Author Pov.
" Apa kamu selemah itu Rudy?" Kesal Alena melihat Rudy yang tampak tak sanggup membopong Devan, padahal ia cowok yang punya tenaga besar tapi memang postur Devan yang besar ini memang dua kali liat Rudy.
" Bantu saya Nyonya" Pinta Rudy disana terengah. Yang sebenar nya juga pura pura. Ia mengerti kalau Boss nya ini tidak mabuk sama sekali dan dapat sinyal ia harus bersandiwara.
Alena tampak tak ikhlas tapi tak tega juga melihat Rudy seperti itu. Ia pun segera mengambil posisi sebelah kanan. Tapi kemudian matanya menangkap Max yang menggiring Star tidak jauh dari sana.
" Max..." Teriak nya keras.
Yang punya nama mencari asal suara dan melihat ke depan perkarangan sana. Max segera mendekat sambil berlari.
" Shit... Kenapa dia manggil manusia kuda ini" Ringis Devan merasa kesal. Rudy hanya mengulum senyum. Ia tau pasti tuan nya kesal sekali. Terlihat telingan Devan yang memerah.
" Tuan besar mabuk. Tolong bantu Rudy bawa dia ke kamar nya ya" Kata Alena disana tentu disanggupi Max yang segera menggantikan posisi Alena.
Kalau tidak bersandiwara Devan ogah sekali di papah oleh Max, disentuh baju Max pun ia enggan. Tapi mau tak mau ia mengikuti alur.
*
" Saya akan cari pereda mabuk" Rudy angkat kaki setelah boss nya itu dibaringkan ke kasur sana.
Alena mengangguk. Dan segera melepaskan sepatu Devan satu persatu.
" Terima kasih Max.. Aku akan mengurus nya"
" Biar aku bantu" Max mengambil alih. Ia merasa tak rela melihat Alena harus mengurusi mantan suami nya itu sampai sebegitunya.
Sedangkan Devan tentu saja ia makin dongkol. Pengganggu ini makin berani mencari perhatian pada Alena. Ia pun menarik kaki nya dan seolah olah mabuk menedang Max dengan keras.
Max terpental jatuh dari ranjang itu. Dan si pelaku tampak tertidur lagi tanpa dosa.
Alena membantu Max berdiri
" Apakah sakit?"
Max tampak meringis karena yang ditendang Devan adalah dadanya dan sangat kuat. Ia enggan juga terlihat lemah didepan Alena.
" Aku baik baik saja! Sebaiknya aku pulang dulu" Ujar nya disana kembali terbatuk-batuk.
Ia meringis dan menilik ke atas ranjang ia yakin yang dilakukan pria itu sengaja melakukan nya. Tidak ada orang mabuk yang terang-terangan menendang orang sebegitu pas nya.
" Baiklah. Maaf sekali dan terimakasih ya..." Kata Alena mengantar Max sampai pintu kamar. Max menganggukn
dan segera menghilang di bilik pintu. Kemudian Rudy muncul dan memberikan minuman pereda mabuk.
" Ini nyonya! Saya permisi dulu " Rudy segeta ngacir sebelum Alena menahan nya lagi.
" Ck! Nyusahin banged sih" Sungut Alena lalu ia menuju kearah Devan. Pria itu menggeliat disana dengan sisi wajah nya menghadap Alena. Ia seperti bayi besar yang tertidur. Tidak menggemaskan sama sekali malah membuat nya jengkel.
" Dev... Bangun lah ini pereda mabuk, besok kamu kerja kan"
"..."
Merasa tak ada sahutan. Alena kembali melepaskan sepatu juga kaus kaki yang Devan kenakan. Meski merasa was was takut kalau ia juga jadi korban tendangan Devan. Tapi ternyata tidak. Ia lalu menarik selimut di bawah badan pria besar ini. Sampai sampai harus mendorong kaki dan pantat nya kesamping dengan kekuatan penuh.
" Ck.. Makan kerbau 1 ekor ya.. berat sekali.." Dumel nya merasa kewalahan. Tapi kemudian tubuh itu bergerak. Alena langsung mingken khawatir orang nya dengar dan marah.
Ternyata Devan hanya bergerak. Ia pun melanjutkan menarik selimut dan menyelimuti tubuh besar itu yang terpejam.
Terenyuh lagi lagi Alena merasa terenyuh dengan pria yang tertidur ini, ia dudukdi sana melihat Devan sedang seksama.
" Terimakasih Dev... Terimakasih sudah menyelamat kan aku dan Adela. Terimakasih sudah mengijinkan aku merawat Adela dan Terimakasih sudah..." Ia menarik nafas dalam lebih melibatkan segenap jiwa nya. " Sudah hidup lagi!!"
Ya ia merasa sangat senang pria itu masih hidup setelah pisau yang mengiris dadanya.
Alena ingin sekali mencoba menggapai Devan disana menyentuh wajah itu lagi tapi ia takut kalau pria ini terusik dan menyerang nya seperti didalam mobil.
Walau bisa saja mencari keuntungan tapi tetap saja pada kenyataan pria itu bukan milik nya.
Ia pun beranjak dari sana mematikan lampu kamar dan menutup pintu.
Mata Devan terbuka perlahan.
" Terimakasih juga Alena..." Bibir nya tersenyum tipis.
*
*
*
Pov Devan!
Alea bilang kalau Alena sebenarnya cemburu dengan nya. Tapi aku yakin ia hanya tersiksa oleh masa lalu nya karena wajah Alea mirip Devi. Bahkan yang kulihat begitu Alena melihat Alea penuh kebencian bukan rasa cemburu.
Dan bukan nya aku harus mehapus dia diotakku! Selain memberinya pelajaran ini juga menjadi boomerang untuk ku. Rasa benci yang kutanamkan kembali runtuh dengan sering nya ia di depan mata ku. Aku malah seperti pengecut yang minta perhatian dari nya. Sengaja membuat nya kesal dan menekan nya karena hanya dengan begitu wanita itu bisa tunduk padaku.
Dan lagi ada statment dia cemburu pada Alea.
Ck!! Perlu keajaiban dulu kalau Alena menaruh perasaan nya padaku. Bahkan ini belum genap 2 bulan dia muncul lagi. Mana mungkin ia mencintai ku secepat itu, bahkan ia terkesan cuek dan datar kalau kami sedang berakting mesra mesraan di depan nya.
Dan aku tidak bisa asal menyimpulkan.
Dan lagi aku tak suka sifat liar nya yang mudah menerima orang baru, contohnya nya saat aku datang ke pesta itu dengan topeng. Ia tak mengenali ku tapi dengan gampang nya berdelayutan dengan ku yang notabeni orang asing yang baru ia kenal dan juga siapa itu manusia berkuda yang sok kegantengan. Ia cepat sekali akrab dengan laki laki itu bahkan sering telpon-telponan. Menyukai ku dari mana. Aku yakin Alea salah menyimpulkan!!
*
*
" Jadi menurut mu aku harus berdamai dulu dengan nya?" Teriak ku pada Rudy. Apa Rudy salah makan? Aku rasanya ingin mengacak wajah nya sekarang juga.
Rudy beringsut cemas disana. Padahal aku hanya bicara spontan. Ya walau pengen meubek ubek wajahnya yang sok ke korea-korean ini.dan ini apa lagi yang aku lakukan! Aku sampai harus minta pendapatan Rudy yang notabeni jomblo akut???
" Nyonya itu akan mudah dikendalikan kalau Tuan mau mengikuti alur nya dia, Tuan!" Sambung Rudy lagi lalu langsung menutup wajahnya dengan majalah disana.
" Alur apa? Bicara yang jelas! "
Rudy menurunkan majalah itu lagi pelan-pelan " Coba Tuan berteman dulu dengan nya!
Apa! Berteman?? Aku melihat Rudy dengan geram. Aku tidak mau jadi teman Alena. Dia itu istri ku. Dimata ku dia tetap istri ku walau sebenarnya mantan. Yaach mantan rasa istri.
Rudy menggaruk tekuk nya. " Bukan begitu tuan " Begini.. Nyonya terlihat melihat anda sebagai atasan nya dan itu membuat jarak pada hubungan anda. Coba anda perlakukan dia seperti seorang teman. Tapi teman hidup bicar alami dan memperlalukan nya dengan alami tidak ada dendam dan gengsi"
Alis ku terangkat mendengar penjelasan Rudy, masuk akal juga sih.
Kugigit apel ditangan ku dengan gusar dan mengunyah nya sambil berpikir ulang.
Memang aku menempatkan Alena menjadi sekretaris ku selain untuk balas dendam juga membuat nya selalu ada di sebelah ku. Tapi interaksi kami terlihat hanya sebatas pekerjaan. Dan aku sadar aku memperlakukan nya sedikit kejam.
Dan siang berikut nya aku mengajak Alena makan siang hanya berdua, wanita ini terlihat curiga karena kali ini tanpa Clara, Rudy, paul dan lainnya.
" Aku mau memperbaiki hubungan kita" Kata ku ditengah jalan makan siang.
Ia langsung keselak dan segera menuntaskan nya dengan segelas air. Wajah nya sampai merah sekali dan berangsur angsur normal lagi.
" Maaf pak, saya kaget maksud tuan apa? Tanya nya disana dengan mata menunduk. Dan kembali tenang dengan cepat.
Aku bahkan sangat menyukai bulu mata tebal Alena kalau menunduk begini. Dia seperti boneka hidup. Hidung mancung nya tampak lurus kebawah. Dengan bibir berwarna pink muda. Aku segera liat kesamping saat ia nyaris memergoki ku sedang diam diam mengagumi nya.
" Hmm. Begini! Aku merasa keberatan kamu ikut ikutan memanggil ku tuan-tuan besar Pak.. Anda, saya ! Itu aneh!, jadi jangan panggil aku tuan lagi. Panggil saja nama ku seperti dulu"
" Dev. Devan..!"
Dengan hati hati aku menyebut kata dulu. Rasanya itu kata keramat. Aku yakin ia kurang suka kalau mengingatkan kami pernah bersama. Pernah menempel satu sama lain. Berciuman mesra dan berbagi cairan tubuh.
Aku mendadak Phenumia kalau mengingat itu.
Alena tak bereaksi. Apa ia keberatan??
" Baiklah" Katanya kemudian terdengar terpaksa tapi itu tak masalah. Dengan begini aku bisa bebas memperlakukan nya sebagai Alena bukan bawahan ku lagi. Tapi kemudian aku bisa melihat semburat merah di pipinya. Apa ia menyukai ini. Rasanya aku sudah melakukan sesuatu yang benar.
Dan aku memang memperlakukan nya sebagai Alena, sebagai teman yang layak nya diajak normal. Mengobrol meski awal nya canggung tapi lama kelamaan dia mudah di ajak ngobrol. Menyahut dengan jawaban yang tidak menonton. Hingga waktu berlalu begitu saja. Dan sekarang disini sudah musim panas. Adela juga sudah mulai belajar merangkak. Yang paling menggemaskan puteri ku itu gemar sekali mengacak acak benda di kamar ku. Aku menyukai nya dan menjadikan alasan agar aku bisa melihat Alena, mengawasi nya diam diam.
Dan seperti malam sebelum nya mereka berkumpul dikamar ku.
Ku lihat mata bulat Adela yang menggemaskan ini. Dan ia tertawa riang saat ku angkat angkat ke udara. Teriakan nya juga tak kalah lucu dan menggemaskan. Kalau sedang tersenyum begini Adela sangat mirip Alena. Dan matanya mirip sekali dengan ku. Sungguh anugerah yang tak terduga. Ada aku dan Alena di tubuh bayi ini.
Kulihat di lantai sana Alena sedang berlomba mewarna dengan Jeremy. Sesekali terdengar mereka bertengkar laku tertawa satu sama lain.
Putera ku itu sekarang terlihat lebih ceria ketimbang dulu. Malah aku iri kedekatan nya dengan Alena sangat alami.
Kenapa tidak dari dulu Alena menerima Jeremy.
Kenapa harus ada perpisahan dulu dan ada luka.
Hingga aku merasa ada cairan panas mengalir di perut ku. Kulihat Adela tertawa tawa disana.
Ia ternyata mengencingi ku.
Aku menjerit kaget dan menggantung Adela ke udara tetesan air kencing nya masih menetes.
" Adela ya ampun.. " Alena segera muncul dan mengambil alih Adela yang malah ketawa ketawa dengan wajah polos dan menggemaskannya.
" Popok nya bocor! Baju dan kasur nya jadi basah dan bau Dev... Bagaimana kamu tidur??" Ringis Alena tampak mengkhawatirkan yang tak penting.
" Tak masalah. Aku bisa tidur disofa" Sahut ku sambil melepas baju kaos yang kupakai. Alena tampak melotot melihat badan ku dan wajah nya langsung memerah
Apa ia menyukai nya?? Aku menyebik senang mengetahui hal itu.
Ia mendehem lalu segera membawa Adela keluar dari sana dengan pipi merah muda.
Jadi dia menyukai badan ku??
Kulihat otot perut di badan ku ada rasa bangga menyelimuti. Lalu aku menekuk lengan dan bergaya ala atlet binaragawan yang sedang didepan kamera lengkap dengan cengiran yang sok cool.
" Papi ngapain?" Tanya Jeremy membuat ku kaku dan segera mendehem keras. Dan segera turun dari ranjang menuju kamar mandi.
Rasa nya malu ditegur seperti itu oleh anak sendiri.
Aku segera membersihkan bekas kencing Adela disekitar perut juga dada.
Saat keluar kulihat Alena disana sedang membersihkan kasur dan menggantikan sprei yang baru.
Diam diam aku berdiri di belakang nya yang menungging sibuk mengangkat beban kasur. Aku senyum senyum sendiri pada posisi itu mengingat kan posisi yang pernah kami lakukan.
" Papi ngapain?"
Suara Jeremy di samping sana. Spontan aku langsung ngacir ke sudut lain. Takut Alena curiga
Kulirik Jeremy yang memgawasi ku dengan tatapan aneh, menyipitkan mata seolah aku ini laki laki mesum yang mau memgganggu ibunya.
lalu bocah itu kembali sibuk dengan buku warna nya lagi.
" Selesai. Ini masih bisa di tiduri " Kata Alena disana menepuk kedua tangan nya.
" Apakah sudah bisa ditiduri?" Tanya ku bukan untuk kasur tapi dia. Alena melihat kearah ku dengan polos. " Ya... Tidur saja sana" Katanya lalu melempar bantal dan guling ke atas kasur.
Aku terkekeh sendiri wanita ini tak paham kalimat ku.
"Ah.. Belakang ku agak gatal. Bisa kamu garukkan?" Pinta ku mencoba peruntungan lain.
Alena mendelik ke badan ku dan pipi nya kembali bersemu. Aku semakin semangat mengerjainya.
" Di belakang sini! Gatal sekali" Kataku langsung menyodorkan punggung ku ke arah nya dan menepuk 1 sudut asal.
Kurasakan ia mendekat dan menggaruk pelan dengan jarinya. " Apakah disini?"
Hmm kebawah sedikit..
" Disini"
" Ya.. Agak kesamping...
Alena kembali mengubah posisi nya.
" Ya ya disitu... Garuk pelan pelan saja" Kata ku yang sebenarnya merasa geli di garuk garuk seperti itu. Aku mendesah membuat garukan nya terasa tajam.
" Sudah??"
" Sedikit lagi"
Ia kembali menurut. Lalu kurasakan sentuhan di punggung atas ku
" Apakah ini kemaren sakit sekali??" Tanya nya mengenai luka bakar di sana.
Aku tak menjawab karena memang rasanya luar biasa. Bahkan sekarang pun aku rada rada merinding kalau dekat dekat dengan api.
" Pasti sakit sekali ya Dev? "
Kurasakan jarinya menelusuri bekas luka itu.
Ku teguk air liur dengan susah payah. Ini bahaya Alena menyentuh di tempat yang mudah membangunkan singa dibawah sini.
" Ya lagi. Aah hmm aku sudah lupa gimana sakit nya! "
Dia diam disana. Padahal aku ingin terus di sentuh oleh nya
Aku lalu berbalik dan wanita ini tampak terkejut.
" Rasanya tak sesakit saat kamu meminta ku bercerai! Menyembunyikan kehamilan mu dan akan menikah dengan Jordan" Ucap ku. Tapi hanya dalam hati. Ia akan mengamuk kalau aku mengungkit masa lalu. Dan kami hanya akan berdebat panjang. Aku sangat menghindari hal itu. Zona sekarang sudah sangat aman bahkan bergerak kearah lampu hijau.
Aku tesenyum lalu menyingkir di depan nya.
Kemudian ponsel ku berbunyi di meja sana.
" Papi... Tante Alea nelpon" Seru Jeremy disana memegang ponsel ku. Karena memang ada foto Alea sipemanggil.
" Oh.. Aku angkat dulu" Kata ku melihat sorot Alena yang nampak berubah. Aku ingin sekali menangkap kesedihan dimata nya saat ada nama Alea muncul saat kami bersama. Ingin membenarkan kata Alea kalau Alena cemburu.
Ponsel itu aku ambil dari tangan putera ku dan keluar dari sana.
" Ya Alea ada apa?" Tanya ku yang juga penasaran. Alea sangat jarang menghubungi ku malam malam.
Terdengar suara isak tangis. " Dev.. Hiks..
" Kamu kenapa?
" Jack baru pulang dan dia kecelakaan saat sampai di stasiun..." Tangis Alea disana tampak sedih.
Jack adalah suami nya yang ia bilang hari ini akan pulang dari Tokyo. Jack sebenarnya adalah sepupu ku. Dan dia juga tahu aku dengam istri nya sedang bersandiwara.
Aku tak berani asal memanfaatkan Alea. Harus dapat izin suami nya dulu.
Beruntung Jack mempercayai ku.
" Tenang Alea. Aku akan kesana. Kamu masih dirumah kan. Jangan kemana mana. Kita akan ke rumah sakit sama sama" Pekik ku lalu mematikan telepon. Saat aku berbalik aku seperti merasa ada seseorang berdiri di dekat pintu.
Tapi mungkin hanya perasaan ku saja.
Aku segera masuk kamar. Di sana Alena sedang sibuk melihat hasil kerjaan Jeremy. Berarti tadi bukan Alena. Sedikit mengecewakan sih.
Aku menuju lemari baju dan mengambil sweater ku.
" Kalian tidur saja di sini! Aku mungkin tidak pulang" Kata ku sambil mengambil kunci mobil.
Alena berdiri dari sana.
" Kamu kemana Dev malam malam begini?"
" Alea lagi.. Hmm. Aku mau menemui Alea" Kata ku enggan mengatakan nya itu sama saja membongkar kebohongan ku.
Kulihat Alena menahan nafas nya disana ia lalu mengangguk dan berpaling.
" Papi sama tante Alea lagi?" Kalimat itu keluar dari mulut Jeremy.
Wajah nya tampak cemberut.
" Papi ada urusan sebentar. Papi pergi dulu. Kamu jangan begadang! Besok sekolah kan"
Anak itu mengangguk pias dan kembali meneruskan kegiatan nya lagi.
Aku menoleh pada Alena yang tersenyum padaku.
" Hati hati Dev..." Ucap nya disana rasanya ingin ku peluk peluk dan ku ciumi bibir ranum nya. Dia menggemaskan sekali kalau berwajah datar begini.
Aku mengangguk dan pergi dari sana.
Pov Alena..
Yaaach... Giliran istri muda deh..
Ringis ku setelah Devan pergi.
Aku duduk di kasur nya dan menepuk nepuk dada ini yang rasanya sangat sesak. Kalau ada benda nya mau aku bedah keluar.
Dia menemui Alea malam malam begini. Sudah pasti dia akan menginap disana. Mungkin Alea menginginkan Devan malam ini dan ini sangat menyakitkan membayangkan kembali malam dimana aku mendengar mereka sedang bercinta panas.
Rasanya ingin menangis lagi.
Padahal akhir akhir ini aku merasa lebih lancar komunikasi nya dengan Devan. Setelah ia meminta ku bersikap alami hubungan kami sedikit membaik. Ia bahkan sudah banyak bicara dan membuka diri dan melibatkan ku dalam saran untuk beberapa pekerjaan nya itu membuat ku merasa bahagia saja sekaligus menderita karena harus menyimpan sendiri perasaan ini.
" Mommy... Jeremy ngantuk" Kata Jeremy disana lalu menguap.
" Kamu mau tidur disini?" Tanya ku pada bocah ini.
Ia mengangguk lalu bangkit dari sana memeluk ku seperti kukang. Ku usap kepala nya dengan sayang.
" Ayo kita tidur " Kata ku lalu mengangkat nya ke atas sana.
Beruntung Adela sudah di urus Marissa di kamar ku. Aku jadi bisa menidurkan Jeremy disana.
Ia memeluk ku sambil tertidur. Jeremy sangat mudah tertidur kalau ia sudah bilang mengantuk.
Mata ini belum juga bisa tertidur. Pikiran ku berkelana dan ini lagi lagi menyiksa ku.
Harusnya aku tak menunggu nya pulang. Tapi entah kenapa aku berpikir dia tidak akan menginap dan akan pulang sebentar lagi. Namun hingga jam 3 dini hari Devan belum juga pulang.
Aku sampai bolak balik dari depan ke kamar, dari kamar ku ke kamar Devan bolak balik.
Tangan ini juga gatal mau menghubungi tapi kuurungkan. Rasanya sungguh menyiksa batin dan perasaan.
Aku sampai meminum obat flu agar mengantuk cepat datang dan bisa melupakan penantian ini untuk sementara. Mungkin sekitar 30 menit kemudian aku tertidur juga.
Tendangan halus membangunkan ku. Kulihat kaki Jeremy berada di pipi ku. Ku jauhkan sebentar namun badan ku rasanya berat. Nyaris aku teriak saat melihat Devan tertidur di sebelah ku dengan posisi memeluk perut ku seenaknya.
Apa dia mabuk?
Rasanya tidak mungkin.
Bukan nya dia bersama Alea??
Dan jam berapa dia pulang??
Rasanya aku kesal. Dia memperlakukan ku begini kalau masalah Php kecil kecilan semula aku senang tapi kalau begini rasanya ada yang salah.
Dengan kuat aku mendorong nya dengan bahu. Berat.. Manusia ini sungguh berat tapi aku merasa tubuhnya refleks bergerak dan spontan aku berbalik dengan mata tertutup.
Bruk....
Terdengar suara orang jatuh kebawah. Aku sukses menjatuhkan nya dari Ranjang ini. Sekuat tenaga aku merapatkan mulut. Menahan tawa yang rasanya ingin keluar begitu saja.
Terjatuh di ranjang besar itu dengan tubuh seperti Devan tentu sakit bukan main.
Aku pura pura menggeliat untuk menutup posisi dia tidur tadi dan kembali mendekur pelan.
Kudengar ia meringis disana. Dan suara umpatan nya juga terdengar meski tak begitu jelas.
Dan suara kaki di seok seok. Ku intip ia agak pincanh berjalan menjauh memuju sofa disana.
Hmmm rasakan...
Runtuk ku kembali berlabuh kealam mimpi.