap langkah nya masuk. Dan gemercing jam dilepas, juga suara ringan seperti ia melepas dasi, dan jas hingga aku rasakan keberadaan nya di belakang. Tangan nya menyusup di sela pinggang ku seperti biasa. Memberikan kehangatan nya tapi detik sebelum nya aku merasa ngeh dengannya.

" Dari pada mandi angin mending kita mandi sama sama" Goda nya lalu merengkuh ku lagi.

Aku tersenyum kecut,

" Dev..

"Hmm...

" Apa kamu ada terima surat gugatan cerai? Atas nama ku?

Tangan Devan melonggar

"...."

Aku sendiri ragu untuk melanjutkan kalimat ku.

" Apa ada yang kamu sembunyikan dari ku lagi???"

Kulihat Devan dengan intens. Bahkan menepis tangan nya yang masih dipinggang ku.

Ia tak langsung menjawab. Hanya sudut bibir nya tertarik singkat.

" Cepat juga ya Jordan bertindak..

" Jordan?

Devan menumpu kedua tangan nya ke atas pagar pembatas balkon. Mata nya lurus kedepan menatap tapi tak berisi.

" Kamu di beri dia apa? Foto??

Aku terkejut saja mendengar tebakan Devan.

Dim mengisi kesunyian kami.

" Dia anak ku..

Seperti petir disiang bolong aku mendengar nya.

Ada yang retak

Sakit

Tapi tak berdarah.

Devan tampak tenang disana. Tapi dari samping alis nya bertautan.

" Aku tau cepat atau lambat kamu akan tau! Ini kesalahan ku... Tidak jujur!!

Mata ku memanas, dan air tumpah begitu saja. Bagaimana bisa dia mengatakan ada anak. Dan ini anak dia. Anak dengan siapa?

Segenap jiwa aku berusaha kuat.

" Anak ku dengan Jessy!

Rasanya kaki ku berubah jadi Jelly. Aku jatuh ditompang Devan tapi dengan cepat aku mendorong nya. Mata ku berair dengan tatapan penuh kebencian pada pria ini. Jadi dia membohongi ku. Dia bilang Jessy hanya mitra kerja lalu bagaimana bisa ada anak di antara mereka.

" Itu terjadi karena kesepakatan saat dia dan keluarga nya memberikan jantung Devi untuk menyelamatkan mu!!!

Pernikahan dibawah tangan hanya 3 bulan. Sekarang kami tidak ada hubungan apa apa. Hanya anak!!!

Mata ku melebar tidak percaya dengan penjelasan nya.

Dia bilang karena untuk menyelamatkan ku??

Dia menikah dengan Jessy dan ada anak?

Dia pikir aku bodoh!!!

Kalau memang pernikahan itu hanya kesepakatan tanpa perasaan dia tidak akan meniduri Jessy!

F*ck!!!

Omong kosong semua nya.

Aku sangat terguncang dengan penjelasan dan pikiran ku yang bertentangan. Dan bayangan saat ia kaget melihat Jessy di apartement waktu itu seolah membenarkan prasangka ku. Itu bukan pertama kali dia kesana aku sangat yakin.

" Jangan sentuh aku Dev..."

Pinta ku saat jari nya mau merengkuh ku.

Dengan angkuh aku masuk ke dalam.

Ku ambil travel bag ku dan mengisi beberapa pakaian, make up, serta barang barang yang aku anggap perlu.

" Kamu mau kemana..

Ia mengejar ku dengan suara berat

"..."

Aku tak menjawab nya bahkan rasanya aku enggan melihat wajah nya.

Tangan ku di tahan saat menutup resleting tas.

" Alena.. Jangan begini! Semua terjadi begitu saja. Aku tidak mencintai Jessy. Dia memberi ku obat dan itu pertama dan terakhir kami melakukan nya. Aku bersumpah!! Jessy selalu memeras ku mengatasnamakan anak dan kamu!! Sungguh ak-

Plak

Plak

Aku menampar nya 2 kali dengan keras.

Alasan yang sama dan itu terdengar basi.

Kepercayaan ku sudah hilang padanya.

Ia meringis meraup kedua rahang nya yang mengeras, bisa ku lihat wajah nya menggelap karena marah.

Aku menatap nya dengan rasa jijik tak tertahan kan. Untuk ke berapa kali aku dilukai.

Tapi tidak untuk saat ini. Ucapan nya hanya bualan sampah dan sampah harus di buang.

" Alena..

Tangan ku kembali di cekal. Kali ini ia menahan nya dengan kuat. Bisa kurasakan aura nya berubah dari sebelum nya.

" Kamu tidak boleh kemana mana.. Jangan pergi" Teriak nya kencang sampai kuping ini mendenging.

Ku tarik tangan ku tapi hanya rasa sakit yang aku rasakan.

" Lepas.. Aku ga mau disini lagi.." Jerit ku memberontak.

Devan masih mempertahan kan cekalan nya.

Aku diseret dan di lempar ke tempat tidur.

Wajah gelap nya menunjuk ku penuh amarah.

" Diam disana... Jangan kemana mana"

Nafas ku naik turun membabi buta. Mata ku mengikuti langkah nya yang menuju pintu untuk mengunci nya.

Aku tak bisa terperangkap disini lagi. Dengan manusia seperti dia.

Aku mengambil ponsel ku. Menekan nomor Susan tapu belum selesai ponsel itu melayang dan di lempar hingga  pecah menjadi beberapa bagian.

" Kyaaaakk.. Kamu gilaaa " Teriak ku naik pitam.

" Jangan melawan ku... , jangan membantah.. Dan jangan kemana mana..." Ancam nya kembali menyeret paksa ke tempat tidur.

Ia melepas sabuk nya. Mata ku melebar kaget. Dan melilitnya ke kedua kaki ku, tapi ia kesusahan karena pemberontaka  ku yang alot.

" DAVE... DAVEEEEE TOLOOOONG AKU DAVEEEE" Teriak ku histeris.

Satu satu nya kesempatan ku adalah Dave. Ia masih tinggal disini, aku harap tembok kokoh dinding ini tidak mengurangi lolongan ku.

Aku berhasil menendang sabuk itu dan turun dari sana lagi.

Mengambil apapun untuk ku pecahkan. Parfume mahal nya, alat make up ku yang dari kaca semua nya aku pecahkan. Hingga lantai itu penuh dengan beling beling berwarna warni

Aku berharapa Dave dengar suara pecahan ini.

" Alena.. Hentikan" Teriak Devan mengikuti ku. Aku lari ke arah lain mendorong kursi meja rias. Mengambil figura yang isi nya foto kami minggu lalu.

Wajah nya tegang saat foti itu berhasil aku  ambil dari dinding.

" Jangan lakukn itu.. Ja-

PRAAAANG....

Foto itu aku lempar keras kelantai hingga kaca nya pecah.

Suara pecahan nya menggema di seluruh penjuru.

Tak hanya itu. Itu ibaratkan perasaan ku padanya yang singkat dan hancur tak bisa disatukan.

Devan memandangi bingkai itu dengan sorot terluka. Jakun nya naik turun memompa pasukan udara dalam otak nya.

" Kenapa kamu lakukan ini LENAAAA"

Kami terdiam dalam sorotan sama sama dihinggapi kemarahan.

" Alena...

Terdengar suara Dave di luar.

Aku melompat kearah pintu. Bahkan tak peduli ada pecahan kaca mengiris kaki ku.

" Dave keluarkan aku dari sini. Tolong aku.. " Teriak ku mencoba menarik narik pintu sambil menendang nendang daun pintu.

Kulihat Devan disana hanya melihat ku diam. Tapi mata nya masih mengunus tajam.

Ku rasakan pintu bergoyang, Dave menghantamkan tubuh besar nya ke pintu itu.

Devan melangkah cepat menuju kasur bahkan bisa kulihat juga jejak kaki merah mengikuti , mungkin ia terluka beling lebih dulu.

Ia membalik kasur disana dan mata ku membulat melihat senjata api ditangan nya.

" Dengar Alena! Ini peringatan terakhir! Kalau kamu berani keluar disini, aku bisa mencelakai siapa pun. Tak terkecuali Dave.."Ancam nya menarik pelatuk senjata itu membuat ku ketakutan setengah mati.

Bruuk..

Pintu berhasil di roboh kan Dave.

Wajah cemas terlihat disana. Mata nya ikut melebar melihat kondisi kamar yang mengerikan dan  saudara nya yang memegang pistol.

" Woooaaaah Bro.. Santai.. Santai jangan gelap mata... Okey.."

" Pergi! Jangan ikut campur Dave" Peringat Devan mengarahkan pistol itu ke arah Dave.

Dave melihat ku dengan bimbang. Aku memberi sinyaln ia untuk pergi. Bagaimana pun aku tak mau ada yang terluka karena aku.

" Dev.. Gue tau loe sekarang banyak masalah perusahaan loe serahkan tap-

" Pergi!" Teriak Devan dengan keras. Bahkan ia melepaskan 1 peluru ke atas.

Suara tembakan yang sangat keras dan memekikan telinga.

Aku mendorong Dave dengan kuat.

" Pergi Dave, aku baik baik saja..." Kata ku menjaminkan perkataan ku.

" Oke! Aku ada di dekat sini. Len.. Laki lo sarap!!" Kata Dave tampak tersulut emosi. Di lihat nya saudara nya dengan bengis.

" Awas loe lukain Lena" Ancam nya lalu kembali beranjak dari sana.

Nafas ku sedikit lega melihat Dave keluar dari sana.

Kulihat Devan juga menurunkan pistol itu. Mata nya jatuh ke lantai  dengan belakang bersandar di kursi.

Sepi. Hanya suara nafas yang terdengar.

" Aku mau sendiri Dev... Percuma kamu menahan ku disini!! " Ucap ku lebih merendah.

" Ga! Jangan pergi"

Aku tetap melangkah. Menuju tas ku.

" Aku bilang jangan pergi Alena..." Teriak nya lagi nembali murka. Kali ini ia mengarahkan pistol itu ke arah ku, mata nya berkabut amarah yang memuncak.

Aku tak bergeming aku percaya kalau ia tidak akan berani menembak ku.

" Tembak saja.. Aku mati selesai semua.." Kata ku memprovokasi nya.

Rahang Devan mengeras, bahkan bibir nya mengerut , ia kembali menarik pelatuk nya. Mata pistol ia turun kan ke bawah.

" Aku akan tembak kaki mu Alena! Kamu ga akan bisa pernah kabur dari ku...

" Ya tembak sa-

Dooorrrr

Peluru kembali ia layangkan ke bawah. Aku menjerit kaget dengan membungkuk nafas ku ngos ngosan... Ada kepulan asap di sekitar kaki ku.

apa aku tertembak..

Ku rasakan kaki ku masih bisa bergerak.

Dan lubang tertera jelas di ujung jari kaki ku. Mungkin 1 cm lagi timah panas itu benar benar melukai kaki ku.

Aku syok melihatnya.

Dia sungguh melakukan nya.

Dia-

Kulihat Dave kembali muncul.

Di ambang pintu yang roboh.

Ia mengumpat kasar melihat ku membungkuk ketakutan.

Dan Devan terlihat kehabisan amunisi.

" Keparat loe Dev.. Gue bilang jangan lukai Alena.. Loe..

Wajah Dave menggelap dengan rahang mengeras.

Bugh.

Dave langsung menyerang Devan dan memukuli nya bertubi tubi.

Melihat ada kesempatan itu aku bergegas bangun. Kulihat Devan tak melawan serangan Dave ia hanya berteriak jangan pergi berulang ulang tanpa menghiraukan tubuh nya di serang saudaranya sendiri.

Bugh...

Sekali lagi kulihat bagaimana Dave meninju muka Devan dan Devan hanya menyekal tangan Dave ia berusaha mengejar ku tapi Dave menahan nya dengan kuat.

Aku berada di ambang pintu, nafas ku naik turun. Menatap nya dengan sangat penuh kebencian, mehapus air mata yang tak pantas untuk nya.

Wajah merah nya bertautan dengan urat meneriaki Nama ku dengan keras.

" Kita selesai Dev.." Kata ku dari mata ku dan aku melangkah dari sana dan lari sekencang mungkin.

Yang terdengar hanya suara teriakan Devan di dalam sana dan barang barang berjatuhan.

Kaki ku rasanya lesu tak ada daya untuk melangkah, hati ku benar benar remuk untuk menerima semua nya.

Ku tetap kan jiwa untuk berpisah dengan Devan.

*

*

*

Suara indah Susan mengalun merdu di depan sana.

Aku melihat nya di sedang berada di depan audiens di sebuah Cafe.

Ku lihat senyum cantik Susan terlihat saat pengunjung cafe memberi nya tepuk tangan.

Sudut bibir ku sangat susah untuk tersenyum. Aku hanya bisa melihat nya dari sisi jendela luar sampai ku lihat ada pria naik ke panggung kecil. Aku kenal dia. Dia dokter muda itu. Eric! Terlihat jelas kedua nya saling mencintai satu sama lain.

Kedua nya menyanyi bersama sambil tersenyum bahagia. Tangis ku kembali lolos melihat sahabat ku sudah bahagia dengan kehidupan baru nya.

Alena..

Suara di belakang mengintruksi ku.

Aku tau ini saat nya aku pergi dari sana.

Ku toleh ke belakang J menatap ku datar dengan manik biru nya. Aku mengangguk lalu berlalu dari sana meninggalkan sekeranjang bunga lili indah buat sahabat ku Susan, di dekat sana dengan nama tertera atas nama ku.

Sebelum nya aku juga kerumah Nita. Meninggalkan salam ucapan untuk nya. Dia suka cokelat dan dengan cara yang sama aku meninggalkan sekeranjang cokelat di depan pintu. Menuliskan pesan manis buat nya.

Aku yang pengecut tak berani melihat wajah wajah sahabat ku takut mereka akan mengurungkan niat ku untuk pergi dari sana dan tak tau kapan akan melihat wajah mereka lagi. Setelah ini aku memutuskan meninggalkan kota ini dan semua yang berbau dengan kehidupan ku bersama mereka juga Devan.

Sebelum nya saat aku keluar dari rumah itu tujuan ku cuman pergi dari sana sejauh mungkin tapi aku rasa ini memang bagian rencana J, ia memberi ku foto dan sudah menebak apa yang terjadi.

Jordan menunggu ku di persimpangan jalan tak jauh saat aku keluar.

Ia memberikan ku sebuah brosur sebuah negara dan itu menjadi pilihan ku saat ini.

Hanya dalam beberapa jam aku dan J sudah menempati pesawat Jet pribadi milik nya.

*

*

*

Seperti dalam mimpi yang pernah ada aku berada di sebuah istana besar lainnya  tempat yang sama dengan apa yang ada di dalam mimpi.

Ini Negara Swiss tempat kediaman jordan tinggal. Dan aku bisa melihat dengan nyata foto foto yang waktu itu ada di mimpi ku. Ternyata mimpi itu adalah sebuah firasat adanya aku disana hari ini.

" Kamu pasti lelah. Tidur saja disini..

Kamar ku ada di sebelah"

Suara Jordan membuyarkan lamunan ku saat melihat foto kami di sebuah ayunan itu.

Aku mengangguk, Perjalanan dari kota Batam ke kota di ibukota Negara ini Bern tentu sangat panjang dan melelahkan apalagi membawa hati yang patah.

Untuk kesekian kali aku terbangun entah ini sudah keberapa hari aku di kamar ini.

Aku pergi membersihkan diri dan mengganti pakaian ku, Lalu segera mengangkat tas travel itu.

Aku keluar dari kamar itu untuk pertama kali nya.

Seperti dalam mimpi saat aku menelusuri lorong dengan aksen eropa yang kental.

Kulihat Jordan ada di ujung lorong sedang bicara dengan seorang laki laki yang lebih tua dari nya. Dari gerakan nya pria itu orang nya karena tampak ia mengangguk angguk.

J melihat ku lantas ia segera mendekat.

Ia mengenakan sweater berwarna maroon sangat kontras dengan kulit nya yang kemerahan.

" Kamu mau kemana?" Tanya nya melihat tas ditangan ku.

" Aku mau balik ke Jakarta" Jawab ku dengan suara serak karena terlalu sering menangis.

" Jakarta?

Aku berhenti berjalan dan ia juga berhenti. " Maaf kan aku J.. Aku terlalu terburu buru malam itu aku kacau dan malah ikut dengan mu ke sini! Aku akan menyelesaikan sendiri masalah ku, aku masih punya Papa! Kata ku kembali berjalan.

" Papa mu tidak akan bisa membantu dan menyelesaikan nya Alena! Kamu tau Devan dia hanya bisa di lawan dengan pengacara yang sama kuat nya"

" Maksud mu aku tidak mampu membayar pengacara yang level tinggi??"

" Bukan begitu! Aku sudah mengurus nya! Jadi kamu jangan pikirkan masalah perceraian mu!, lagi pula kalau kamu di Jakarta dia akan mudah menemukan mu! Akses keberadaan mu sudah aku atur, kamu aman disini..

Kulihat J dengan diam, perkataan nya memang ada benar nya. Untuk lepas dari Devan aku perlu pengaruh nya tapi tetap saja aku merasa terlalu dalam melibat kan J.

" Jangam merasa jadi beban. Ini semua sudah tanggung jawab ku"

" Maksud nya?

J tersenyum tipis.

" Kita sambil makan dulu ya Alena.. Disini pai nya sangat enak, kamu suka manis kan.. " Ia lalu membawa ku ke sebuah ruangan meja makan. Ada banyak pelayan dengan seragam ala gipsi disana.

Dengan bahasa itali J memerintahkan salah satu dari mereka untuk memberi ku sebuah pai.

Dan kemudian  ada pai berukuran mangkok di depan ku. wangi vanila dan susu nya langsung menguar, warna pai telur nya juga menggugah selera. Perut ku langsung bergejolak menghirup arom nya.

Dengan ragu aku mengambil pisau dan mengiris menjadi 4 bagian. Pai itu masih hangat saat ku ambil 1 bagian. Lalu menggigitnya, Renyah dan aroma kayumanis juga tercium. Pai itu memang sangat enak, rasa manis nya sangat pas Sedikit banyak perasaan kalut ku menjadi lebih ringan.

" Aku hanya mengambil apa yang menjadi milik ku len!!!Kamu adalah bagian dari rencana ku 3 tahun yang lalu.

Seharus nya kalau tidak terjadi kecelakaan aku yang akan menjadi suami kamu saat ini.

Devan hanya mengambil kesempatan, dan semua nya sudah terbalas, jadi kamu jangan terbebani. Semua tanggung jawab ku!" Umbar nya dengan tenang disana.

" Rencana 3 tahun yang lalu?"

J mengalihkan pandangan nya ke pai di depan nya, ia tampak bersalah disana.

" Kebangkrutan papa mu itu aku yang lakukan! Aku hanya menekan ibu tiri mu agar memperlakukan mu dengan baik" Jawab nya dengan pelan.

Aku memang sudah tau kalau dalang nya adalah J, dan memang benar kalau saja dia tidak membuat Papa bangkrut mungkin Devan tidak akan menawarkan diri untuk membantu dan memberikan syarat pernikahan.

Semua ini memang asal nya dari J.

Tapi bagaimana kalau bukan Devan yang menolong dari kekacauan yang ia tinggal kan.

Rasanya aku ingin marah tapi itu sudah berlalu, otak ku terasa lelah kalau hanya memaki karena masa lalu. Masalah ke depan lebih serius dari masa lalu.

"Aku hanya membereskan masalah yang aku tinggalkan! Kamu hidup tenang dulu disini, setelah selesai. Kalau kamu mau kembali ke Jakarta. Aku akan mengantar mu" Katanya lagi.

Aku mengangguk mengiyakan. Memang untuk saat ini biarlah J menyelesaikan sisa nya, aku cukup lelah dengan masalah masa lalu ku dan untuk saat ini aku ingin mehapus Devan dari ingatan ku. Aku berharap bisa hidup baru dari sekarang.