webnovel

Betapa Besar Cintaku Padamu

Di waktu yang sama, Aisyah bangun dari tidurnya untuk menunaikan sholat tahajud. Seharian itu ia merasa tidak enak pada Chris karena telah bersikap dingin dan menolaknya secara terang-terangan. Ia memikirkan pemuda itu setiap saat dan merasa bersalah. Ia memiliki firasat bahwa apa yang telah dia perbuat itu hanya semata-mata karenanya. Pemuda itu telah kecewa yang sangat berat. Baru pertama kalinya ia melihat Chris seperti itu. Saat itu ia seperti kerasukan oleh iblis.

Seusai sholat subuh, ia meraih handphone nya dan hendak meminta maaf pada Chris. Namun ia mengurungkan niatnya dan pergi ke kamar mandi untuk mandi. Handphone nya sangat sepi dari hari-hari sebelumnya. Tidak ada notifikasi yang masuk satupun. Pemuda Turki itu juga belum menghubunginya. Hari itu Asma tidak memiliki kelas pagi. Ia masih bersantai-santai di atas sofa sambil bermain dengan handphone nya. Sedangkan Aisyah sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Selama perjalanan ke sekolah, bayang-bayang wajah Chris selalu muncul dalam benaknya. Ia teringat akan senyuman pemuda itu setiap Aisyah mengucapkan salam seusai sholat zuhurnya di sekolah. Wajah itulah yang pertama kali terlihat seusai ia menunaikan sholat dan pemuda itu selalu mendengarkan setiap ayat-ayat suci Al-Qur'an yang dibaca setelahnya. Ia teringat akan sosoknya yang mengantarkannya pulang bersama Bethany dan Lucy di hari tangannya terluka. Ia juga teringat ketika ia berada dalam satu mobil bersama dengan Chris dan Asma. Ia masih dapat merasakan kehangatan yang tercipta pada suasana itu.

Langkanya terhenti di tempat yang sama seperti kemarin pagi ketika ia berpapasan dengan mobil yang dikendarai oleh Chris. Tatapan mata pemuda itu masih terngiang jelas. Ingatan itu silih bergantian dalam benaknya. Lalu perlahan semakin dalam rasa bersalahnya. Ia menghembuskan nafasnya panjang dan beristighfar berkali-kali. Beristighfar atas apa yang telah dilakukan kepada Chris dan beristighfar atas bayang-bayang yang kerap kali muncul tanpa permisi.

Sesampainya di sekolah, ia dan teman-teman seangkatannya segera memakai jubah kelulusan yang berwarna hijau dan topi wisudanya. Semuanya tampak bersuka-cita di hari paling bahagia itu. Beberapa orang tua sudah datang di sekolah namun ibu Aisyah akan datang terlambat. Ia tidak masalah dengan hal itu. Aula luas yang tertutup itu sudah dihiasi dengan bunga-bunga, balon, dan hiasan-hiasan lainnya. Panggung juga tak luput untuk dihias.

Para siswa senior itu kemudian memasuki aula dengan berbaris dan duduk di tempat duduknya sesuai urutan. Beberapa menit kemudian, serangkaian acara dimulai. Sedari tadi, kedua mata birunya mencari sosok Chris. Namun ia tak melihatnya sama sekali. Mungkin ia berada di kursi paling belakang. Mungkin ia sengaja menghindar dan menjauh darinya, pikirnya. Setengah jam kemudian, kepala sekolah naik ke atas panggung dan memanggil satu per satu nama para wisudawan. Ia bersalaman kemudian menyerahkan ijazah kelulusan.

Ketika giliran kelas Chris yang dipanggil, gadis itu sangat menanti-nanti nama pemuda itu untuk dipanggil kedepan. Entah mengapa ia sangat ingin melihatnya. Ia sangat ingin mengetahui bagaimana kabarnya. Ia sangat ingin melihatnya untuk yang terakhir kalinya. "Ashley Reed..... Greene Mackenzie... Ella Scott...." Kepala sekolahnya berhenti sejenak setelah Ella Scott turun dari panggung. Kemudian ia menyampaikan bahwa siswa yang bernama Chris Eustache telah pergi ke Inggris dan tidak bisa menghadiri acara kelulusan. Lalu ijazahnya diserahkan kepada ayahnya yang hadir pada saat itu.

Aisyah masih tidak bisa mempercayai tentang apa yang telah didengarnya. Tatapannya memandang kosong kedepan. Chris pergi secepat itu. Ia pergi tanpa memberikan kesempatan padanya untuk meminta maaf. Dengan cepat gadis itu meraih handphone nya dan ia menyusuri nama Chris di daftar kontak. Namun panggilan itu tidak tersambung. Pemuda itu telah mematikan handphone nya. Ia masih tak percaya bahwa Chris pergi secepat itu. Ia masih tak dapat menerima kenyataan ini. Ia sangat ingin melihatnya untuk yang terakhir kali.

Namun ternyata pertemuan terakhirnya adalah kejadian yang sangat mengenaskan itu kemarin. Kenangan terakhir yang sangat memilukan dan menyayat hati. Kenyataan itu semakin membuatnya merasa bersalah padanya. Hari itu suasana hatinya berubah seratus persen. Ia menjadi tidak bersemangat dan ingin sekali pulang kerumahnya. Kamarnya yang tenang adalah tempat yang terbaik untuknya disaat-saat seperti ini. Tak nampak seulas senyumanpun dari bibir merahnya. Ia hanya terdiam dan menghitung detik demi detik menantikan acara kelulusan itu segera selesai.

Tak lama kemudian, namanya dipanggil kedepan sebagai siswa terbaik dan Aisyah memberikan pidatonya. Ekspresi wajahnya terlihat biasa saja hanya ada sekilas senyuman disudut bibir merahnya. Sepanjang pidatonya, bayang-bayang Chris selalu muncul dan perasaan bersalahnya semakin membesar. Ia sangat berharap bahwa pemuda itu masih berada ditengah-tengah ruangan luas itu.

"Selamat pagi semuanya. Hari ini adalah hari yang sangat menggembirakan bagi kita semua. Hari ini saya berbicara didepan kalian semua dan bagi yang tidak mengenal saya, nama saya adalah Aisyah Kimberly Smith. Saya ingin mengucapkan selamat kepada teman-teman saya atas kelulusannya. Dengan semua rintangan yang kita hadapi bersama, akhirnya kita bisa berada di ruangan ini dan merayakan kelulusan ini. Setelah lulus dari sekolah ini, kita memiliki kesempatan yang sangat lebar di luar sana. Sekarang giliran kita mengendalikan dunia dan mempertajam kemampuan kita lebih dalam. Hari ini jadilah saksi atas masa depan yang akan kita gapai dan melambaikan tangan ke masa sekarang dengan senyuman yang lebar tanpa menyesali apapun yang telah kita lewati.

Ucapan selamat sekali lagi saya sampaikan kepada teman-teman yang hadir disini maupun yang tidak bisa hadir. Kasih sayang saya tercurahkan selalu untuk kalian dimanapun kalian berada. Selama tiga tahun terakhir kita menghabiskan waktu bersama dan saya harap kita bisa bertemu lagi di masa yang akan datang. Terimakasih." Aisyah menuruni tangga diiringi dengan gemuruh tepuk tangan seisi ruangan. Beth dan Lucy terharu dan meneteskan air mata mendengar pidato Aisyah. Mereka akan berpisah dan menempuh pendidikan masing-masing. Semua akan berbeda seratus persen. Para sahabat akan kehilangan sosok sahabatnya dan hanya berkomunikasi lewat telfon saja. Hari itu adalah hari patah hati nasional.

Acara kelulusan telah usai dan mereka melemparkan topi toganya tinggi-tinggi keatas dan bersorak-sorai. Beth, Lucy, dan Aisyah berpelukan satu sama lain. Tangis mereka pecah dan berusaha untuk menguatkan satu sama lain. Semenit kemudian lampu-lampu ruangan dimatikan dan hanya menyisakan sebersit cahaya saja dari panggung. Perlahan balon yang berwarna warni dilepaskan dari langit-langit ruangan dan menghujani mereka yang berada dibawah. Lampu-lampu pun dihidupkan secara perlahan. Lalu kembang api kertas dilontarkan secara bersamaan mengeluarkan kertas yang berkelap-kelip ke seisi ruangan yang luas itu.

Sorak-sorai bahagia masih terdengar memenuhi aula itu. Para orang tua berhamburan menyusul putra-putrinya, mencium dan memeluk mereka. Ibu Aisyah bertemu dengan Bethany dan Lucy, ia kemudian mencium dan memeluk mereka bagaikan anak sendiri. Ia turut bahagia akan kelulusan mereka berdua. Ibu Aisyah juga bertemu dan bertegur sapa dengan ramah kepada orang tua Lucy dan Bethany yang datang pada hari itu. Mereka mengobrol dengan hangat bagaikan teman lama yang baru saja bertemu.

Mereka semua kemudian keluar dari ruangan luas itu dan menuju mobil masing-masing. Bethany mengajak kedua sahabatnya untuk merayakan perpisahan mereka di rumahnya untuk yang terakhir kalinya, dikarenakan Lucy akan berangkat ke Belanda dua hari lagi dan Aisyah akan pergi ke Massachusetts untuk menjalani tes seleksi masuk ke Universitas Harvard. Mobil Sport itu berjalan mulus mengarungi jalanan beraspal.

Selama di perjalanan menuju rumah Bethany, mereka bertiga bercerita membahas acara kelulusan tadi. Mereka juga membahas tentang kepergian Chris yang mendadak itu. Ia pergi tanpa pamit. Bahkan teman-temannya tidak ada yang mengetahuinya. Ia menghilang bagaikan angin di waktu musim gugur. Menyisakan warna dedaunan yang menguning dan udara yang mulai dingin. Ia pergi begitu saja meninggalkan serpihan kenangan demi kenangan.

"Aku tidak menyangka bahwa Chris pergi secepat ini", ucap Bethany. "Aku juga tidak menyangka. Apa yang terjadi padanya? Kemarin ia seperti preman jalanan", tanggap Lucy. Aisyah hanya menunduk tak berkomentar apa-apa. Hanya dialah yang mengetahui secara persis apa yang telah terjadi dan apa penyebabnya. Dialah yang seharusnya bertanggung jawab atas semua ini. Perlahan tapi pasti, mobil Sport itu telah sampai di halaman rumah Bethany. Ia memarkirkan mobilnya di garasi yang terletak dibawah tanah lalu mereka bertiga naik ke lantai atas lewat pintu yang berada diujung garasi.