webnovel

Madu Dari Suami

Rumah tangga apabila di bangun dengan niat yang salah makan bangunan itu akan mudah goyah

S_M_Soediro · Sci-fi
Peringkat tidak cukup
13 Chs

1

"Siapa ini mas ...!" Tanyaku saat suami tercintaku pulang kerja dengan membawa seorang wanita kedalam rumah kami.

"Namanya Farah! mulai sekarang dia adalah adik madumu!" Jawabnya tanpa basa-basi.

Mataku membulat sempurna mendengar apa yang baru saja ayah dari anak-anakku katakan.

"Maksud Ayah?" Aku menjawab dengan suara bergetar tanpa terasa air mataku telah membasahi pipiku.

"Dengarkan dulu penjelasanku bund."

Tubuhku luruh ke lantai sebab kaki terasa tak kuat lagi untuk menopang badan, mas Arga menuntunku untuk duduk di sofa berhadapan dengan perempuan jalang itu.

Aku menatapnya dari ujung rambut sampai ujung kaki, Cantik! wajahnya sangat cantik tidak seperti aku, bodynya tinggi semampai beda denganku, kulitnya kuning Langsat beda dengan warna kulitku yang coklat seperti gula Jawa, aku terus menatap perempuan di depanku yang sedang menunduk takut.

Mungkinkah pesona dia yang telah membutakan mata hati suamiku? tanyaku dalam hati.

"Sejak kapan ayah mengenalnya!" Kutatap mata suamiku nanar, ingin rasanya aku mencakar wajah tampannya namun aku terus berusaha menahan emosi.

"Maafkan ayah bund! Dia ... dia adalah mantan pacar ayah!"

"Maksud Ayah?" Aku menjawab dengan nada mulai meninggi.

"Iya ... Sebelum ayah menikahi bunda ayah sudah berpacaran dengan Farah, kami saling mencintai dan waktu itu ayah sudah berniat melamar Farah namun semua terhalang sebab orang tua ayah menjodohkan ayah dengan bunda!"

"Lalu ..?" Jawabku lemas.

"Lalu ...." Mas Arga menatapku sendu ku melihat ada kabut di matanya, menangis kah ia? Atau ... Merasa bersalah padaku, atau ...."

"Lalu apa ayah!"

"Lalu ayah menikahi bunda dan meninggalkan Farah dengan lukanya"

"Dan sekarang?" Tanyaku lagi.

"Dan sekarang ayah ingin menebus semua kesalahan ayah kepada Farah!" Ucap mas Arga lirih.

"Dengan cara apa ayah akan menebusnya" ucapku masih sabar.

"Maafkan ayah ... Sebab sudah dua tahun ini ayah menikah dengan Farah tanpa sepengetahuan bunda."

Bagaikan di pukul dengan palu khadam kepalaku terasa berputar, namun aku mencoba kuat jangan sampai aku terlihat lemah dihadapan mereka.

Kutatap wajah Farah dengan tajam, ingin sekali aku mencakar wajah cantik miliknya lalu menjambak Jambak rambut dan membenturkan kepalanya di dinding, namun aku mencoba menahan segala emosiku.

Aku hanya bisa menarik nafas dalam dan mengeluarkan dengan pelan agar pikiranku bisa tenang.

Setelah merasa tenang aku membuka suara.

"Kalau Ayah sudah menikahi dia selama dua tahun kenapa baru kali ini ayah beritahu bunda?" Aku bicara dengan nada ku buat setenang mungkin.

"Sebab Ayah nggak mau bikin keributan di dalam rumah tangga kita!" Jawabnya dengan tenang juga.

Oowh begitu? Kataku dalam hati, okey aku akan berusaha nggak bikin ribut menghadapi masalah ini seperti kemauanmu. Ucapku dalam hati dan pergi meninggalkan mereka.

Aku berlari masuk ke dalam kamar, ku hempaskan tubuhku di atas pembaringan, aku menangis tanpa suara nafasku tersengal dan dada terasa sesak, hatiku sakit sebab cinta dan kepercayaanku telah di nodai.

Namun aku sadar sejak awal pernikahan mas Argha memang tidak pernah mencintaiku.

"Hari ini aku menikahimu, namun hanya ragaku saja yang menikah sedang hati dan pikiranku tidak!"

Ucapnya di malam pertama saat kami sah menjadi suami istri.

"Aku menikahi kamu karena ibukku yang terus menginginkan kamu menjadi menantunya, sebab aku tak ingin menyakiti hati ibu untuk itulah aku menuruti permintaan nya"

Saat itu aku hanya bisa terisak, malam pertama yang seharusnya di lewati dengan perasaan cinta dan kasih sayang namun ini tidak.

Malam itu mas Arga tidur di lantai dan aku di atas tempat tidur, begitu setiap malam hingga hampir satu tahun, aku tak berani menuntut apapun namun tetap berusaha melayani mas Arga dengan baik.

Setiap pagi aku membuat sarapan dan menyiapkan baju kerja untuknya, sejujurnya batinku sangat tersiksa dengan pernikahan ini, namun aku terus berharap dan berdoa semoga suatu saat Allah akan membalikan hati mas Arga agar bisa menerima kehadiranku sebagai seorang istri yang wajib diberi nafkah lahir batin.

Hingga di saat lebaran Idul Fitri 10 tahun yang lalu kami pulang kampung ibu mas Arga bertanya kenapa aku belum juga hamil.

"Ningrum ... sudah hampir setahun kalian menikah kenapa kamu belum juga hamil? apa ada masalah di dalam kesehatan kalian!"

Saat itu kami sedang makan malam bertiga, kebetulan Ayah dan adik mas Arga sedang menginap di rumah saudaranya.

Mendengar pertanyaan ibu aku hanya bisa menunduk.

"Loh ... kok malah menunduk? Arga apa kalian ada masalah dengan reproduksi kalian?"

Kulirik mas Arga memandang wajahnya yang sudah seperti kepiting rebus.

"Nggak ada Bu! kami baik-baik saja. Benarkan Ningrum?" Mas Arga malah melempar pertanyaan kepadaku, setelah itu berlalu pergi meninggalkan kami.

"Loh ... kenapa kamu malah pergi, nggak usah tersinggung ibu nggak ada maksud apa-apa!"

Mas Arga tidak memperdulikan ocehan ibu, dia tetap melangkah menuju teras rumah.

"Susul ... susul suamimu sana!" ibu menyuruhku, dengan berat hati aku menyusul mas Arga.

Ibu mertuaku memiliki sifat yang lembut dan penuh kasih sayang, sungguh sangat beruntung sebab beliau menjodohkan aku dengan anaknya, sebab aku hanyalah seorang anak yatim piatu yang tinggal di panti asuhan.

Kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan saat aku berumur 8 tahun, dan di kota ini aku tidak memiliki keluarga kecuali ayah dan ibu, akhirnya aku di serahkan kepihak panti asuhan dan mereka yang merawat aku hingga dewasa.

Pertemuan ku dengan ibu mas Arga di panti asuhan juga sebab beliau adalah salah satu donatur tetap disana, makin lama kami makin dekat dan ibu mas Arga menyayangi aku seperti ke anaknya sendiri, hingga setelah aku tamat SMA ibu mas Arga memintaku untuk menjadi menantunya.

Saat itu aku belum mengenal mas Arga yang aku tahu mas Arga masih kuliah semester akhir di Bandung dan saat aku bercerita kepada ibu panti beliau sangat setuju kalau aku menikah dengan anak ibu Sastro ibunya mas Arga.

Selang beberapa bulan keluarga mas Arga datang ke panti asuhan untuk melamarku, alangkah terkejutnya aku sebab laki-laki calon suamiku itu memiliki wajah yang sangat tampan dan senyuman yang begitu manis dan itu membuat aku semakin bahagia menerima pinangannya.

Seandainya waktu itu ibu mas Arga tidak membuatkan jamu kuat untuk mas Arga mungkin sampai sekarang aku tidak bisa memiliki keturunan, namun aku bersyukur sejak aku hamil dan memiliki Nisa buah cinta kami lambat laun sifat mas Arga menjadi lembut dan perhatian, dan saat Nisa berumur 5 tahun Allah kembali menitipkan amanah kepada kami seorang bayi laki-laki yang kami berinama Kamal.

Lengkap sudah kebahagiaanku sebab dikaruniai 2 orang anak yang sehat dan pintar juga mewarisi paras ayahnya yang tampan, aku juga punya suami yang perhatian, meskipun aku tahu sebenarnya kasih sayang mas Arga terhadap ku hanya sebuah kewajiban seorang suami terhadap istri saja.

Hingga hari ini, di usia pernikahan kami yang ke 12 mas Arga membawa wanita dari bagian masalalunya sebagai madu untukku.