webnovel

Aku selalu memcintaimu

"Ze... Zean ada apa kau melirikku seperti itu?"

"Tidak ada," Zean menutup buku yang ia baca, kemudian meletakkannya di atas meja.

Zean berdiri di hadapan bara, melepaskan kancing bajunya satu satu.

"Zean!"

Zean tidak mendengarkan ucapan Bara, ia masih melepaskan perlahan kancing demi kancing.

"Aghh! Shit! Aku sudah tau bagian ini, aku akan membuka bajuku sendiri," Bara menarik kancing bajunya otomatis terlepas semua.

Ia membuang bajunya itu kelantai.

"Kau lambat," Bara berdiri, ia juga menarik kancing baju Zean. Hal itu hanya di perhatikan Zean.

"Tingkah laku yang berutal!" ujar Zean.

Bara langsung saja menyosor mulut Zean ia perlahan membuka kancing celana Zean, kemudian Bara meraba kantongnya ia melemparkan kondom ke Zean.

penis besar, dan tegang itu semangkin bergerak ganas, menyodok prostat Bara. Kekasih Zean yang kecil itu sangat sexy. Berada di bawah kungkungannya dengan penuh keringat akibat menahan nikmat.

***

Mereka berdua terbangun di ruangan tengah, keduanya tersenyum bahagia.

Sampai capeknya Zean, dan Bara sampai tertidur di lantai.

"Kau menikmati tadi malam?"

"Tentu saja."

"Ya ampun gawat, aku lupa aku harus ke sekolah," Bara cepat cepat bersiap, ia mengambil bajunya yang berada di lantai, lalu menyusun loster pelajaran.

Sangkinkan mau cepat cepatnya Bara tidak sempat mandi, ia hanya menyikat gigi.

"Sudah selesai? Ini rotimu," memberikan Bara roti yang sudah Zean buat selama Bara berada di kamar mandi.

Bara mengambil roti itu, langsung memakannya berdiri.

"Makan harus duduk!"

"Ini tidak sempat."

"Makanlah pelan pelan, aku akan menghantarmu ke sekolah."

"Tapikan!"

"Tenanglah."

Mereka selesai sarapan, mulut Zean ingin menyosor mulut Bara, ia ingin mencium ke kasihnya itu, tetapi tangan Bara menjauhkan pipi Zean dari mulitnya.

"Sialan kau! Ini sudah jam berapa? Aku akan telat, ayo cepat antarkan aku," Bara berlari keluar.

***

"Sudah ku katakan kau tidak akan telatkan."

"Ie, terimakasih," Bara yang mau pergi begitu saja langsung di tarik Zean.

"Etss..."

"Apa lagi?" tanya Bara.

"Kau tidak ingin menciumku?" ucap Zean menggoda.

"Aghh," Bara cepat cepat mencium kening Zean, sebelum ini di ketahui oleh orang orang, ia langsung pergi.

Saat Zean hendak berbalik arah, ia berselisih dengan Angga yang mau masuk.

Mata mereka saling lirik melirik tajam.

"Cihh orang itu lagi, ada apa dia disi?" batin Angga, ia berhenti karena Angga melihat Bara yang berjalan di depannya.

"Bata ayo naik," tawar Angga.

"Ga ah, tanggung tar lagi nyampe kok."

"Ckkk, ayolah," menjalankan motornya pelan.

"Ga perlu Angga, aku jalan aja. Tar ke kelas kita sama sama."

"Oke."

"Ehh ia Bara lo kemari sama siapa?"

"Diantar tadi."

"Sama?" tanya Angga kepo.

"Sama teman aku."

"Ouh kok bisa dia ngantar kamu?" Angga semangkin kepo dengan Bara.

"Ya bisatoh, orang kita berdua tadi ketemuan di pinggir jalan, waktu aku nunggu angkot."

"Ehh ia Bara baju kamu kok kusut gitu sih? Celana kamu juga?" tanya Angga yang selalu memperhatikan hal kecil dari Bara.

Bara melihat baju, dan celananya. Dirinya benar benar baru menyadari itu, bagaimana tidak rimuk, Bara saja tadi malam membuka bajunya menggulung mencampakkannya ke lantai, sebelum bermain dengan Zean.

"Astaga aku baru sadar."

"Apa nya?"

"Wajah kamu juga kyak orang ga mandi tau, sumpah Bara kok kamu hari ini berantakan sih, biasanyakan kamu itu rapi, ini sperti ga kamu tau," celoteh Angga terus terusan mengkritik penampilan Bara yang tidak seperti biasanya

"Apaansih!" Bara malas mendengarkan ucapan Angga, ia pergi deluan dengan kesal.

Bara menggaruk kepala belakangnya, walau pun tidak gatal.

"Mampus," berlari ke kelas.

Sampainya di kelas Bara langsung membongkari tasnya, ia mencari cari minyak wangi, ternyata Bara lupa membawanya.

"Ahh Damn!"

"Bara," ujar Angga yang mendatangi.

Namun Bara tidak mengubris Angga, ia asik dengan dirinya sendiri.

"Bara, ak... aku mau minta maaf denganmu," ujar Angga tidak enakan.

"Minta maaf apanya?"

"Aku sudah mengeluarkan kata kata yang tidak enak, aku sudah membuatmu sedihkan ini," Angga menyodorkan bajunya.

"Apa ini?"

"Bajuku, pakailah dulu, aku meninggalkan baju itu di dalam loker, bajunya udah di setrika kok."

"Udah ga perlu Angga."

"Tapi dirimu berantakan seperti ini, kau harus memperbaiki penampilanmu dulu, sebelum guru nanti marah marah."

"Yaudah deh," Bara mengambil baju yang di berikan Angga, ia memakainya cepat cepat.

"Nah gitukan bagus," Angga menyisirkan rambut Bara yang kering.

"Kau juga lupa memakai minyak rambut, dan merapikan rambutmu."

Lagi lagi Angga memberikan Bara perhatian kecil, yang belum pernah di lakukan Zean kepada dirinya.

"Bagaimana kau tadi malam? Apakah dimarahi?" tanya Angga yang masih membenarkan rambut Bara.

"Tidak terlalu, ya hanya di marahi sekedar."

"Apakah dia begitu galak?"

"Sangat galak."

"Oiya, Bara bagaimana kalau selepas pulang sekolah nanti kita ke taman kota, anggap saja ini sebagai permintaan maafku."

Boleh tuh.

Lagi lagi Bara melakukan hal yang sama, ia jalan lagi dengan Angga, dan pulang malam lagi ke rumah Zean.

Karena dari Anggalah, dirinya bisa mendapatkan perhatikan kecil.

Walau pun Bara tidak terlalu terbuka ke pada Angga.

***

"Bagus," ucap Zean yang berdiri menyandar di depan pintu.

"Maafkan aku Zean, aku kelamaan menunggu angkot," ujar Bara berbohong.

Sebenarnya Zean bisa membaca dari ucapan, dan raut wajah Bara yang terlihat cemas.

"Tidak masalah, nanti kita bahas ini, masuklah. Kau pasti sudah laparkan."

Mereka berdua ke meja makan.

"Sekarang makanlah Bara," ujar Zean mendekatkan piring, dan nasi.

Namun ia bangkit.

"Zean mau kemana?"

"Aku sudah selesai makan tadi, maaf ya aku deluan tanpa menunggumu."

"Ya sudahlah," Bara tidak selera melihat makanan yang berada di atas meja, lagi pula dia tidak enak kepada Zean. Saat ini hati, dan perasaannya benar benar dalam ke kacauan, apalagi Bara telah berbohong kepada Zean.

"Ah sudahlah," Bara menutup tudung saja, ia masuk ke dalam kamarnya.

Tetapi rasa bersalah telah membohongi Zean, terus terusab menghantui dirinya, Bara pergi ke kamar Zean.

"Zean."

"Ada apa lagi?"

Bara menarik nafas, ia duduk di samping Zean.

"Aku hanya menanyakan apakah engkau mencintaiku?"

"Pertanyaan itu selalu keluar dari mulutmu, sampai kapan itu akan berhenti?"

"Aku menanya serius."

"Coba kau pikirkan sendiri, and aku kira tadi kau tidak akan kembali kemari," smirk.

"Maksudmu?"

"Im telling you think."

"Apa yang mau aku pikirkan, aku hanya menanya pertanyaan, dan menunggu jawabanmu."

"What should i answer, aku sendiri tidak tau, apa aku harus benar benar mencari tau," jawab Zean dingin.

Bara menundukkan kepalanya pasrah.

"Bara pergilah jika kau ingin pergi, aku tidak biasa memaksamu," menaruh tangannya di pundak Bara.

"Maksutmu kau mengusirku!"