webnovel

Love at The End of Spring

Bagi Ryuichi Kenzo kau adalah hangat. Padamu aku temukan dunia yang ramai dan selalu bahagia. Kau adalah rumah. Tempat aku menitipkan tawa kanak-kanakku, juga menyimpan mimpi tentang sebuah masa depan. Suatu hari, mungkin rumah ku tidak lagi kau. Tidak bisa dan tidak mungkin. Kau hanya lah rumah tempat aku menyimpan berpuluh-puluh frame yang tidak akan lapuk karena waktu. Tempat aku selalu kembali meski mungkin kau tidak lagi berada di sana. Hari itu Kenzo mengingat hari kelulusannya. Penampilan fisik Kenzo saat itu tidak jauh berbeda dari berandalan pinggir jalan, dan tidak banyak orang yang mau bergaul dengannya. Namun pada hari kelulusannya itu, seorang adik kelas perempuan mendekatinya dengan takut-takut, matanya berair, mukanya setengah tertutup rambut, merah karena malu, suaranya bergetar tidak terkontrol ketika ia meminta kancing kedua Kenzo. “Kancing yang terdekat dengan hatimu,” kata gadis itu terbata-bata. “Karena sudah lama aku menyukaimu.” Rasanya, Kenzo setengah sadar ketika ia memberikan kancingnya pada gadis yang ia bahkan tidak tahu namanya itu. Gadis itu berlari pergi segera setelah mendapatkan kancing Kenzo. Seolah ia akan meledak jika berdiri di depan Kenzo lebih lama lagi. Kenzo berdecak tidak peduli setelahnya, dalam hati menertawakan dirinya sendiri untuk ikut dalam tradisi bodoh itu. Ia tidak peduli dengan kelulusan, apa lagi dengan pernyataan cinta yang tidak jelas seorang gadis. Ia hanya ingin cepat pulang dan menemui Kazura lagi. Namun Kazura yang menunggu di rumah tampaknya tidak secuek itu tentang kancing Kenzo. Ia tidak langsung menangis saat melihat kancing kedua Kenzo telah di berikan pada orang lain. Ia mencengkeram lengan seragam Kenzo begitu erat, ujung hidungnya memerah dan matanya berair, ia masih terlalu kecil, tetapi Kenzo melihat kilatan di mata Kazura saat itu. Kilatan Cinta. Kilatan yang sama seperti yang di pancarkan oleh gadis malu-malu yang mendapatkan kancing keduanya. Kilatan Kazura lebih polos dan kekanakan, tetapi itu adalah kilatan yang sama. Kazura segera menangis meraung setelahnya, memaksa Kenzo mengambilnya kembali dari gadis tadi. Namun nama gadis itu pun ia tidak tahu. Wajahnya pun ia tidak ingat. Kenzo tidak pernah mendapatkan kancing keduanya kembali untuk di berikan kepada Kazura. Bersamaan dari itu, kilatan itu perlahan-lahan hilang dari mata Kazura. Kenzo tidak tahu ke mana, atau sejak kapan. Tetapi, terkadang ia mengakui ingin melihatnya lagi. Ia hampir pada tahap saat ia merindukan kilatan itu. Namun, ia tak kan pernah mengakuinya, bahkan tidak kepada dirinya sendiri. Kazura adalah adiknya.

Ahra_August · perkotaan
Peringkat tidak cukup
47 Chs

Dua Puluh Tiga

Sesekali Kenzo mengintip dari balik korannya. Ia merasakan sensasi yang aneh di perutnya, tetapi ia yakin itu bukan karena makan malam yang baru saja ia santap. Ia memakai kaosnya, membuatnya menutupi badan yang baru saja keluar dari bawah shower itu. Kemudian, ia membenamkan diri lagi di balik koran. Kazura sedang menata-nata buah stroberi di loyang, sibuk bolak balik mencocokkan dengan kertas resep di tangan.

Seharusnya, Kazura masih ingat, bagaimana Kenzo melarangnya untuk membuat kue saat Valentine bertahun-tahun lalu. Ataukah ingatan itu hanya terasa segar untuknya? Mungkin bagi Kazura, kejadian itu hanyalah kejadian kecil yang mudah terlupakan. Apa karena itu Kazura membuat kue lagi, seakan kejadian itu tidak pernah terjadi?

Kejadian kecil saat itu membuat Kenzo memutuskan pacarnya. Pacar yang ia dapat karena saat itu semakin hari Kenzo merasa Kazura semakin dewasa. Semakin butuh dirinya, dalam artian yang berbeda. Ia tidak menginginkannya, ia bahkan tidak tahu mengapa. Saat itu, ia hanya ingin mereka tetap sebagai 'kakak-adik' dan tidak pernah berubah.

Ia tahu, dengan memiliki pacar, ia tidak bisa memberikan perhatiannya kepada Kazura sepenuhnya. Namun, kejadian memanggang kue itu menyadarkannya. Tanggung jawabnya adalah Kazura. Jika itu berarti ia tidak bisa berpacaran sewajarnya, maka ia pun rela. Lagi pula, ia toh tidak terlalu peduli akan hal itu.

"Kazura, kau sedang apa?" Kenzo akhirnya bertanya, "Apa tidak ada PR untuk besok?"

Kazura terkejut mendengar pertanyaan Kenzo. Namun, ia menjawab sambil lalu. Masih menata stroberi sambil senyum-senyum sendiri. "Sudah beres kok. Aku kerjakan waktu Kenzo menyiapkan makan malam tadi."

Kenzo diam lagi. Matanya tertuju pada Koran yang sama sekali tidak di bacanya. Saat itu, Kenzo berharap ia dan kazura tidak akan pernah berubah, dan itulah yang ia dapatkan. Namun, mengapa sekarang ia merasa sedikit takut akan hubungan mereka yang akan seperti ini selamanya?

Akhir-akhir ini Kenzo berpikir banyak tentang Kazura. Sedikit banyak mungkin adalah karena masalah Izumi Rey. Ia ingat betapa keringat dingin turun di tengkuknya ketika membayangkan Kazura mempunyai kakak tiri. Kenzo mungkin akan tersingkir. Jika hanya kakak tiri saja bisa menyita seluruh waktu Kazura dan membuat tubuh Kenzo langsung mual-mual membayangkannya. Maka Kenzo tidak tahu apa yang akan terjadi jika suatu hari nanti Kazura menikah.

Masih lama.... masih jauh di depan. Namun Kenzo bisa membayangkannya. Kazura berjalan menuju altar pelaminan. Mungkin ia yang akan berjalan bersamanya karena ia adalah kakaknya, dan di banyak waktu juga berperan sebagai ayah untuknya. Ia yang akan memberikan tangan Kazura pada calon suaminya. Kemudian Kenzo akan duduk di samping memperhatikan Kazura bertukar janji suci dengan calon suaminya....

Ia tidak pernah berpikir tentang itu dulu. Ketia ia kuliah dan Kazura masih SMP. Ia berpikir kebalikannya. Apa yang akan terjadi pada kazura jika ia sendiri menikah? Kazura tidak punya siapa-siapa. Maka Kenzo memutuskan untuk mengenyahkan pikiran tentang itu.

Namun, Kazura, apakah ia berpikir tentang hal yang sama dengan Kenzo? Saat Kazura kuliah nanti. Mungkin dia lah yang akan berpikir, bagaimana hidup Kenzo jika ia benar-benar menikah dan pindah rumah.

Kenzo tiba-tiba kesal akan dirinya sendiri.

"Kazura untuk apa kau membuat itu?" Kenzo memutuskan bahwa bertanya langsung lebih baik dari pada membiarkan pikirannya melanglang buana "Kau sedang buat apa?"

"Strawberry shortcake." Kazura menjawab, tersenyum sambil mengocok krim sekuat tenaga sesekali ia mengintip ke kertas resep yang kini terkena berbagai noda. "Aku tidak pernah membuat yang sesulit ini sebelumnya. Tapi, aku pernah sekali membantu Miho di dapur rumahnya. Ini yang pertama kalinya sejak aku.."

Kazura terdiam. Tiba-tiba, kocokan di tangannya melambat drastis.

"Apa kau membuatnya untukku?" Kenzo bertanya lagi. Bisa merasakan jantungnya berdetak sedikit lebih kencang. Ia mengesampingkan koran yang di pegangnya. "Aku akan menemanimu membuatnya, membantu mu mengambil alat-alat yang di simpan di lemari atas satu atau sesuatu.."

"Tidak apa-apa!" Kazura menjawab amat cepat. "Aku akan membuatnya sendiri. Kalau Kenzo khawatir, Kenzo boleh perhatikan dari sana. Tapi biarkan aku yang membuatnya sendiri, ya?"

Kenzo tertegun sejenak. "Mengapa harus sendirian, Kazura?"

Kazura menunduk dan tidak menjawab. Tangannya terus mengocok, kini lebih keras lagi. Ia memaksa untuk terlihat berkosentrasi penuh sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan Kenzo.

Terkadang hal terbodoh bisa keluar dari mulut Kenzo jika ia berhadapan dengan Kazura. "Apa itu untuk pacar mu di sekolah?"

Kazura tidak menjawab.

"Untuk Yoshiro Yuta?"

Kenzo tidak mendapat jawaban apa pun. Untuk beberapa menit yang terasa seabad kemudian, yang tersisa hanya gema suara kocokan krim di udara. Ekspresi Kazura hampir sepenuhnya mengiyakan-nya. Bagaimana Kazura menolak untuk menjawabnya telah menjelaskan segalanya. Kenzo di paksa rileks dengan punggung menempel pada sofa. Ia menarik kembali koran di sampingnya. Bahkan, ia tidak menginginkan jawaban Kazura.

kenzo sadar ia tidak seharusnya menelepon ayahnya di depan rumah. Kazura mungkin ada di dalam kamar dan mendengarnya. Satu-satunya usaha Kenzo untuk menghentikan hal itu adalah berjalan beberapa meter lebih jauh, ia masih menggunakan sandal rumahnya. Dia berjalan ke luar tanpa mantel di sebuah malam musim semi yang berangin.

Ia begitu terburu-buru ingin mendengar suara ayahnya. Di saat seperti ini hanya suara itu yang bisa menenangkannya. Pada siapa lagi Kenzo bisa mengadu tentang Kazura selain kepada ayahnya?

Sambungan telepon Kenzo di angkat setelah dering keenam

"Apa ini dengan Ryuichi-san?"

Yang Kenzo dengar bukan suara ayahnya. Suara yang mengangkat teleponnya di ujung sana adalah suara wanita. Suara yang terdengar masih relatif muda. Tetapi Kenzo tidak bisa yakin akan hal itu. Kenzo tidak melepas telepon itu dari telinganya dan memeriksa teleponnya kenyataannya bahwa wanita itu tahu namanya membuat Kenzo yakin nomor yang ia putar tidak salah.

"Ya. Ini Ryuichi Kenzo. Siapa di sana?"

Wanita itu tidak menjawab untuk beberapa saat. Ada suara batuk yang familiar tertangkap pendengaran Kenzo. Sesaat kemudian, wanita itu menjawab, "Saya Zenitsu Naoto, masih kerabat jauh ayah anda, dan yang menjaga ayah anda di sini. Sepertinya keadaan paman tidak terlalu baik untuk menjawab telepon dari siapa pun. Apa anda mau meninggalkan pesan?"

"Apa dia baik-baik saja?" seketika Kenzo melupakan Kazura dan kuenya, "Aku bisa segera ke sana jika ada apa-apa."

Wanita itu bimbang, "Saya tahu beliau tidak ingin memberi tahu ini, tapi... sejujurnya, Yashuhiro-san, keadaan beliau cukup parah."

"Apa saya bisa ke sana?" Kenzo menekan lagi. "Jika ayah memperbolehkan saya ke sana, saya tidak akan ragu-ragu."

"Saya akan menanyakan hal itu kepada beliau. Untuk sekarang saya takut ia tidak..."

Baik Kenzo maupun wanita itu terdiam.