Aku dan Arnaf masih menikmati makanan ini di tempat yang sama. Dari tadi aku melihat pria yang ada di depanku ini begitu antusias memperhatikan pemandangan yang indah menurutnya.
Padahal bagiku kalau sekelas Arnaf, pemandangan ini rasanya biasa saja.
Dia bisa saja memesan ruangan khusus untuk dirinya yang dipenuhi banyak hiasan. Tapi rasanya, aku yakin kalau pria itu tak mungkin mau melakukan hal itu.
Aku melihat kesederhanaan dalam diri seorang Arnaf.
Dirinya terlihat begitu sederhana dan tidak mau dianggap lebih oleh orang lain.
Padahal aku tahu kekayaannya lebih dari cukup. Bahkan bisa saja kekayaan orang tuaku masih jauh dengan kekayaan milik dirinya sendiri.
"Kamu enggak malu diam sama makan ditempat kayak gini?" tanyaku pura-pura padanya.
Dia mengerutkan alis. "Maksud malu kayak gimana?"
"Ya barangkali aja kamu malu makan di tempat emperan kayak gini. Secara kan hidup kamu mewah, jadi bagi aku kamu kayaknya nggak pantas kalau diam di tempat kayak gini."
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com