Naraya baru membuka selimut yang menutupi kepalanya setelah dia benar- benar yakin kalau Liam sudah keluar dari kamar dan dia hanya tinggal sendirian disana.
Sepertinya Liam memang sedang sangat terburu- buru tadi sehingga dia melupakan keberadaan Naraya yang masih tergelung di dalam selimut.
Saat Liam pergi, dia sama sekali tidak mengatakan apapun padanya dan mengunci pintu apartmentnya dari luar.
Naraya tahu karena dia mendengar suara pintu yang terkunci saat Liam pergi, dan barulah dia keluar dari persembunyiannya.
Tetapi masalahnya adalah; Naraya saat ini benar- benar sangat lapar… dan dia tidak tahu dimana letak dapur ataupun dimana dia bisa mencari makanan di rumah ini.
Terakhir kali Naraya makan adalah saat dia makan siang bersama nenek Asha dan Liam kemarin siang dan kini sepertinya hari sudah hampir siang, jadi bisa dikatakan, hampir 24 jam Naraya belum makan apapun.
Naraya menggigit bibirnya sambil memegangi perutnya yang keroncongan, dia mencoba mencari ponselnya tapi tidak bisa menemukan ponsel kecil tersebut, sepertinya Liam meletakkan ponsel itu di tempat lain, karena seingat Naraya, dia meletakkannya tepat di samping tempat tidur.
Dengan tidak memiliki pilihan lain, Naraya turun dari kasur dan berusaha mencari pintu keluar dari kamar tersebut.
Butuh waktu yang tidak sebentar bagi Naraya untuk akhirnya dapat keluar dari kamar tersebut, karena dia beberapa kali salah membuka pintu lemari.
"Kenapa Liam punya banyak lemari di dalam kamarnya sih?" Rutuk Naraya sambil melangkah keluar dari kamar.
Naraya berjalan sangat perlahan agar tidak menabrak sesuatu karena dia sama sekali tidak mengetahui letak benda- benda di ruangan tersebut.
Namun, tentu saja kehati- hatian Naraya tidak berbuah manis saat dia menabrak sesuatu dan menjatuhkan sebuah barang pecah belah yang serpihannya langsung melukai kaki Naraya.
# # #
Liam baru menyelesaikan meeting keduanya saat waktu menunjukkan pukul 14.24 siang.
Saat ini, Liam akan menuju sebuah restaurant bersama dengan Raka yang terus meng update informasi terbaru mengenai rencana pembukaan cabang baru dan rencana awal tahun perusahaan mereka.
Seorang waitress segera menghampiri keduanya dan melirik Liam beberapa kali seraya tersenyum dengan lebih ramah pada pria tersebut. Wajah Liam pasti tidak asing baginya.
Ini bukan pertama kalinya Liam mendapat perlakuan seperti ini. Bukan hanya karena wajahnya yang membuat setiap wanita menoleh berkali- kali padanya, tapi juga karena segala sesuatu di tubuhnya mengatakan status sosialnya yang tinggi.
Liam tidak peduli akan semua itu saat ia memesan makanan dan berkata seperlunya saja.
Tapi, kemudian sesuatu seperti terngiang di telinganya dan secara bersamaan kejadian tadi pagi kembali melintasi benaknya.
"Raka." Panggil Liam dengan dahi berkerut.
"Ya, pak?" Raka menghentikan laporannya seraya menatap Liam yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Ada apa, pak?" Tanyanya lagi ketika Liam tidak juga berkata apa- apa.
"Apa kamu mengirim seseorang untuk mengantarkan makanan ke apartment saya?" Tanya Liam sesaat kemudian.
Namun, Raka justru menatap Liam dengan bingung. "Tidak…"
Karena kesibukan mereka sepanjang pagi ini, tidak ada satupun dari mereka yang mengingat kalau Naraya berada di apartment Liam saat ini.
Dalam situasi normal, ini bukanlah hal yang mengkhawatirkan ataupun perlu untuk diperhatikan, tapi kondisi Naraya yang 'unik' membuatnya akan sulit untuk melakukan apapun di tempat yang asing tanpa bantuan siapapun.
Kerutan di dahi Liam semakin dalam sampai akhirnya dia berkata. "Buat pesanan saya menjadi take away dan pesankan satu lagi porsi makanan yang sama."
# # #
Saat Liam mengendarai mobil untuk kembali ke apartmentnya, dia merutuki dirinya sendiri. Kenapa juga dia yang harus membawakan makanan untuk Naraya?
Liam bisa saja menyuruh orang lain untuk memeriksa keadaan gadis itu.
Tapi, untuk suatu alasan yang Liam tidak mengerti, dia memilih untuk melihat keadaan Naraya secara langsung dan apa yang dia lakukan selama berada di dalam apartmentnya.
Jangan- jangan dia telah menghancurkan isi ruangan tersebut.
Liam mengendarai mobilnya seorang diri dengan dua kotak makanan yang tadi dia pesan berada di kursi sebelahnya.
Saat Liam akhirnya sampai di apartment dan memasuki elevator, dia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 15.20 sore.
Kalau perhitungan Liam benar, sudah hampir seharian ini Naraya tidak makan apapun, karena tadi malam gadis itu langsung tertidur setelah dia meminum susu yang telah Liam buat dan Liam mengantarkan dia ke kamarnya.
Setelah keluar dari elevator, Liam segera menuju flatnya.
Hal pertama yang Liam dapati saat ia membuka pintu adalah serpihan patung gajah yang terbuat dari kaca, yang ia beli dari Thailand belum lama ini, telah berserakan di lantai.
Bukan hanya itu saja, walaupun samar, Liam dapat melihat tetesan darah di lantai ruangan yang kemudian menuju kamarnya.
Ekspressi wajah Liam tidak berubah saat melihat itu semua dan ketika dia berjalan masuk ke dalam kamarnya sambil masih membawa bungkusan makan siang untuk mereka berdua.
Di dalam kamar, Liam dapat melihat Naraya yang tengah memegangi kakinya yang terluka sambil duduk di pinggir ranjang.
Kepalanya terangkat saat ia mendengar suara pintu kamar yang terbuka.
"Siapa itu?" Tanya Naraya dengan suara lirih.
Untuk sesaat Liam tidak menjawab pertanyaan gadis ini dan meletakkan bungkusan makanan di tangannya ke atas ranjang.
Kemudian Liam berjongkok di hadapan Naraya dan mengulurkan tangannya, memeriksa seberapa dalam luka gadis ini, tapi tangannya di tepis dengan kasar dan membuatnya mengerutkan kening.
"Ini aku." Ucap Liam sambil meraih kaki Naraya sekali lagi.
"Oh…" Saat Naraya mendengar suara Liam yang familiar di telinganya barulah ia sedikit lebih tenang, dan membiarkan pria tersebut menyentuh kakinya.
Liam mendecakkan lidahnya saat melihat ada serpihan kecil menancap di kulit kaki Naraya. Gadis ini akan menjerit kesakitan apabila Liam berusaha mengeluarkan serpihan tersebut, tapi hal tersebut harus dilakukan.
"Maaf ya…" Naraya salah mengartikan decakan kesal Liam, dia pikir Liam marah padanya karena telah menghancurkan apapun itu yang ada di luar ruang kamar ini. "Aku tidak bermaksud membuatmu repot…"
"Hm." Liam tidak begitu menanggapi karena dia sedang memeriksa bagian lain kaki Naraya, apakah dia memiliki luka yang serius di tempat lain.
Bukan hanya kaki, tapi tangan Naraya juga.
"Aku tidak tahu apa yang aku pecahkan tadi… tapi, aku harap itu bukan barang yang berharga untukmu…" Naraya berkata dengan suara yang jauh lebih pelan.
"Tentu saja berharga, aku membelinya di luar negeri." Jawab Liam acuh tak acuh, namun lega saat melihat tidak ada luka lain di tubuh Naraya.
Mendengar jawaban Liam, wajah Naraya bertambah sedih. "Aku benar- benar minta maaf… bagaimana aku menggantinya…?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir Naraya.
Tentu saja dia harus menggantinya bukan? Karena dia adalah orang yang merusaknya.
"Hm." Liam bergumam sambil menurunkan tangan Naraya. "Bagaimana kalau dengan tubuhmu?"