webnovel

16 Tahun Kemudian

Kini Ulrica sudah berusia 16 tahun. Ulrica tumbuh menjadi sosok gadis SMA cantik yang berprestasi di sekolahnya.

Kepribadiannya yang pendiam dan tidak banyak tingkah pun membuat dirinya menjadi populer di kalangan sebayanya sebab parasnya yang juga cantik.

Tak sedikit pria yang berbondong-bondong untuk bisa mendapatkan hati Ulrica. Namun sayangnya Ulrica tak tertarik sama sekali dengan mereka.

Hanya saja terkadang Ulrica tidak segan untuk bertindak kasar pada orang yang semena-mena.

Memang jiwa kepemimpinan sudah tertanam pada dirinya. Ulrica begitu mencintai keadilan.

Ulrica juga sudah diberi pesan oleh kedua orang tuanya untuk tidak berhubungan dengan sembarang orang.

Ulrica tidak tahu pasti kenapa orang tuanya melarangnya, namun yang Ulrica tahu, orang tuanya sangat menyayangi dirinya.

Pagi ini Ulrica berangkat ke sekolah dengan diantarkan oleh sang ayah seperti biasanya. Dan pulangnya Ulrica dijemput oleh supir rumahnya.

Mobil yang dikemudikan sang ayah berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Nampak siswa-siswi lain yang berlalu lalang masuk ke dalam sekolah.

Ulrica turun dari mobilnya lalu mencium tangan sang ayah sebelum masuk ke dalam sekolahan.

"Ayah, Ulrica masuk dulu, ya? Hati-hati di jalan, Ayah!" Ulrica melambaikan tangannya pada sang ayah.

"Kamu belajar yang rajin! Nanti dijemput supir seperti biasa! Ayah jalan dulu," jawab sang ayah lalu membalas lambaian tangan sang putri.

Mobil sang ayah pun lama kelamaan menjauh hingga bayangannya sudah tak nampak lagi. Jadi Ulrica bisa masuk ke dalam sekolahannya.

Meski cukup populer, Ulrica tidak memiliki seorang teman wanita di sekolahnya. Itu karena mereka iri dengan kecantikan, kecerdasan dan kepopuleran yang dimiliki Ulrica.

Jadi Ulrica hanya memiliki teman laki-laki dan dia pun adalah pria yang cupu karena sering di-bully. Namun semenjak berteman dengan Ulrica, dia tak pernah di-bully lagi.

"Halo, Ulrica! Akhirnya kamu datang! Sini!" sapa teman lelaki Ulrica yang sudah duduk di bangku yang sama dengannya.

Namanya adalah Anthoni Douglas, siswa cerdas yang penampilannya kurang modis dan cupu.

Sebenarnya ia berbadan tinggi dan tegap, hanya saja ia mengenakan kacamata dan potongan rambutnya two blocks yang tidak cocok dengan wajahnya.

Ulrica pun berjalan menghampiri Anthoni dan mereka duduk berdampingan. Karena bel masuk belum berbunyi, jadi mereka menyempatkan diri untuk berbincang-bincang.

"Ulrica, apakah kamu sudah mendengar kabar kalau di kelas kita akan ada siswa baru?" tanya Anthoni.

"Tidak, lagi pula tidak ada hubungannya denganku," jawab Ulrica lalu tersenyum.

KRING!

Akhirnya bel masuk berbunyi dan para siswa-siswi duduk di tempat mereka masing-masing. Dan tak lama kemudian wali kelas Ulrica masuk ke dalam kelas.

"Selamat pagi, anak-anak!" sapa ibu guru dengan penuh wibawa.

"Selamat pagi, Bu!" jawab murid satu kelas.

"Hari ini kita akan kedatangan teman baru! Dia adalah siswa pindahan dari luar negeri! Nicholas, ayo, masuk!" suruh ibu guru.

Seisi kelas pun jadi sedikit gaduh karena rumor mengenai murid baru yang ternyata benar adanya.

Hanya Ulrica yang mengabaikannya dan memilih untuk membaca buku pelajaran. Ulrica rasa murid baru itu tidak sepenting pelajaran.

"Ulrica, benar, kan, yang aku bilang! Benarkan ada murid baru! Dia bahkan seorang lelaki dari luar negeri! Dia pasti sangat keren!" cerocos Anthoni yang terus memuji murid baru itu.

"Hmmm," jawab Ulrica yang tak menanggapinya dengan serius.

"Ulrica, kamu memang selalu begitu," keluh Anthoni lalu manyun.

Akhirnya murid baru itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas dan kini berdiri tepat di samping ibu guru.

Semua mata langsung memusatkan perhatian pada sosok lelaki tampan itu. Para siswi juga menjadi heboh karena ketampanan dan penampilannya.

"Harap tenang! Biarkan dia memperkenalkan dirinya!" tegur ibu guru.

Setelah murid-murid menjadi tenang, ibu guru pun mempersilakan Nicholas untuk mulai berbicara.

"Hai, aku Nicholas!" ucap Nicholas dengan singkat memperkenalkan dirinya.

Kata-kata yang singkat namun mampu membuat seisi kelas menjadi luluh, kecuali Ulrica yang masih mengabaikannya.

Nicholas pun jadi memperhatikan Ulrica yang mengabaikan dirinya sejak awal. Namun setelah ditelaah, Ulrica bukanlah sosok yang Nicholas cari.

'Gadis ini... kenapa sepertinya ada sesuatu yang menariknya dari dirinya?' batin Nicholas yang penasaran.

Nicholas tidak tahu kenapa namun ada sesuatu yang kuat dalam diri Ulrica. Karena ini masih jam pelajaran, jadi Nicholas menunda penyelidikannya.

"Baiklah, karena sudah saling berkenalan, walaupun singkat padat dan jelas, yah? Silakan Nicholas memilih tempat duduk yang kosong!" suruh ibu guru.

Nicholas pun memberi hormat lalu mencari tempat untuk dirinya duduk. Pada saat itu para siswi langsung berebut supaya bisa duduk berdampingan dengan Nicholas.

Ada empat baris bangku yang setiap barisnya ada empat meja juga. Satu meja digunakan untuk dua orang dan di kelas itu hanya ada satu bangku yang kosong.

Namun bangku kosong itu terletak di bagian paling belakang, yang diduduki oleh seorang gadis gemuk berkacamata yang juga tidak memiliki teman karena fisiknya.

Sebenarnya Nicholas tidak masalah jika harus duduk dengan gadis gendut itu. Hanya saja feeling-nya lebih memilih Ulrica.

Nicholas pun berhenti tepat di samping Anthoni. Kemudian ia meminta tempat duduk Anthoni dengan sopan.

"Bolehkah aku duduk di sini?" tanya Nicholas lalu tersenyum.

Anthoni tidak tahu harus bagaimana. Ia tidak enak menolak permintaan orang namun ia tidak mau terpisah dari Ulrica.

Sebenarnya Anthoni tidak masalah jika harus dibully lagi, asalkan ia bisa terus bersama dengan Ulrica.

'Ini bagaimana aku harus menanggapinya, ya?' batin Anthoni yang bingung.

Ulrica yang tadinya membaca buku langsung menatap tajam ke arah Nicholas. Anthoni yang melihat tatapan Ulrica jadi terkejut.

"Hei! Tidakkah kamu melihat ada bangku kosong di belakang? Kenapa malah merebut tempat duduk orang lain?" tegur Ulrica dan menatap Nicholas dengan sinis.

Ini adalah pertama kalinya bagi Nicholas dilawan oleh seseorang. Bahkan, hewan saja mengalah pada dirinya.

Namun sepertinya itu tidak berlaku untuk Ulrica. Dan hal itu semakin membuat Nicholas tertarik padanya.

"Tetapi aku ingin duduk di sini. Bukankah Ibu Guru yang menyuruh aku untuk memilih tempat duduk, tadi?" bantah Nicholas yang tidak mau kalah.

Anthoni tidak mau melihat Ulrica ribut lagi dengan orang lain hanya karena membela dirinya. Anthoni tidak mau terus merepotkan Ulrica.

"Sudahlah, Ulrica! Jika dia mau duduk di sini biarkan aku yang pindah ke belakang saja," ujar Anthoni menengahi.

Nicholas yang melihat sikap Anthoni merasa puas. Nicholas seakan memperumpamakan Anthoni seperti seorang pelayan.

Anthoni pun mengemasi barang-barangnya dengan berat hati. Ia akan mengingat masa-masa di mana dirinya ditolong oleh Ulrica.

"Ulrica, aku pindah, ya? Selamat tinggal!" pamit Anthoni yang hendak pindah tempat duduk.

TBC...