webnovel

Pencuri

Kota Batu, sebuah kota menengah yang terkenal akan citra rasa makanannya yang selalu enak. Kota ini terletak di pesisir Sungai Seja dan di sekitar gunung roh salah satu dari Rentang Pegunungan Mistik.

Tidak hanya terkenal akan makanannya, kota ini juga menjadi tempat peristirahatan bagi orang yang berniat masuk ke Rentang Pegunungan Mistik, salah satu tanah terlarang yang paling aman untuk dimasuki.

Namun tempat yang seharusnya semarak saat ini sangat suram, di mana setiap orang dengan gugup melakukan aktivitas mereka sambil dengan hati-hati mewaspadai sekeliling mereka.

Beberapa waktu lalu, benua hampir kacau akibat peristiwa besar yang tiba-tiba saja terjadi, monumen hancur, itulah peristiwa besar yang terjadi. Tidak butuh waktu lama berita itu dengan cepatnya menyebar ke seluruh benua hampir menyebabkan benua ini runtuh.

Berita itu menakuti setiap orang, mereka takut keselamatan mereka akan terancam karena mereka bukan satu-satunya penghuni benua ini, ras monster atau lebih tepatnya binatang roh ada di antara mereka.

Bintang roh tidak butuh yang namanya kontrak, mereka sudah memiliki afinitas tinggi sejak mereka lahir. Mereka tidak butuh berlatih, hanya menunggu waktu berlalu dan mereka akan mencapai alam tertinggi yang sudah ditakdirkan untuk mereka.

Jika manusia yang sejak awal tidak memiliki afinitas yang tinggi kehilangan kontrak mereka, maka tidak akan ada keraguan manusia di benua ini perlahan-lahan akan musnah. Apalagi mengingat masing-masing ahli di benua memiliki kontrak mereka sendiri, jika kekuatan mereka tiba-tiba menghilang akibat bencana ini, tidak ada keraguan mereka semua tamat.

Namun, tak lama kemudian sebuah berita baru menenangkan mereka, kontrak hanya berpengaruh terhadap orang yang belum membuat kontrak. Jika seseorang ahli kehilangan kontrak mereka, mereka tidak akan kehilangan kekuatan mereka, mereka hanya kehilangan sedikit afinitas mereka.

Berita itu pada akhirnya menenangkan mereka, apalagi berita itu datang langsung dari mulut saintess sendiri, perwakilan dari Gereja Roh. Namun, tak lama setelah kekhawatiran mereka mengendur, setiap kerajaan bahkan sekte dan bermacam-macam aliran sekolah tiba-tiba dengan gencar mengeluarkan poster buronan.

Setiap poster buronan itu memiliki harga yang sangat tinggi dan telah di sebarkan ke setiap sudut benua. Setiap gambar yang terpasang pada poster memperlihatkan anak kecil yang belum berusia dua belas tahun. Dan setiap dari mereka memiliki satu keunikan yang sama, mereka adalah anak kecil yang terakhir menyentuh monumen sebelum itu hancur.

Berita itu tiba-tiba mengubah ketenangan ini menjadi kacau lagi, namun untuk kota seperti kota batu yang selalu ramai keberadaan poster buronan adalah hal biasa. Setiap hari pasti ada poster buronan baru yang akan terpasang, tapi tidak untuk kali ini karena telah tersiar kabar bahwa salah satu buronan itu telah melarikan diri ke kota ini.

Kabar itu kemudian menyebabkan para pemburu hadiah untuk memadati kota ini, jika hanya itu saja maka itu bukan masalah. Sayangnya ada beberapa keberadaan setingkat pemimpin sekte yang ikut mewarnai acara ini, menyebabkan kota ini menjadi sarang harimau dan naga.

Jalan Emerald merupakan jalan tersibuk di kota ini, tidak hanya jalan ini menjadi tempat pertukaran bagi orang yang kembali dari Rentang Pegunungan Mistik, tempat ini juga menjadi tempat berkumpulnya para bangsawan. Apalagi mengingat tempat ini telah menjadi panci mendidih, tidak ada tempat yang tidak berantakan di tempat ini.

Namun ada satu restoran di jalan ini yang sangat tenang, sangat tenang bahkan bisikan orang hampir tidak terdengar, restoran itu adalah Restoran Musim Semi. Restoran ini menjadi satu-satunya tempat yang tenang tanpa keributan di sini, bahkan bangsawan tidak berani bertindak begitu berani di tempat ini.

Di salah satu ruang di lantai atas, dua sosok sedang berbincang-bincang dengan tenang, keduanya adalah sosok yang mengenakan jubah hingga menutupi wajahnya sendiri dan pria paruh baya dengan badan kekar.

"Sudahkah kamu menemukannya." Suara tua dan serak keluar dari sosok berjubah itu, mengidentifikasi umurnya yang sudah senja.

"Belum, namun kita sudah menemukan petunjuk kecil di mana dia berada." Pria paruh baya itu menundukkan kepalanya dengan hormat menjawab pertanyaannya.

"Cepat temukan dia. Jangan biarkan kakek tua itu menemukannya terlebih dulu." Suara tua itu menjadi lebih dingin sebelum kembali normal.

"Ya tetua." Pria paruh baya itu sedikit gugup mendengarnya, dia kemudian keluar setelah melihat persetujuan darinya.

"Era baru akan bangkit." Sosok itu bergumam pelan tidak yakin, dia kemudian teringat perkataan leluhur tuanya. "Apakah benar kunci era ada pada mereka?"

"Apapun itu, tidak ada yang bisa menghentikan kebangkitan Sekte Blazing." Sosok itu bergumam dengan kejam, dia berdiri keluar dari ruangan, berniat meninggalkan restoran.

Menuruni tangga, sosok itu akan berbelok ketika tiba-tiba pelayan restoran menabraknya. Sosok itu menatap pelayan dengan jengkel, dia hanya mendengus padanya sebelum pergi tanpa mempedulikannya.

"Te.. terima kasih, atas belas kasihnya Tuan." Membungkuk padanya, pelayan itu kemudian membereskan kekacauan dan pergi diam-diam meninggalkan restoran.

Tidak menunggu lama, sosok itu kembali lagi, namun dia kembali dengan kemarahan yang membumbung tinggi. Dia kemudian memindai sekelilingnya, melihat setiap pelayan yang melewatinya. "Di mana manajermu!!?"

"Tuan?" Seorang pelayan mendekatinya, merasa bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Panggil manajermu." Sosok itu dengan muram bertanya padanya, menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya.

"Minggir." Seorang pria paruh baya tiba-tiba muncul dan mengusir pelayan itu. "Ada yang bisa aku bantu Tuan. Aku manajer tempat ini."

"Seorang pelayanmu baru saja mencuri kantong ruangku." Sosok itu dengan dingin berbicara padanya.

"Permisi?" Manajer itu dengan bingung melirik pelayan di belakangnya, tapi pelayan itu juga dengan bingung menggelengkan kepalanya padanya.

"Maaf Tuan, tapi semua pelayan di tempat ini telah dipilih dengan teliti jadi tidak mungkin mereka akan melakukannya." Manajer itu dengan sopan menjawabnya. Dia kemudian menatapnya dengan aneh. "Maaf jika aku bersikap kasar, tapi dengan kekuatan Tuan saat ini tidak mungkin barang Tuan bisa diambil dengan mudah."

Sosok itu menatapnya dengan dingin, dia tahu jika dia terus melanjutkan masalah ini maka dia secara tidak langsung akan mengakui bahwa dirinya sangat tidak kompeten. Terlebih lagi dia akan mempermalukan dirinya sendiri jika dia mengungkapkan bahwa dia telah menarik semua inderanya, termasuk indera spiritualnya.

Mendengus dingin, sosok itu kemudian berbalik dan meninggalkan restoran ini. Manejer itu di sisi lain tetap tenang menyaksikannya menghilang dari pandangannya, tidak mempusingkan masalah ini. Apalagi mengingat orang yang telah mencapai tingkat kekuatan itu tapi masih kehilangan barangnya, dia pasti tidak akan menempatkan dia di matanya.

Sementara itu sosok kecil pelayan yang telah mencuri kantong ruang, saat ini sedang berputar-putar di keramaian orang, mencoba menghilangkan jejaknya. Pada akhirnya dia tiba di rumah kecil di pinggiran kota, memperhatikan tidak ada orang yang mengikutinya dia kemudian mengetuk pintunya dengan tempo tertentu.

Pintu itu terbuka sedikit, sebelum sosok kecil itu melihat sekelilingnya lagi dan kemudian memasuki rumah sebelum menutup pintunya.

"Ini." Melemparkan kantong ruang. Sosok itu akhirnya duduk dengan santai memperhatikan dua orang di depannya.

"Apa kamu menemukan baji***n itu."

"Belum, tapi aku memang mendengar dia ada di sini."

"Hmph. Dia benar-benar idiot membiarkan dirinya terekspos."

"Dia memang idiot, tapi dia masih tidak bisa dibandingkan denganmu."

"Menghabiskan lima tahun penuh untuk menggali terowongan rahasia, hanya untuk berjaga-jaga jika kamu akan membuat kontrak bintang tujuh. Ck ck ck, ini yang namanya idiot."

"Hmph. Setidaknya aku beruntung karena keidiotanku aku berhasil selamat sampai sekarang."

Dari celah atap, cahaya tiba-tiba mengalir masuk menyinari ruangan itu memperlihatkan ketiga sosok yang sebenarnya hanya bocah kecil yang belum genap tiga belas tahun.

Sementara itu, kembali ke Restoran Musim Semi, di sudut ruangan tepatnya di lantai bawah. Seorang pemuda diam-diam memakan kacang sambil menyaksikan segalanya berlangsung. Sejak sosok tua itu keluar dari ruangan sampai bocah kecil itu kembali ke tempat persembunyiannya, pemuda itu telah menyaksikan semuanya dengan tenang.

Memakan kacang di depannya, pemuda itu dengan tenang bergumam pelan. "Jadi itu ternyata bocah-bocah itu."