webnovel

Lakuna

Kehilangan sang istri dalam kecelakaan ... membuat Yunki terpaksa berbohong pada Gina anak perempuannya. Ia terus mengatakan jika sang ibu akan kembali. Sebuah kejadian membuat ia bertemu dengan Reina. Wanita yang begitu mirip dengan Reya, mendiang istrinya. Membuat ia berniat untuk memintanya berpura-pura menjadi Reya. Reina menolak, sementara Yunki sama sekali tak peduli dan akan melakukan apapun untuk itu. Sementara Reina telah bertunangan dengan Jimmy ia sangat mencintai pria itu. Sementara Yunki berusaha mengacaukan perusahaan ayahnya. Reina setuju, setelah sebuah ancaman ia dengar dari Yunki. Sebuah kisah juga terkuak, diantara Reya dan Reina. Takdir merah seperti apa yang terjalin diantara Reya dan Reina? Bagaimana juga hubungan Reya dan Jimmy setelahnya?

Reistya · perkotaan
Peringkat tidak cukup
14 Chs

❣️ tujuh❣️

Sejujurnya ini menjadi sebuah dilema besar dalam hidup Reina. Ia tak ingin membohongi Gina dengan mengaku sebagai ibunya. Namun, setelah seharian ini aku bersamanya. Ada hal yang kembali mengingatkan saat kehilangan ibunya. Seolah semua hancur, dalam sehari. Reina tak makan, tak bisa tidur dan hanya menangis. Ia mengerti dan tau alasan kuat mengapa Yunki memilih berbohong pada Gina. Meski, berbohong bukanlah jalan keluar. Seharusnya, pria itu jujur. Jika ia lakukan sejak awal masalah seperti ini tak akan ia alami.

Gadis itu kini berada di kamar dan membereskan barang-barang miliknya. Kemarin ia sudah mengatakan pada sang ayah jika, dirinya akan berangkat ke Paris seminggu lagi. Sungguh ia tak terbiasa melakukan kebohongan seperti ini dan ini sedikit mengganggu pikirannya.

"Aku masih penasaran sebenarnya mengapa kau langsung menyetujui pekerjaan itu Reina ya?" tanya Seojin yang kini berdiri di ambang pintu kamar. Menatap sedih pada anak gadisnya. Tak rela jika harus di tinggal seperti ini.

Ia menghentikan kegiatan dan berjalan ke arah sang ayah, memeluk erat. "Aku pikir ini akan mengembangkan kemampuanku Ayah. jika aku bekerja di sebuah perusahaan besar, aku akan banyak mendapatkan pengetahuan dan akan berguna bagi Our Fashion nantinya."

Pria itu menghela napasnya, membelai pucuk kepalaku. "Baiklah, tapi benar-benar hanya tiga tahun 'kan?"

"Iya, Ayah tenang saja aku akan segera kembali."

Reina rasa mungkin benar', hanya akan mengalami tiga tahun dalam kebohongan yang diciptakan Yunki. Karena Yunki mengatakan jika ia akan memberitahu Gina saat gadis kecil itu berusia sembilan tahun. Ia berharaparap bisa mempercayai kata-kata si pucat.

"Aku penasaran apa... ia memilih secara gegaba? Apa dasarnya ia memilihmu? Pasti ia belum tau jika kau ceroboh juga gegabah 'kan?" tanya Seojin yang terdengar lebih seperti olok-olokan.

"Aayah jangan menjelekkan anakmu sendiri." Reya membecik ia lalu memeluk sang ayah. Sementara Seojin mengusap-usap pucuk kepala anak gadisnya.

"Ya ayah mu betul kau memang seperti itu."

Sebuah suara yang mereka kenal. Reya menoleh dan mendapati si tampan kekasihnya Park Jimmy. Gadis itu melepaskan diri dari pelukan pada ayah dan berjalan cepat menghampiri Jimmy dan memeluknya. Reya menatap sang ayah dan kembali menjulurkan lidahnya.

"Ya, terus saja seperti itu, Ayah sungguh tak akan membuatkan sarapan kesukaanmu lagi." Ancamnya.

"Ayah, jangan seperti itu." Reina merengek, lalu melepaskan pelukannya pada Jimmy.

"Hahahaha, tentu suatu hari Ayah tak akan bisa membuat itu untukmu," ucapnya sambil berlalu.

"Ayah akan terus sehat sampai aku memberi ayah cucu!" Reina berteriak, sementara Seojin terkekeh mendengarnya.

"Ada yang harus aku bicarakan." Jimmy lalu mengajak Reya masuk ke kamar.

Pria itu segera merebahkan tubuhnya ke tempat tidur lalu menatap Reina menggoda. Sementara yang ditatap hanya menatap kesal. Lalu duduk di tepian tempat tidur.

"Apa yang ingin kau katakan?" Reya bertanya sambil terus menatap kekasihnya itu.

"Aku tak akan ke Spanyol," ucapnya senang.

"Lalu? Apa dibatalkan?" tanyaku khawatir yang ada di pikiranku saat ini adalah itu salah satu ulah Yunki.

"Tidak, aku akan tetap pergi tapi bukan ke Spanyol melainkan ke Jepang," jawabnya diiringi senyuman.

Seharusnya ini menyenangkan bagi Reina karena keduanya akan lebih dekat. Tetapi, tak bisa karena ia akan berpura-pura berada di Paris.

"Jimmy, aku—"

Sedikit sulit mengatakan jika saat ini ia yang harus meninggalkan Jimmy. Pria itu menatapk kekasihnya dengan penuh tanda tanya.

"Kau?"

"Aku akan berangkat ke Paris."

Tatapannya seolah tak mempercayai, Jimmy lalu bertanya. "untuk?"

"Aku ditawari pekerjaan oleh Amore grup dan ... Ditempatkan disalah satu cabang mereka di Paris."

Jimmy menghela napas, lalu menatap Reinadengan kesal. Gadis itu tau kalau sebelumnya Jimmy senang karena sang ayah meminta ia bekerja di Jepang. Karena mungkin keduanya akan lebih sering bertemu. Namun, kini Reina memberitahu jika ia yang harus pergi dan itu membuat Jimmy merasa mereka benar-benar akan berjauhan. Walaupun kenyataannya kepergian Reina hanyalah kebohongan.

"Jangan bercanda."

"Sungguh, apa aku terlihat bercanda?" tanya Reina mencoba meyakinkan Jimmy

"Aneh, jika saat ini tiba-tiba kau ditawari pekerjaan. Maksudku kau bukan pegawainya, kau baru saja menemui pria itu. Dan ... Ia langsung memberikan sebuah kepercayaan padamu?"

Reina sangat mengerti Jimmy akan sulit di yakinkan ia pintar membaca situasi.

"Kau tak percaya padaku?"

"Bukan aku tak percaya padamu. Aku justru tak mempercayai pria itu. Atau ia menyukaimu?" selidiknya lebih jauh menatap sang kekasih lebih dalam dan serius.

Reina mengalihkan pandangan berpura-pura kesal dan merebahkan tubuh ke tempar tidur. Lebih baik baginya jika berpura-pura marah saat ini.

"Ya, aku berbicara padamu Reina ya."

"Tak perlu bicara jika kau hanya menuduhku!" ucapnya lagi-lagi berpura-pura kesal.

"Baiklah, asal kau kembali tahun depan,"

"Aku menandatangani kontrak selama tiga tahun."

"Kembali tahun depan. Tak masalah jika kau harus kembali lagi nanti. Aku hanya ingin kau kembali tahun depan."

Reina bangkit kemudian duduk dan berhadapan dengan Jimmy yang kini tersenyum menatap gadis yang sangat ia cintai.

"Kembalilah dan menikah denganku," ucapnya.

Reina membuka mata lebar-lebar setelah baru saja dipejamkan. Terkejut pasti, apa ini sebuah lamaran? Ia Masih terdiam beberapa saat sampai akhirnya menoleh dan menatap Jimmy. Si pemilik mata sayu itu tersenyum sementara sang kekasih masih terpaku karena pernyataan barusan.

"Me-nikah?"

Jimmy mengerakkan tangan menggeacak rambut Reina. Lalumerapikan dan mengangguk sambil mengangkat kedua alisnya.

"Yak! Ini tak romantis sama sekali.

"Ya, ini akibat dari kepergian mendadak mu." Jimmy tak mau kalau berujar dengan nada bicara menyalahkan.

ReiNa meliriknya dari sudut mata, kesal, senang, terkejut, bahagia semua ia rasakan saat ini.

Tak masalah harusnya jika Reina membuat cerita jika, ia harus kembali ke Amerika untuk berobat pada Gina. Setelah menikah dengan Jimmy. Ia akan kembali untuk menyelesaikan kontrak sebagai ibu palsu untuk Gina. Setelahnya Reina akan berbahagia dengan pria ini.

Jimin menggenggam tangan, mengajak Reina keluar dari kamar. Keduanya berjalan menuju ruang tengah saat itu Seojin saat ini sedang menonton televisi.

"Paman," panggil Jimmy.

Merkea berjalan mendekat dan duduk di samping Kim Seojin.

"Hmm ada apa?" sahut ayah Reinasambil melepas kacamata yang ia kenakan.

"Ijinkan aku menikahi anakmu." Jimmy meminta ijin.

Sang ayah terdiam ia tersenyum kemudian. "Kau tak memberikan cincin atau semacamnya?" tanya ayah.

"Aku tak menyiapkan apapun. Sebenarnya, aku ingin melamarnya Minggu depan. Nsmun, sepertinya tak mungkin. Jadi aku melakukan ini sekarang. Hehehe," kekeh Jimmy malu seraya memegangi tengkuknya.

"Sebentar."

Seojin berjalan ke dalam kamar. Tak lama sampai kemudian ia kembali. Menyerahkan sebuah kotak cincin pada Jimmy. Reya menatap hari ia tau apa itu, sementara Jimmy masih menatap dengan pemasaran.

"Itu cincin pertunangan aku dan ibu Reina. Kenakan dan jangan lepaskan. Aku harap cinta kalian berdua sama kuatnya seperti cintaku dan istriku," ucapnya Seojin terlihat bulir air mata di sudut matanya.

Pun Reina menahan tangis, suasana sedikit sentimentil rona bahagia dan kenangan bahagia juga duka menjadi satu.

Jimmy menatapnya, berucap jangan menangis tanpa suara.  "Kim Reina ... Maukah kau menjadi istriku?"

Aku mengangguk. "mau," jawabku mengangguk yakin.

Bagi Reina acara ini seribu kali lebih romantis dengan melamar di kapal pesiar, dibandingkan melamar dengan taburan bunga mawar. Aish, Jimmy  bagaimana Reina bisa berpaling jika kau semanis ini?

***

.

.

 

.