webnovel

Lengan Berdarah

Adrin Sasongko, dia adalah seorang gadis cantik, cerdas dan pemberani putri dari pasangan Rino dan Adarina Sasongko. Keluarga Sasongko sangat dikenal disegala kalangan karna kekayaannya dan kedermawanannya. Namun dibalik sisi baiknyala, keluarga ini memiliki banyak musuh karna Rino Sasongko sangat kuat menghadapi para lawan bisnisnya. Dia sangat cerdas dan selangkah lebih maju. Di usia ke 8 tahun Adrine mengalami peristiwa yang sangat mengerikan. Keluarganya diserang oleh komplotan penjahat tidak dikenal. Rumah hancur porak poranda. Adrine adalah gadis kecil yang nakal dan pemberani. Saat Adrine bersembunyi dia melihat ayahnya babak belur dihajar oleh para penjahat tanpa ampun. Ibunya bersujud meminta pengampunan kepada komplotan itu tapi tidak digubris. Dari tempat Adrine bersembunyi, sontak Adrine melihat ayahnya akan di tusuk menggunakan pisau. Adrine berlari mencoba memeluk ayahnya dan menampik pisau tersebut. Miris... pisau tersebut sempat mengenai lengan kirinya. Darah menetes menembus serat kain baju putihnya. Roni Sasongko dipukul kembali oleh para penjahat tersebut hingga pingsan begitupula ibunda Adrine, mereka tidak sadarkan diri hingga polisi datang. Adrine diculik, tubuhnya lemas karna terus mengeluarkan darah di lengannya. Dia tak sadarkan diri. Namun ada seseorang diam-diam membawa lari Adrine, menyelamatkan hidupnya. Dia menjaga dan merawatnya hingga tumbuh dewasa. Di usianya yang telah dewasa, Adrine mencoba membalas dendam siapa yang telah melakukan ini semua. Dia terus meneliti setiap detailnya dan mencari bukti-bukti setelah itu Adrine berencana mencari orang tuanya yang menghilang. Dalam perjalanan mencari dalang atas peristiwa yang menimpanya, dia bertemu Ferit Bachim yang siap membantunya. Mereka saling jatuh cinta dan saling membantu satu sama lain. Tapi sangat disayangkan ternyata dalang peristiwa yang menimpa Adrine adalah Ayah kekasihnya itu. Lalu bagaimana nasib cinta di hati mereka ketika tahu siapa yang membuat Adrine dan orangtuanya berpisah? Apakah Adrine akan memaafkan ataukah akan membenci dan pergi dari Ferit?

Safarinah_asih18 · Fantasi
Peringkat tidak cukup
30 Chs

27. Permintaan maaf Adrine

Dudo diam di balik gorden kamar hotel, malam telah datang namun ia masih duduk berdiam. Ezar menghampiri Dudo untuk mengajak makan malam namun ia sedikit ragu karna baru kali ini ia melihat teman sekaligus brother dari kecil hingga segede itu marah berlebih.

"Huh... brother.. " Ezar menghela nafas mencoba mengatur diri agar tetap tenang ketika berbicara dengan orang yang sedang tersulut amarah. "Do, makan yuk!" Ezar berusaha mengajak Dudo dengan nada datar.

"Biar nanti aku susul kalian" jawab Dudo tanpa melihat kedua mata Ezar. Ezar mencoba memahami kemarahannya kali ini. Kemudian ia meninggalkan Dudo sendiri di kamar.

Ezar mendatangi kamar Adrine dan Ambar namun ternyata kosong. Mereka telah pergi lebih dulu untuk mendatangi lesehan favorit mereka yang berada di dekat hotel.

Ezar mengambil ponsel yang berada di sakunya kemudian mencoba menghubungi Adrine.

"Hallo.. Adrine dimana kamu?" tanya Ezar mencoba berbicara di ponsel yang menempel di telinganya.

Tak berselang lama Ezar mengiyyakan dan menutup kembali ponselnya. Dia mencoba berjalan meninggalkan kamar Adrine. Ketika dia berjalan melewati kamar demi kamar, Ferit membuka pintu kamarnya dari dalam dan melihat Ezar pergi berlalu.

****

"Ambar, aku minta maaf aku telah pergi meninggalkanmu tanpa aku bilang denganmu. Sungguh aku minta maaf. Semua tidak pernah terencana di otakku." ucap Adrine sambil memeluk punggung tangan Ambar.

Ambar menatap Adrine dan tersenyum, "sebenernya sih sulit memaafkanmu soalnya kamu bikin kita semua kalang kabut nggak jelas!" tukas Ambar dengan nada sedikit tinggi karna ingat dan kesal.

"Sungguh aku minta maaf," Adrine mengucap sambil memelas. Trik jitu meminta maaf agar di maafkan. Ya memang tidak hanya sekali dua kali Adrine sering kabur tanpa kata. Menghilang sesaat namun ia kembali lagi lalu meminta maaf. Sahabat-sahabat yang mencintainya sangat khawatir namun mereka menyadari bahwa Adrine terkadang membutuhkan waktu untuk sendiri dikala rindu dengan orangtuanya.

"Kau tau Adrine, kau sering menghilang, namun tak sampai separah hari ini. Kau sangat gila! bikin orang panik, bisa-bisa kita semua kayak kamu! sama gilanya!" ujar Ambar mengutarakan kepanikannya. "Apalagi Dudo.. yang paling gelisah dia antara kami," Ambar ketus jutek di bagian itu.

"Sungguh aku minta maaf" Adrine memeluk Ambar, berharap luluh hatinya. Ya memang luluh, meskipun ada rasa cemburu yang terlihat dari wajah Ambar karna kepanikan Dudo yang berlebihan namun Adrine sangat memahaminya. Ambar mencintai Dudo dan dia sangat menghargai Ambar.

"Iya aku maafin, tapi lain kali jangan separah ini ya! orang jadi gila karna kamu!" Adrine tersenyum lalu melepaskan pelukannya.

"By the way, aku lapar ayok kita masuk, lalu pesan makanan dan makan" ujar Adrine, jika sudah urusan makan dia tak malu-malu bisa-bisa dia adalah orang yang malu-maluin jika melihat makanan yang ia suka.

Dengan hati yang telah plong, lalu mereka memasuki lesehan tersebut dan memesan pecel ayam dengan jeruk hangat kesukaannya. Adrine dan Ambar duduk berhadapan sambil berbincang menceritakan masa dahulu ketika kuliah.

10 menit berlalu, makan malam telah tersaji di hadapan mereka. Antara Ambar dan Adrine makan tanpa rasa malu dilihat orang mirip orang kelaparan.

"Ambar, tumben kamu lahap makannya?" tanya Adrine sambil mencocol sambal dengan daging ayam yang telah di goreng di layah kecil yang terbuat dari batu.

"Aku manusia kelaparan, hari ini keliling Jogja tanpa makan. Aku puasa demi kamu!" ujar Ambar sembari memungut nasi terakhir dan memakannya.

Adrine menatap piring Ambar yang telah kosong, dan menatap piringnya sendiri yang telah kosong. Mereka berdua saling menatap mata satu sama lain.

"Ambar.." Adrine menyebut Ambar di depannya.

"Adrine.." Ambar pun menyebut namanya

"Masih lapar...!!!"ujar keduanya. Mereka berdua senyam senyum tak tau malu.

"Mas, dua piring lagi dengan menu yang sama!" pinta Adrine dan Ambar pada pelayan di lesehan tersebut. Pelayan lesehan tersebut geleng-geleng kepala melihat dua wanita cantik memesan dua porsi pecel ayam lagi.

"Malam ini kita lagi `Kemaruk´! hahahaha... " Ambar hilang sudah urat malunya. Lapar membuat dia lupa jaim yang ada pada dirinya. "Drine, kira-kira Dudo bakal ke sini nggak?" tanya Ambar sambil mengisi kekosongan karna piring telah kosong.

Adrine mengangguk sembari menyeruput jeruk hangat kesukaannya.

Tak berselang lama pelayan tersebut mengantarkan dua porsi nasi pecel ayam yang masih panas dengan sambal dan potongan kubis dan mentimun di samping ayam yang telah di gorengnya.

Lagi-lagi Adrine dan Ambar saling menatap dan ....

"Kita makan lagi...!!!" ucap keduanya.

Mereka berdua benar-benar menjadi manusia kelaparan melahap dua porsi pecel ayam sekaligus. Edyan...!

Ketika mereka selesai, tiba-tiba Ezar datang. Adrine terkejut melihat Ezar datang sendiri tanpa Dudo.

Adrine menolah noleh ke arah belakang Ezar, tak ada bau Dudo di belakangnya. "Ezar?" Adrine memanggil menyebut nama Ezar. Ezar mengerti apa yang di maksudkan Adrine.

Ezar mengangkat kedua bahunya. Ekspresi mimik wajahnya kecewa karna Dudo masih sangat marah. "Aku tak berhasil membawa Dudo!" ujar Ezar, kedua matanya menyusuri meja yang penuh dengan piring kosong. "Ini, milik siapa? Seperti empat porsi?" Ezar terkejut dengan piring-piring yang masih berantakan di hadapan Ambar dan Adrine.

Kedua gadis yang sedang hilang urat malunya karna lapar tertawa cengengesan sambil menatap Ezar.

"Kita.." Ambar dan Adrine menjawab.

Ezar menggelengkan kepalanya "Emang kalian nguli di mana? rakus amat!"

"Kayaknya habis nguli bangunan belakang sekolah, kamu yang ngaduknya aku yang liatnya dan Ambar yang bawain batu bata terus Dudo yang bikin bangunannya" Adrine mencoba mengingat masa sekolah SMA karna hukuman dari kepala sekolah lantaran kabur melewati tembok keliling belakang sekolah yang sedang proses dibangun.

Ezar meraih bangku di sebelah Adrine dan duduk di sana, alih-alih dia selalu ingin menatap Ambar lebih. "Masih inget saja kamu Drine. Padahal kan kamu waktu itu calon kakak kelas kita. Kakak kelas dadakan." Ezar mulai mengulas masa lalu.

"Aku ikutan kabur kirain bakal turun kelas lagi. Ku pikir bakal sama'an sekelas lagi dengan kalian. Tapi nggak ngaruh sama sekali!" Adrine meluapkan keinginannya dahulu namun takdir tetaplah takdir dia tetap lebih cepat dari sahabat-sahabatnya itu.

"Tau, bu Ning guru matematik denger rencana kita. Jadi dia nggak kasih kamu turun kelas!" Ambar menyahuti pembicaraan Adrine dan Ezar.

"What???" Ezar dan Adrine terkejut.

"Lah emang kalian nggak tau?" tanya Ambar pada kedua pasang mata yang melotot terkejut dengan apa yang telah di ucapkan Ambar.

"Kenapa baru sekarang kamu kasih tau?!" Ezar sedikit menaikkan satu not nada suaranya. Sedangkan Adrine menghentakan tangan kanannya ke atas meja.

"Lah memangnya kenapa?!" Ambar bertanya kembali. Karna hal seperti itu menurut Ambar tak begitu penting. Namun penting bagi Ezar.

"Ngerti nggak, hukuman itu kan terjadi dua hari sebelum ulangan. Nilaiku jeblog ancur dapet merah merona. Aku nggak bisa nyontek Adrine. Letingan kita sangat pinter kecuali Adrine!" ujar Ezar kesal dengan Ambar.

"Huh!! pinter apaan?" Ambar terus menyahuti Ezar.

"Pinter nyontek!! hihihihi" Ezar meringis mengakui bodoh otaknya. "Dudo juga pintar si, masalahnya dia nggak mau bagi-bagi jawaban. Yang ada aku di cuekin. hemmm.."

"By the way, kamu ke mana saja seharian Drine sama kekasih barumu?" Ezar bertanya dengan nada sedikit ketus.

"Aku minta maaf Zar, aku nggak kasih tau kalian ke mana aku pergi. Aku hanya jalan-jalan ke Laguna, terus aku jatuh ke kolamnya, heheheehe.." Adrine nyengir hingga terlihat gigi gingsul di sebelah kanannya.

"Kapoklah kau! temen kelimpungan ngalor ngidul nyari kau, kau enak-enak tertawa sama pacar kau! huh!!!!" Ezar mengeluarkan jurus logat batak yang ia tirukan teman kuliahnya dulu.

"I'm sorry bro, semua itu diluar rencana. Soalnya yang kau rencanakan ke Laguna selalu gatot. Kalian selalu bangun paling akhir. Terpaksa aku pergi dengannya." Adrine tersenyum manis bagai dosa di hapus dengan penghapus kapur tulis, beersih namun masih berdebu.

"Sesungguhnya aku malas mau maafin kamu soalnya kamu selalu ulang kesalahanmu!" ujar Ezar datarr.

"Yaaahhhh jangan gitu dong!!! tuhan saja mau nerima maaf masa kamu kagak?!" Adrine merayu kecil.

"Kalo bukan aku dan kamu ssahabat dari kecil, aku udah ogah maafin kamu!" Ezar berkata sembari melambaikan tangan kanannya memanggil pelayan. "Mas, satu porsi laki-laki ya!"

"Ok!" sahut pelayan lesehan tersebut.

"Yezzz diterima maafnya!" Adrine kegirangan. Sedangkan Ambar hanya menyimak apa yang sedang Adrine dan Ezar bicarakan.

"Tapi Dudo masih bengong mulu di kamar. Dia masih marah denganmu Adrine" Ezar menyebut nama Dudo, spontan wajah gembira Ambar sedikit surut pasalnya pembahasannya tentang kemarahan Dudo disebabkan Adrine.

Adrine menyimak apa yang dimaksud Ezar, reflek otaknya mencari cara agar Dudo mau memaafkan atas kesalahan dirinya.

Adrine dan Ambar menemani Ezar makan, tak lupa dia memesan pecel lele untuk Dudo yang masih kesal atas Adrine.