webnovel

Terobosan

Di gunung gersang tak jauh dari Kota Celis, Dean dengan tenang duduk bersila di atas batu. Dia menatap kejauhan seolah melihat langsung peristiwa yang berlangsung di seluruh benua.

"Bocah, kuharap kalian lulus ujian pertama ini."

Tanpa sepatah kata, Dean tiba-tiba menatap langit dengan dingin, dia kemudian mengambil pandangannya kembali sebelum mengeluarkan kantung kain yang diberikan oleh Alisa.

"Akhirnya tiga bahan terakhir telah terkumpul." Dean tersenyum tipis, mengeluarkan tiga benda hitam dan berlumpur dari dalam kantung kain.

Yang pertama adalah bunga hitam yang mengeluarkan bau busuk dengan setiap kelopaknya mencuat duri-duri kecil. Benda kedua tampak seperti mayat katak yang telah membusuk, dan bagian yang menyerupai mulutnya meneteskan lendir kuning seperti nanah. Dan yang terakhir adalah jamur hitam dengan tonjolan kecil di kepalanya yang tampak seperti mulut dan akarnya yang bergoyang-goyang seperti makhluk hidup.

Dean dengan hati-hati mengambil botol kecil yang berisikan cairan hitam misterius dan meletakkannya di sampingnya. Kemudian dia dengan cekatan membuka penyumbat botol, mengambil bunga dia memelintir tangkainya sampai cairan bening keluar dari bunga sebelum jatuh ke dalam botol.

Tanpa tergesa-gesa, dia mengambil katak dan membuka mulutnya sebelum meneteskan lendir itu ke dalam botol. Dan akhirnya dia dengan hati-hati mencabut akar jamur, mencapurkan bahan terakhir ke dalam cairan misterius.

Melihat bahan terakhir telah melebur, Dean dengan hati-hati mengaduknya. Saat ketiga bahan akhirnya menyatu dengan sempurna, cairan misterius itu mendidih kemudian suara pekikan keluar dari cairan. Tak lama kemudian warna cairan itu berubah menjadi emas misterius dengan kilauan perak berkelip dengan tenang.

"Aku berharap ini bisa membuatku membuka dua gerbang sekaligus." Mengangguk puas melihat hasilnya, Dean meminum cairan itu dengan tenang tanpa agitasi ataupun kegembiraan seolah ini hanya awan semata.

Mengalir turun ke dalam perutnya, cairan itu menguap seolah telah di didihkan, uap itu kemudian bergabung dengan venanya dan mengalir bersama dengan darahnya ke seluruh tubuh. Setelah satu putaran penuh mengalir ke seluruh tubuhnya, salah satu helai uap tiba-tiba memisahkan diri dan berhenti di kepalanya.

Tepatnya di atas mata dan di antara dua alis, di pusat pikiran manusia helai uap itu berhenti. Helai uap itu berputar mengelilingi titik yang merupakan pusat pikiran sebelum menghantamnya dengan keras. Namun seolah air yang menghantam batu, helai uap itu tiba-tiba hancur sebelum helai uap baru menggantikannya dan mulai menghantam titik itu.

Situasi ini terus berlanjut hingga petang, titik yang kokoh seperti baja akhirnya sedikit retak akibat rentetan hantaman. Retakan itu terus berlanjut, dari setipis rambut itu menyebar hingga menutupi titik, pada akhirnya itu membentuk sebuah simbol seperti mawar sebelum hancur dan terserap dalam satu titik dan lenyap, menghilang tanpa bekas.

"Gerbang pertama dari tujuh gerbang surgawi, Gerbang Kebijaksanaan." Membuka matanya, kilauan samar muncul di matanya sebelum menghilang.

Dean tersenyum tipis, dan menutup kembali matanya. Di dalam pusat pikirannya, sebuah ruang telah lahir akibat letusan titik itu. Ruang itu tampak kacau seperti bagaimana dunia terlihat setelah ledakan besar terjadi, tidak ada apapun selain kekacauan masa energi yang mengambang bebas tanpa aturan.

Di tengah ruang ada titik kecil sekecil biji sesawi, titik itu berdenyut-denyut seolah memiliki kehidupan. Tidak ada pola dalam denyutan titik, namun titik itu tiba-tiba berdenyut lebih cepat, lebih kuat dan lebih teratur layaknya seorang bayi yang baru lahir.

Tidak hanya itu, ruang ini yang awal kacau dan tidak teratur mulai bergerak seirama dengan detakan. Mulanya, itu hanya bagian kecil yang terletak di pusat yang perlahan mengikuti detakan, seiring dengan detakan yang semakin meningkat itu kemudian meluas sampai ke ujung ruang.

Saat ini masa energi yang mengisi ruang mulai bergerak seirama dengan detakan seolah makhluk hidup yang sedang bernapas. Tak lama kemudian apa yang ada di dalam ruang bukan lagi masa energi yang kacau, namun nebula yang membentuk sebuah mawar yang perlahan berputar mengelilingi titik, seirama dengan detakan titik.

Sementara itu, di tempat jauh yang jaraknya puluhan ribu kilometer dari Dean sebuah pulau dengan tenang berdiri terhantam lautan ombak. Pulau ini tidak jauh dari benua, jauh dari keramaian kota, tidak ada apapun di sana hanya semak-semak belukar dan pepohonan yang rimbun.

Namun di pulau yang jauh dari kata duniawi, sebuah istana kuno berdiri di sana menyaksikan berlalunya waktu. Di taman istana itu, seorang pria tua duduk menatap papan go dengan tenang, tidak ada orang di depannya hanya dia dan papan go. Pria tua itu mengenakan jubah putih yang di punggungnya terlihat pola lautan bintang sedikit ilusi dan misterius.

Menatap papan go, pria tua itu menyadari bahwa salah satu bidaknya telah memiliki retakan halus tanpa dia sadari. Terkejut menemukannya, dia terburu-buru membuat segel tangan, seketika pupil matanya tiba-tiba menghilang hanya menyisakan warna putih pada matanya.

Dia menengadahkan kepalanya, menatap langit biru mencoba melihat apa yang tidak bisa dilihat. Namun, yang dia lihat hanyalah kekaburan tanpa kejelasan, ketika setitik kejelasan muncul kedua matanya mengalami pendarahan.

Tanpa pilihan lain pria tua itu menarik pandangannya, sayangnya dia terlambat. Papan go di depannya secara tak terduga mengalami retakan dan kemudian hancur, di sisi lain pria tua itu terbatuk-batuk penuh darah, kulitnya menjadi lebih pucat seolah darah telah terkuras dari tubuhnya.

Pria tua itu terjatuh lemas, gemetar ketakutan melihat sekilas pemandangan mengerikan di depan matanya, "ben.. bencana. Bencana! Bencana telah datang!!!"

Sekumpulan pemuda tiba-tiba muncul terkejut melihat keadaan pria tua itu. Salah satu dari mereka datang dan mendukungnya. "Tetua, apa kamu baik-baik saja?"

Mata pria tua itu melotot melihatnya, dia mencengkeram pundaknya. "Panggil leluhur, bencana datang. Bencana telah datang!!!"

Kembali ke gunung gersang, duduk di atas batu Dean dengan tenang melihat ke arah di mana pria tua itu berada. "Berani mengintipku dengan teknik kecilmu, hmph."

Melanjutkan terobosannya, Dean dengan tenang merasakan energi spiritual yang ada di dunia. Energi itu mengisi setiap ruang di dunia, memelihara setiap makhluk hidup, setiap napas yang mereka tarik dan setiap napas yang mereka hembusan energi spiritual akan memelihara mereka.

"Tempat ini memang memiliki energi yang melimpah, terlebih lagi ada energi unik yang tercampur di dalamnya." Sambil menutup matanya, Dean merasakan energi yang mengelilinginya.

Energi itu perlahan-lahan menyelimutinya sejalan dengan detakan benda di dalam ruang pikirannya. Seolah ada tangan yang terulur dan menariknya, energi di dunia mengalir menuju gunung gersang dan mulai menyelimutinya seperti kepompong.

Dalam kepompong, napas Dean perlahan melambat, detak jantungnya perlahan turun seolah dia dalam keadaan dormansi. Di dalam ruang kepompong, energi itu berputar kencang mengelilingi Dean yang berada di pusatnya. Itu berputar kencang menghancurkan ruang di sekelilingnya tanpa menyentuhnya sedikitpun.

Namun di ruang spiral itu ada satu titik ilusi yang dengan tenang berputar bersama energi. Titik itu berputar tidak menentu, terkadang cepat terkadang juga lambat, tidak terpengaruh oleh kecepatan putaran energi.

Titik itu mendadak berhenti dan berputar mengelilingi Dean berlawanan dengan putaran energi. Itu berputar kencang dengan setiap detik berlalu, pada akhirnya itu berhenti tepat di atas kepala Dean.

Seperti lubang hitam, energi dalam kepompong mulai mengalir dengan deras memasuki titik ilusi. Awalnya titik ilusi itu tak terlihat dan tidak bisa dilihat oleh mata telanjang, namun dengan setiap energi yang masuk titik ilusi itu mulai terlihat oleh mata.

Di sisi lain, kepompong yang menyelimuti Dean tiba-tiba mengembang dan mengempis seperti bernapas, dengan setiap siklus, energi dunia mulai mengalir dengan cepat memasuki kepompong. Saat ini ratusan kilometer di sekeliling gunung gersang menjadi ruang hampa, ruang hampa akan energi, semuanya telah terserap ke dalam kepompong sebagai nutrisi kehidupan di dalamnya.

Tiba-tiba, tanpa tahu mengapa semua bentuk kehidupan menyadari sesuatu yang besar sedang lahir, ini adalah intuisi alami yang datang dari alam bawah sadar mereka. Mereka tidak tahu apa yang sedang terlahir namun mereka yakin apa yang mereka rasakan itu nyata dan bukan palsu.

Dunia tiba-tiba menjadi hening menunggu kelahirannya, bahkan waktu itu sendiri tampak melambat. Ketika tiga detik perlahan berlalu, retakan tiba-tiba muncul di atas kepompong, retakan menyebar dengan cepat sebelum hancur berubah menjadi energi murni dan menghilang terserap ke dalam gunung.

Dalam keheningan itu, suara tenang tanpa emosi dengan cepat menyebar menyelimuti gunung gersang. "Gerbang Elemen, satu dari empat gerbang dunia, telah terbuka."