webnovel

Dikejar

Saat Ulrica dan Tiffany mulai berjalan di daerah yang sepi, di sinilah kejadian yang tak terduga terjadi. Kedua preman yang mengikuti Ulrica dan Tiffany semakin mendekati mereka berdua.

Ulrica tidak mau terjadi hal yang tak diinginkan. Dia yang sudah peka langsung menarik tangan Tiffany dan mengajaknya berlari.

"Cepat, Tiffany!" teriak Ulrica yang berlari dengan bergandengan tangan.

Tiffany tidak mengerti dengan apa yang terjadi kenapa tiba-tiba Ulrica mengajak dirinya berlari. "Ulrica, ada apa? Kenapa kita berlari?" Tiffany melontarkan pertanyaan karena ingin tahu.

"Lihat di belakang!" suruh Ulrica sambil berlari.

Saat Tiffany menoleh ke belakang, ia terkejut melihat dua orang berpenampilan seperti preman yang mengejar mereka berdua.

Bahkan kedua preman itu berteriak menyuruh Ulrica dan Tiffany untuk berhenti. Setelah tahu alasannya, Tiffany langsung berlari sekuat tenaga.

Namun karena postur tubuh Tiffany, ia menjadi tidak leluasa untuk berlari dan mudah lelah. "Ulrica, bisakah kita bersembunyi saja? Aku rasa kakiku sudah tidak kuat untuk berlari." Tiffany mulai terengah-engah.

Ulrica pikir jika mereka terus berlari juga akan membuang banyak tenaga. Memang lebih baik jika bersembunyi terlebih dahulu sembari mengumpulkan sedikit tenaga.

Ulrica mencoba mencari tempat persembunyian yang ada di hadapan mereka. Nampak sebuah gang sempit dan Ulrica mencoba untuk mengajak Tiffany ke sana.

Tiba-tiba di hadapan Ulrica ada sosok pria muda yang ada di busway tadi. Ia melambaikan tangannya pada Ulrica dan Tiffany.

"Ayo, cepat! Sembunyi di sini!" ajak pria muda itu.

Ulrica tidak tahu kenapa pria itu mengajak mereka untuk bersembunyi dengannya. Tetapi, karena itu yang dibutuhkan Ulrica dan Tiffany, maka Ulrica menghampiri pria itu.

Setibanya di gang sempit itu ada beberapa tong sampah yang ukurannya lumayan besar. Jadi, Ulrica rasa mereka berdua bisa bersembunyi di sana untuk sementara waktu.

"Ayo, cepat sembunyi di sini sebelum ketahuan!" Pria itu menarik tangan Ulrica dan mendudukkannya di samping tempat sampah.

Kemudian Tiffany juga disembunyikan di sana beserta pria muda itu. Mereka mengintip preman yang mengejar mereka tadi.

Kedua preman itu nampak berhenti tepat di depan gang dan saling berbincang.

"Ke mana kedua gadis itu pergi?"

"Aku juga tidak tahu, larinya cepat sekali!"

Mereka nampak celingukan mencari keberadaan Ulrica dan Tiffany. Sedangkan Ulrica dan Tiffany yang mengamatinya mencoba untuk tidak membuat suara

Jantung kedua gadis itu berdegup dengan kencangnya. Keringat pun tak berhenti mengucur keluar dari tubuh mereka.

'Pergilah, jangan ke sini! Aku tidak ingin menggunakan kekerasan karena kalian tidak akan berakhir dengan baik!' batin Ulrica.

Sebenarnya Ulrica memang bisa menghadapi kedua preman itu, namun karena dirinya baru saja diterpa hal yang tidak menyenangkan dan mempengaruhi perasaannya, jadi Ulrica tidak mau menjadikan mereka pelampiasan.

Sebab, Ulrica pernah hampir mematahkan kaki seseorang di saat ia sedang berkelahi dengan emosi yang menggebu-gebu. Dan Ulrica tidak mau hal itu terjadi lagi.

Tiffany merasa hidungnya gatal dan ingin bersin. Tetapi, baru saja mengambil nafas dengan menggunakan mulutnya, ia langsung diperingati oleh pria muda itu.

"Sssst! Jangan bersuara atau mereka akan kemari!" bisik pria muda itu pada Tiffany.

Tiffany tidak mau kedua orang itu jadi ikut terancam hanya karena bersinnya. Jadi, Tiffany berusaha untuk menahan bersinnya sejenak.

Mereka bertiga terus mengamati kedua preman itu dan berharap jika mereka segera pergi ke tempat lain.

"Coba kita cari ke depan sana saja!"

"Benar! Mereka pasti tidak jauh dari sekitar sini!"

Akhirnya kedua preman itu pergi dari sana sehingga membuat Ulrica dan Tiffany bisa menghela nafas lega.

"Aih, syukurlah, mereka berdua pergi! Sungguh membuat orang kelelahan saja," gumam Ulrica lalu berdiri.

"Benar! Aku tidak menyangka jika akan ada kejadian seperti ini! Untunglah saat ini aku bersama denganmu. Terima kasih karena telah menyelamatkan aku, Ulrica!" ujar Tiffany yang senang lalu memeluk Ulrica.

Ulrica tersenyum karena ia mendapatkan kasih sayang dari seorang teman yang benar-benar tulus dan bukan hanya sekedar menumpang untuk dilindungi saja.

Ulrica melepaskan pelukan itu. "Kita harusnya berterima kasih pada Kakak ini karena dia yang telah membantu kita bersembunyi." Ulrica menatap pria muda itu.

"Ah, benar! Terima kasih, karena telah membantu kami bersembunyi!" Tiffany membungkuk tanda ucapannya yang begitu tulus.

Ulrica juga ingin berterima kasih namun melihat senyuman pria muda yang agak aneh itu Ulrica menjadi was-was dan tidak tenang.

"Kalian ingin pergi? Tidak secepat itu! Guys! Pegang mereka!" teriak pria muda itu memberi perintah.

Tiba-tiba saja Ulrica dipegang oleh seorang pria begitu juga dengan Tiffany. Kedua tangan mereka ditarik ke belakang dan dicengkeram dengan erat.

"Apa-apaan, ini! Lepaskan kami!" teriak Tiffany sambil meronta.

Ternyata perasaan Ulrica tidak salah, jika pria ini memang tidak beres. Ulrica ibarat keluar dari kandang macan namun masuk ke kandang singa.

"Kalian jangan takut! Kami di sini untuk merawat, menyayangi dan memuaskan kalian! Terutama yang cantik ini." Pria itu meraih dagu Ulrica dan menatap wajahnya.

Tatapan pria itu seperti seorang psikopat yang sudah menemukan mangsa untuk dijadikan targetnya.

"Tubuh ini akan aku nikmati, lalu wajah cantik ini akan aku hias dengan batu yang selalu aku bawa ini." Pria itu mengeluarkan sebuah batu dari kantung bajunya.

Batu yang kasar dan agak moncong namun tumpul. Memang benar jika dia adalah psikopat yang sudah membunuh beberapa wanita muda setelah dia nikmati bersama kedua temannya.

"Jangan lama-lama! Aku juga ingin menikmati dia!" ujar pria yang memegangi Ulrica.

"Hei! Aku juga mau! Aku tidak ingin dengan si gendut ini!" sahut pria yang memegangi Tiffany.

"Diam! Tidak ada yang boleh menyentuh dia selain aku! Jadi, kalian harus menunggu giliranku!" bentak pria yang memegang batu itu.

Tiffany terus saja menangis namun ia tidak berani merengek karena diancam akan langsung dibunuh. Sedangkan Ulrica berusaha untuk tetap tenang.

"Hmm, kau ini lumayan keras juga, ya? Bahkan di saat seperti ini kau masih tenang. Apakah kau sudah benar-benar pasrah? Atau kau sudah tidak sabar ingin mendapatkan pembelajaran dariku?" Pria itu semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Ulrica.

Ulrica memang diam karena ia sedang mengumpulkan tenaga. Tetapi jika ketika dirinya hendak dilecehkan, ia tidak bisa mentolelirnya.

Jadi langsung saja Ulrica mengeluarkan kekuatannya. Dia tidak akan menahan diri karena ketiga pria itu adalah pria busuk.

DUAG!

Ulrica menendang selangkangan pria itu sampai membuatnya kesakitan. Kemudian kepala Ulrica ia jedotkan ke dagu pria yang mencengkram kedua tangannya.

Akhirnya pria yang memegang tangan Ulrica melepaskan genggamannya. Kini kaki Ulrica ia layangkan ke wajah pria yang memegangi tangan Tiffany sampai terpental.

TBC...