webnovel

Lengan Berdarah

Adrin Sasongko, dia adalah seorang gadis cantik, cerdas dan pemberani putri dari pasangan Rino dan Adarina Sasongko. Keluarga Sasongko sangat dikenal disegala kalangan karna kekayaannya dan kedermawanannya. Namun dibalik sisi baiknyala, keluarga ini memiliki banyak musuh karna Rino Sasongko sangat kuat menghadapi para lawan bisnisnya. Dia sangat cerdas dan selangkah lebih maju. Di usia ke 8 tahun Adrine mengalami peristiwa yang sangat mengerikan. Keluarganya diserang oleh komplotan penjahat tidak dikenal. Rumah hancur porak poranda. Adrine adalah gadis kecil yang nakal dan pemberani. Saat Adrine bersembunyi dia melihat ayahnya babak belur dihajar oleh para penjahat tanpa ampun. Ibunya bersujud meminta pengampunan kepada komplotan itu tapi tidak digubris. Dari tempat Adrine bersembunyi, sontak Adrine melihat ayahnya akan di tusuk menggunakan pisau. Adrine berlari mencoba memeluk ayahnya dan menampik pisau tersebut. Miris... pisau tersebut sempat mengenai lengan kirinya. Darah menetes menembus serat kain baju putihnya. Roni Sasongko dipukul kembali oleh para penjahat tersebut hingga pingsan begitupula ibunda Adrine, mereka tidak sadarkan diri hingga polisi datang. Adrine diculik, tubuhnya lemas karna terus mengeluarkan darah di lengannya. Dia tak sadarkan diri. Namun ada seseorang diam-diam membawa lari Adrine, menyelamatkan hidupnya. Dia menjaga dan merawatnya hingga tumbuh dewasa. Di usianya yang telah dewasa, Adrine mencoba membalas dendam siapa yang telah melakukan ini semua. Dia terus meneliti setiap detailnya dan mencari bukti-bukti setelah itu Adrine berencana mencari orang tuanya yang menghilang. Dalam perjalanan mencari dalang atas peristiwa yang menimpanya, dia bertemu Ferit Bachim yang siap membantunya. Mereka saling jatuh cinta dan saling membantu satu sama lain. Tapi sangat disayangkan ternyata dalang peristiwa yang menimpa Adrine adalah Ayah kekasihnya itu. Lalu bagaimana nasib cinta di hati mereka ketika tahu siapa yang membuat Adrine dan orangtuanya berpisah? Apakah Adrine akan memaafkan ataukah akan membenci dan pergi dari Ferit?

Safarinah_asih18 · Fantasi
Peringkat tidak cukup
30 Chs

16. Kepanikan Sahabat Adrine

"Adrine..." Ambar menepik bantal di sebelahnya.

"Adrine..." Ambar memanggil-manggil sahabatnya namun tidak ada balasan darinya. Kedua mata Ambar masih lengket dia belum menyadari hari telah siang. Dia terlambat bangun pagi.

"Adrine... " Ambar terus menyebut nama sahabatnya namun tak ada suara secuilpun terdengar dari mulutnya. Ambar membuka kedua matanya, bulu matanya berkedip berusaha terbuka untuk tidak menghalangi pupil matanya.

"Akh... aku kesiangan lagi!" ujar Ambar berbicara sendiri. Ambar menyibakkan selimut yang menutupi dirinya, tubuhnya terkulai lemas karna efek kelelahan lantaran kemarin nanjak ke atas Borobudur.

Ambar turun dari dipan, lalu ia mendekati pintu kamar mandi berharap Adrine ada di sana.

Tok.. tok..tokk

"Adrine.. buka pintunya" Ambar berteriak memanggil Adrine namun tak ada suara di balik pintu yang dia ketuk. Kembali Ambar mengetuk pintu kamar mandi untuk yang ke dua kalinya.

Tok...tok..tokk..

Tidak ada suara sama sekali. Justru pintu yang Ambar ketuk terbuka sedikit, dia terheran tidak ada suara tidak ada aktivitas berisik di sekeliling Ambar.

"Adrine... kamu meninggalkanku lagi! Huh!! Kamu tidak membangunkanku.!" suara Ambar lemas bagai orang mabuk tidak sadar. Ambar mendorong pintu kamar mandi lalu memasukinya dan beranjak mandi.Ambar belum menyadari kemana sahabatnya pergi. Dia masih positif thinking jika Adrine pasti sudah bergabung dengan sahabat laki-lakinya.

Ezar dan Dudo sama kesiangannya dengan Ambar. Namun para lelaki telah lebih dulu bangun daripada Ambar. Mereka berdua telah siap untuk pergi ke pantai meskipun sangat terlambat.

"Do, gimana kita samperin cewek-cewek takut mereka belum bangun kaya kita" ujar Ezar menyarankan Dudo.

"Ok!" Dudo menjawab dengan santai sembari memasukkan mini kamera ke dalam tasnya.

***

Pukul 09:04 wib

Ambar mengambil sepatu dan mengenakannya, lalu dia mengambil mini ranselnya berharap dirinya belum tertinggal teman-temannya. Alangkah menyakitkan jika dia ditinggal sendiri di hotel. "Sungguh terlalu jika Adrine, Dudo dan Ezar meninggalkanku. Mereka seperti pembunuh berantai telah meninggalkanku. Ohhh menyakitkan..!!" gumam Ambar sembari bangun dari sofa kamarnya. "Ini hari yang ke tiga kita di sini. Liburan kali ini kurang sukses pasti ada saja yang bikin kesel!" Ambar terus menggerutu seperti orang tak waras.

"Aku siap Adrine, Ezar, Dudo!! Aku samperin kalian awas aja kalo kalian sudah pergi! Aku bakal marah besar!!" mulut Ambar terus berkicau mirip beo kelaparan.

Ambar berjalan keluar dari kamarnya, kemudian dia menyusuri melewati kamar demi kamar. Otaknya berencana menghampiri para bujang melewati kamar demi kamar. Kebetulan kamar para gadis tidak bersebelahan dengan para bujang selisih delapan pintu lebih jauh.

Ketika Ambar telah melewati lima kamar lebih dekat, dia berpapasan dengan para bujang namun di balik mereka Ambar tidak melihat batang hidung Adrine di belakangnya. Ambar menghentikan langkah kakinya menunggu para bujang sampai dititik dia berdiri.

Ezar dan Dudo belum menyadari ketidakadaan Adrine di samping Ambar. Mereka tidak berfikir negatif jika Adrine tidak ada di antara mereka.

Dudo menghentikan langkah kakinya tepat di hadapan Ambar "Adrine mana?" sebuah pertanyaan terucap dari Dudo. Ambar terkejut dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut Dudo.

"Dudo?? aku ngga bersamanya. Aku pikir dia bersama kalian. Apa mungkin dia di kantin?" ucap Ambar mengira-ngira.

"Bisa jadi. Coba kita liat barangkali dia nunggu di sana seperti biasa." sahut Ezar menimpali pembicaraan antara Dudo dan Ambar.

Mereka bertiga berjalan menuju kantin. Namun disayangkan mereka tidak menemukkannya. Kepanikan mulai menghampiri mereka bertiga. "Aduh bagaimana ini?" Ambar kelimpungan tak jelas.

"Ponsel," secepat kilat Dudo berfikir menghubungi Adrine melaui ponselnya. Jari jempol kanannya kemudian menyentuh angka dilayar ponselnya.

Ambar dan Ezar menunggu Dudo yang sibuk mencoba memanggil Adrine melaui ponsel. Berulang kali dia memanggil namun tak ada jawaban.

"Ambar, cek toilet!" perintah Dudo dengan sangat cepat memutuskan.

"Ezar, kamu cek samping kanan dan kiri lalu aku akan ke kamar kamu Ambar! aku cek bagian atas! dan kita akan bertemu lobi hotel. Cepat!" ujar Dudo dengan tegas memerintahakan Ambar dan Ezar bagai anak buah. Kekhawatiran Dudo meningkat 360° karna masa lalu yang pernah dialami Adrine, iya Dudo mengetahui segalanya dari Ghandi dan Yangkubem.

Ambar lari mendatangi toilet-toilet wanita berharap Adrine ada di salah satunya. Tarik dorong pintu Ambar lakukan di keseluruhan toilet dan bertanya kepada seluruh pasang mata yang ia temui.

Begitupula Ezar dia pun pergi berjalan setengah berlari menyusuri seluruh ruangan. "Kumat penyakit Adrine, huh!! hobi pergi tanpa pamit. Ngilang kayak hantu." gumam Ezar, mulutnya berkedut-kedut tak jelas.

Dudo bergegas menanjaki tangga, dia memeriksa seluruh ruangan di atas berharap ada di sana gadis yang ia cintai selama ini meskipun Adrine lebih menyukainya hanya sebatas teman dan saudara.

Setelah Dudo memeriksa ruang demi ruang yang biasa disinggahi para pengunjung kemudian dia beraksi ke kamar Adrine dan Ambar menginap.

"Adrine..." panik dan gelisah menyelimuti hati dan pikiran Dudo.

Dudo membuka pintu dengan tergesa dia tidak peduli dengan para pengunjung di sebelah-sebelahnya jikalau mereka mendengar kebisingan Dudo. "Adrine..." Dudo tidak menemukan Adrine di kamarnya. Kemudian dia menghinggapi kamar mandinya. "Adrine...." Dudo terus menyebut namanya tiada henti namun sangat di sayangkan semua kosong.

"Ahhhhhhhh.....!!!" Dudo berteriak kesal, kemudian dia melihat tas ransel Adrine tergeletak di atas meja. Blezer dan jaket yang biasa ia kenakan juga terbetang di lengan sofa bahkan dompet Adrine masih di atas meja kecil. Alangkah merasa stupid Dudo saat itu "Aggghhhhh .... kau di mana Adrine?!" Dudo kecolongan, dia menyibakan rambut cepaknya lalu kemudian ia duduk di atas kasur para gadis, Dudo menundukkan kepalanya. Sejenak ia memejamkan kedua matanya dan membukanya kembali.

Dudo terus berfikir tentang keberadaan Adrine yang terus membuat kacau sahabat-sahabatnya. Bagaimana tidak kacau, Adrine tidak meninggalkan pesan atau mengangkat panggilannya.

Ketika Dudo menatap tas Adrine tanpa banyak berfikir, Dudo kemudian meraih tas Adrine lalu mengacak-acak isi dalam tasnya.

Dudo menemukan kertas berisi sebuah pesan singkat dan nomor telpon milik seseorang yang telah ditaburi bedak berwarna kuning kecoklatan. Dudo kemudian menghubungi nomor tersebut tapi na'as tidak bisa di hubungi. Dudo kacau sangat kacau..

*****

Ezar dan Ambar menunggu Dudo turun dari lantai atas. Mereka menunggu di lobi hotel, tidak lama Dudo muncul kemudian menghampiri kedua sahabatnya itu. Terlihat wajah Dudo pahit asam tak jelas bahkan tak secuilpun dia berkata. Ambar dan Ezar hanya diam menunggu Dudo memulai pembicaraan.

"Bagaimana, apa ada yang lihat Adrine ke mana?" tanya Dudo kepada dua sahabatnya itu. Raut wajah Dudo masih terlihat sangat panik seolah dia kehilangan nyawanya.

Ambar melihat reaksi Dudo yang sangat panik melebihi dirinya kemudian menjadi hambar perasaanya. Pikiran dan hatinya menjadi ciut sebab lelaki yang Ambar cintai terlihat jelas sangat mencintai Adrine sahabat kecilnya. Ingin rasanya Ambar menangis namun itu bukan waktu yang tepat untuk meluapkan segalanya. Adrine menghilang dari pandangan sahabat-sahabatnya.

"Apa tidak sebaiknya kita lapor polisi Do?" sebuah usulan melayang dari mulut Ezar.

"Tidak bisa! ini belum 24 jam kita tidak bisa melapor!" jawab Dudo. Ambar diam melihat keduanya saling berbicara.

"Apa kita perlu datangi tempat biasa Adrine nongkrong? barangkali dia di sana." Ambar mengulas tempat-tempat biasa Adrine bersinggah untuk nongkrong.

"Tidak bisa Ambar.. dia bahkan tidak membawa tas ataupun dompet. Dia tidak pernah melupakan ini sebelumnya. Dia tidak akan bisa pergi jauh ke mana-mana kecuali dia di culik!" ujar Dudo menjelaskan kemungkinan yang terjadi. Tapi semua itu tidak bisa disimpulkan sesederhana seperti dipikiran mereka.

"Dudo, bagaimana dengan om Ghandi sama Yangkubem? mereka akan sangat khawatir dan marah. Aku bersalah, aku tertidur pulas hingga aku tak menyadari Adrine lenyap dari kita." kedua mata Ambar berkaca-kaca karna merasa kecewa dengan dirinya sendiri. "Ini salahku, membuat liburan konyol begini. Padahal sudah jelas kita sering ke sini." Ambar terus menyalahkan diri sendiri tiada henti.

"Ini bukan salahmu Ambar, ini hanya musibah dan siapapun orangnya tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi kedepannya. Kita hanya mencoba membuat kenangan sebelum Adrine pergi ke Jakarta untuk urusannya." pungkas Ezar mencoba membuat dingin Ambar atas kesedihan dan kekecewaan terhadap dirinya sendiri.

"Ezar betul Ambar, kamu tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri karna semua ini." timpal Dudo menenangkan Ambar jua. "Kita hanya perlu menunggu hingga sore tiba. Jika dia belum muncul kita lapor polisi untuk kasus pencarian orang hilang."

Ambar membelalak medengar apa yang diucapkan Dudo, `Kasus Orang Hilang´

"Aku akan coba mencari di sekitar sini mungkin dia ke pasar atau berolahraga atau dia ke Malioboro tapi lupa bawa dompet." Ambar terus membayangkan sahabatnya masih ada di sekitar meskipun harapannya hanya sekedar bayangan.

"Ide bagus! tidak ada salahnya kita coba. Sambil kita mencari kita juga bisa hubungi Adrine melalui ponsel, barangkali kita aja yang malas selalu telat bangun pagi." ujar Dudo mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Kemudian mereka bertiga mencari Adrine hanya dengan modal lutut saja karna mereka menyadari tiada dompet di saku Adrine. Mereka semua berkeliling kota dengan berjalan kaki memutari kota Jogja tanpa kendaraan.