webnovel

Upacara II

Kabut tipis menggulung menyelimuti dunia dengan pesona, lapisan tipis penghalang tak kasat mata menutup dunia mencoba melindunginya dari segala ancaman.

Namun, getaran kecil tiba-tiba mengguncang penghalang menyebabkan penghalang menjadi beriak sebelum kembali tenang, sumber getaran itu tak lain dan tak bukan adalah dunia itu sendiri.

....

Kontraktor, mereka adalah pekerjaan khusus di benua ini, mereka terkenal akan kekuatan yang mereka dapatkan dari sebuah kontrak, sebuah kontrak yang mereka jalin dengan keberadaan tinggi dari dimensi lain.

Setiap kontrak yang mereka jalin akan membuat mereka menjadi lebih dan lebih kuat. Namun setiap kontrak yang mereka peroleh juga memiliki perbedaan, perbedaan yang memisahkan kekuatan antara satu kontraktor dengan kontraktor yang lain.

Perbedaan itu membentuk tingkatan yang mereka sebut dengan bintang, dari bintang satu sampai bintang tujuh, dari yang terendah sampai yang tertinggi.

Dengan kontrak di tangan, mereka menjalin hubungan erat dengan energi tertentu yang berada di dunia, energi spiritual. Energi itu memelihara tubuh, jiwa dan pikiran mereka, membuat mereka menjadi lebih kuat, lebih cerdas dan membuat umur mereka lebih panjang.

Namun keberadaan energi itu tidak serta-merta sesuai dengan tubuh mereka, mereka harus mempunyai afinitas tinggi agar mereka bisa mengontrol energi spiritual. Dan keberadaan kontraklah yang membuat afinitas mereka menjadi lebih tinggi, lebih sesuai dengan energi spiritual.

Semakin banyak kontrak yang mereka jalin dan semakin tinggi kualitas kontrak mereka, maka semakin tinggi afinitas energi spiritual mereka. Dan semakin tinggi afinitas yang mereka miliki maka semakin mudah pelatihan mereka, karena metode pelatihan itu kontraktor juga dikenal sebagai pelatih roh.

"Dai berhasil, kontrak bintang satu."

"Rei berhasil, kontrak bintang satu."

Berdiri di atas panggung, bocah yang dipanggil Rei dengan gembira mengambil tangannya dari monumen di depannya, dia kemudian turun dan berlari menuju orang tuanya.

Rou, si pelatih mengangguk pelan meskipun dia sedikit tidak puas dengan hasilnya namun dia masih bersyukur dengan hasil ini.

"Yelan!" Rou melirik buku di tangannya sebelum memanggil keluar nama dari buku.

Yelan berjalan menuju panggung dari kerumunan, dia dengan gugup meletakkan tangannya di monumen. Ketika tangannya menyentuh monumen, sebuah cahaya putih keluar dari monumen dan mulai menyelimutinya.

Tiba-tiba cahaya putih mulai berubah warna, itu menggelap sesaat sebelum warna baru perlahan muncul. Merah cerah menggantikan warnanya, warna itu bertahan sedikit lebih lama sebelum cahaya menjadi lebih intens dan kemudian warna jingga muncul menggantikannya.

"Apa! Bintang dua!?"

"Lihat, dia berhasil mendapatkan bintang dua."

"Kota kita memiliki jenius lain."

"Akhirnya kita bisa sedikit lebih lega." Walikota menjadi gembira melihat jenius lain muncul di kotanya, "berikan tambahan tunjangan kepada keluarganya."

Mendengar perintahnya petugas di sampingnya menggangguk dan membuat catatan tentangnya. Di sisi lain, anak-anak menjadi lebih gembira dan gugup ketika menunggu nama mereka untuk dipanggil.

Namun yang mengecewakan, belum ada satupun bintang dua keluar dari mereka, sebaliknya ada beberapa anak yang belum mendapatkan kontrak. Orang tua dan teman-teman mereka hanya bisa menyemangatinya.

Matahari perlahan-lahan mulai naik, ketika itu berada di titik tertingginya itu kemudian turun. Langit mulai memerah namun tidak ada satupun penduduk yang merasa lelah, sebaliknya mereka menjadi lebih gembira dan semangat.

"Tersisa dua lagi." Melihat nama yang tersisa di buku, Rou melihat dua anak yang masih belum melakukan upacara, dia kemudian melirik walikota sebelum menganggukkan kepadanya.

"Lou."

Semua penduduk seketika menatap bocah berumur sepuluh tahun itu. Semuanya dengan semangat ingin melihat kontrak bintang berapa yang akan dia dapatkan.

"Tina ingat apa yang kamu janjikan." Lou dengan percaya diri keluar dari kerumunan.

"Hmph, tidak mungkin jenius ini akan kalah." Tina dengan marah memalingkan wajahnya, tidak mempercayai dirinya akan kalah.

"Kita lihat saja nanti."

Dengan kepala terangkat tinggi, bocah Lou itu dengan bangga berjalan menuju panggung ketika dia tiba-tiba melihat ayahnya menatap tajam ke arahnya. Dia akhirnya menundukkan kepalanya dan berjalan dengan gugup juga gembira menuju monumen, menunggu kontraknya dilakukan.

Meletakkan tangan di monumen, tubuh Lou tiba-tiba diselimuti cahaya putih. Cahaya itu bersinar lebih cerah, itu menjadi intens sebelum berubah menjadi merah, dan ketika warna merah menguasai cahaya itu, tak berselang lama warnanya tiba-tiba berubah menjadi jingga sebelum perlahan-lahan berubah menjadi kuning emas dan tidak berubah lagi.

"Apa!?"

"Tiga!? Itu bintang tiga!!"

"Kota kita memiliki keajaiban bintang tiga."

Walikota dan pejabat di sampingnya tiba-tiba berdiri, terkejut menyaksikan keajaiban ini terjadi. Khususnya ayah Lou, dia hampir meneteskan air matanya menyaksikan anaknya membuat keajaiban.

"Akhirnya, akhirnya kota kita bisa beristirahat dengan tenang." Walikota terjatuh ke tempat duduknya, dia gemetar tidak bisa menahan kegembiraan ini. Dia menatap Sei dengan penuh rasa syukur, "Sei, kamu memiliki putra yang luar biasa."

"Terima kasih pujiannya Tuan Walikota." Sei mengangguk-angguk dengan senang, dia tahu kali ini dia telah melakukan layanan berjasa.

"Selanjutnya, Tina." Menekan kegembiraannya, Rou melihat peserta terakhir, menantikan keajaiban selanjutnya.

Tina dengan gembira berjalan melewati kerumunan penduduk yang menatapnya, ketika dia melewati Lou yang kembali dari panggung, dia tiba-tiba berbisik kepadanya. "Maaf, aku lupa memberitahumu bahwa aku berbohong, aku tidak pernah menemukan Jamur Awan."

Meluncurkan lidahnya, Tina berlari sambil tertawa kecil meninggalkan Lou yang saat ini tertegun mendengar kebenarannya. "Hehehe."

"A..a..apa!?" Gemetar marah, Lou dengan sedih melihatnya yang telah melarikan diri darinya, air mata tanpa sadar muncul di matanya. "Ka..Kamu menipuku."

Sei ayah Lou tersenyum malu melihat perilaku anaknya, "maaf memperlihatkan hal yang memalukan."

"Hahaha. Tak apa-apa, mereka hanya anak-anak." Pejabat di sampingnya tersenyum, tidak mempermasalahkan kenakalan anak kecil.

"Saudara Sei, aku minta maaf atas kenakalan Tina." Seorang pria di akhir tiga puluhan, tersenyum minta maaf.

"Ruel jangan pikirkan, itu juga salah Lou." Sei melambaikan tangannya, tidak terlalu memikirkannya.

"Ruel, Tina tinggal bersamamu." Walikota tiba-tiba bertanya padanya, dia kemudian ingat akan sesuatu sebelum melihat Tina. "Apakah dia memiliki kerabat yang tersisa?"

Ruel menggelengkan kepalanya, dia melirik Tina dengan sedih. "Tidak, hanya ayah dan ibu yang dia miliki sebagai kerabatnya. Namun ayahnya menghilang saat itu, sebelum ibunya kemudian pergi mencarinya, jadi aku merawatnya sebagai anak angkatku menggantikan Kakak Karu."

Walikota mengangguk pelan, tidak membahasnya lagi, semua pejabat juga diam. Lapangan saat ini sangat sunyi, tidak ada penduduk yang bersuara, mereka semua mengalihkan perhatian mereka pada Tina, menunggu keajaiban apa yang akan dia buat.

Hal serupa juga terjadi di kota-kota besar dan kecil di benua, mereka dengan tenang menunggu bibit-bibit emas mereka untuk membuat keajaiban. Namun yang tidak mereka sadari, energi tak terlihat akan mengalir keluar dari monumen dengan setiap kontrak yang mereka buat.

Energi itu memancar keluar dari atas monumen, membumbung tinggi ke atas langit mencoba keluar dari dunia ini. Pancaran energi tak terlihat itu satu demi satu mulai keluar meluncur dari setiap monumen di penjuru dunia mencoba keluar dari dunia.

Namun, sebuah lapisan tipis penghalang dengan kokoh menyelimuti dunia, menahan energi agar tidak keluar dari dunia. Meskipun penghalang itu dengan tenang menyelimuti dunia, tetap kokoh menahan serangan energi tapi serangan konstan energi masih membuat penghalang bergetar ringan.

Semua peristiwa itu tetap tidak diketahui oleh orang-orang, mereka masih dengan gembira berkumpul menyaksikan keajaiban akan terjadi, tidak tahu bahwa bencana akan datang akibat tindakan mereka sendiri.

Kembali ke Kota Celis, setiap orang dengan gugup menahan napas, menunggu dan menatap Tina yang saat ini di selimuti cahaya. Cahaya itu berkedip-kedip tak menentu, pancaran merah pada cahaya itu berubah dengan cepat sebelum warna dengan cepat berganti.

Merah mulai pudar, lalu cahaya jingga bersinar terang sebelum dengan cepat berganti, kemudian kuning melintas menggantikan warnanya namun itu dengan cepat berubah.

Tiba-tiba cahaya hijau menyinari seluruh tubuh Tina dan menyelimutinya dengan vitalitas kehidupan dan itu terus menjadi cerah lebih intens. Ketika penduduk dengan gembira menyaksikan keajaiban ini, tidak jauh dari Kota Celis, tepatnya di sebuah gunung gersang di selatan kota itu seorang remaja dengan tenang duduk bersila di atas batu.

Remaja itu duduk tanpa bergerak seperti patung, tidak tergerak oleh keributan yang terjadi, seolah tidak ada yang mampu untuk menggerakkannya. Namun, tiba-tiba remaja itu membuka matanya dan melirik Kota Celis tepatnya dia sedang melihat Tina.

"Tina, kamu benar-benar gadis keberuntunganku."