Never ignore a person, who loves you, cares for you and misses you, because one day you might wake up and realize you lost the moon while counting stars.
-quotes-
==============
Keesokan harinya, Naraya bangun lebih pagi, tapi dia tidak mendapati Liam tidur di dalam kamar, karena tempat di sebelahnya terasa dingin, tidak di tiduri.
Lalu dimana Liam Tidur?
Bukan Naraya mengharapkan mereka bisa tidur di tempat yang sama, tapi… hanya penasaran saja, dimana Liam saat ini.
Naraya berjalan pelan menyusuri sudut apartment, mendengarkan dengan seksama kalau saja ada suara lirih seseorang masih di buai mimpi.
Tapi, sayangnya Naraya tidak mendengar apapun kecuali langkah kakinya sendiri.
Mungkin Liam sudah bangun dan sedang berada di dapur… pikir Naraya.
Agak kecewa karena ia ingin membuatkan segelas kopi untuk Liam. Kalau dia sudah bangun lebih dulu, sudah pasti dia sudah membuat kopi untuk dirinya sendiri.
Naraya menuju dapur dan tidak mendapati seorangpun disana. Ia berusaha memanggil Liam keseluruh penjuru ruangan, tapi Liam sama sekali tidak menjawab panggilannya.
Sepertinya, Liam telah pergi pagi- pagi sekali.
Padahal Naraya masih ingin bertemu dan berbincang lebih lama dengan Liam, setelah apa yang terjadi semalam, Liam tidak mengatakan apapun…
Apakah… Liam tidak merasakan perasaan yang sama seperti yang Naraya rasakan saat ini?
# # #
Liam bukannya berangkat terlalu pagi… tapi, dia memang tidak tidur di apartment itu.
Setelah memastikan Naraya telah tertidur pulas, Liam pergi keluar dan menghubungi Rachel. Mereka bertemu di hotel biasa.
Ketika pagi menjelang, Liam telah lebih dulu bangun daripada Rachel dan segera menuju bathroom untuk membersihkan diri.
Membersihkan sisa- sisa apa yang telah ia lakukan dengan Rachel semalam.
Anehnya, walau apa yang Liam dapatkan dari Rachel semalam merupakan suatu kepuasan yang ia inginkan, tapi Liam merasa bukan itu yang ia butuhkan.
Setelah ia menyentuh seluruh tubuh Rachel yang telanjangn, justru yang ada di dalam benaknya adalah wajah Naraya yang terkejut ketika ia mendaratkan ciiuman di bibirnya semalam.
Wajah terkejutnya begitu manis dan Liam tidak bisa untuk tidak tersenyum ketika ia mengingat bagaimana kikuk dan kakunya Naraya dalam membalasnya.
Bahkan setelah kenikkmatan dan kehangatan yang Rachel tawarkan pada Liam semalam, yang ada di benaknya adalah lembutnya bibir Naraya…
Dibawah curahan air yang mengalir dari shower, Liam menyentuh dirinya yang mulai menegang… mengingat kembali kejadian di dalam dapur tersebut…
Setiap memory yang terlempar ke balik matanya, membuat gerakan tangan Liam semakin cepat.
"Shhit!" Liam merutuki dirinya sendiri setelah ia menghabiskan waktu yang lama untuk mencapai batasnya, waktu seakan berhenti saat tubuhnya bergetar karena gairrah yang tak terbendung.
Naraya…
Nama itulah yang terulang di benaknya saat ia mencapai kepuassan. Sebuah nama yang seperti mantra…
Saat Liam kembali membuka matanya, mata coklat tua itu nyalang menatap pantulan dirinya di cermin. Seulas senyum mencemooh terukir di bibirnya.
Bagaimana bisa dia lebih memilih untuk memuaskan dirinya sendiri di dalam kamar mandi sementara ada seorang wanita menunggu nya di dalam kamar.
Bagaimana bisa dia lebih memilih untuk membayangkan gadis lain yang berjarak puluhan kilometer darinya sementara ada seorang wanita cantik yang hanya berjarak sepuluh langkah dari dirinya.
"Kamu sudah gila Liam…" Gumam Liam pada dirinya sendiri.
Ia mematikan shower lalu mengambil handuk, mengeringkan dirinya sendiri sebelum melangkah keluar dari kamar mandi dengan hanya berbalut handuk di sekitar pinggangnya dan handuk lain yang ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.
Di saat yang bersamaan, terdengar suara bel. Seseorang tengah menunggu Liam untuk membukakan pintu untuknya.
Itu pasti Raka. Karena Liam telah meminta assistant pribadinya itu untuk membawakan baju bersih untuk Liam kenakan hari ini.
Tapi, untuk berjaga- jaga, Liam memastikan terlebih dahulu bahwa orang tersebut adalah benar Raka melalui lubang intip yang berada di di pintu.
Setelah melihat sosok Raka yang berdiri sambil memegang setelan kerja milik Liam, barulah ia membuka pintu.
Sosok pertama yang Raka lihat adalah tentu saja tubuh bosnya yang separuhh telanjang dan rambut yang basah.
Dan hal kedua yang jatuh dalam pandangannya adalah sesosok wanita yang tengah tertidur dengan lelap di atas kingsize bed.
Raka seharusnya sudah tahu dan telah terbiasa dengan hal ini, karena pemandangan ini bukanlah hal baru bagi Raka.
Ia sudah sering melihat Liam seperti ini dengan wanita yang selalu berganti- ganti.
Tapi, kali ini, Liam memiliki hubungan yang jauh lebih lama dengan wanita yang bernama Rachel. Menurut Raka ini adalahh hal yang janggal, jadi dia tidak bisa memungkiri kalau dirinya sendiripun bertanya- tanya.
Apakah Liam serius dengan Rachel? Karena sejauh ini Liam tidak pernah menghabiskan waktunya dengan wanita yang sama lebih dari ini.
Lalu bagaiman dengan pernikahan Liam yang akan di langsungkan dalam kurun waktu empat puluh delapan jam? Apakah Liam sama sekali tidak memikirkan akan hal tersebut?
"Bajuku." Liam mengulurkan tangannya pada Raka, mengalihkan pikiran- pikiran Negative dari benak assistantnya itu.
"Oh, ini pak…" Raka menyerahkan baju di tangannya dengan sigap. Malu karena tertangkap basah sedang memandangi wanita di atas ranjang itu.
Semoga saja bossnya tidak marah karena kecerobohanny ini. Raka membatin.
Setelah mengambil baju dari tangan Raka, Liam berkata singkat sebelum menutup pintu kamar. "Tunggu saya di lobby sepuluh menit lagi."
Raka belum sempat menjawab, ketika Liam sudah menutup pintu itu.
# # #
Hari ini tidaklah terlalu hectic seperti kemarin, tapi pekerjaan Liam yang menumpuk tidak membiarkan ia memiliki waktu senggang.
Karena nenek Asha memaksa Liam untuk memabawa Naraya berlibur ke suatu tempat dalam rangka honeymoon mereka, maka pekerjaan Liam menumpuk dengan luar biasa.
Ia dipaksa harus mengambil cuti paling tidak satu minggu, demi sebuah honeymoon yang bahkan tidak Liam inginkan.
Tapi, karena ini adalah permintaan nenek Asha, tentu saja Liam tidak bisa menolaknya.
Ketika waktu menunjukkan pukul 13.15 siang dan matahari sedang bersinar dengan teriknya melalui kaca besar di sisi kanan ruang kerja Liam, sebuah panggilan masuk berdering dari ponselnya.
Nomor asing.
Bagaimana mungkin nomor asing menghubungi ponsel pribadinya? Tidak banyak orang yang mengetahui nomor Liam ini.
Liam tidak mengangkatnya karea ia pikir pastilah salah sambung. Dia tidak suka menerima telepon yang tidak ia kenal.
Tapi, kemudian sesuatu melintas di benaknya dan dia menatap layar ponselnya yang masih menyala, menandakan si penelepon belum juga memutuskan panggilannya.
"Halo?" Sapa Liam dengan nada suara yang datar.
Tidak ada jawaban…
"Halo?" Ulang Liam, dahinya mulai berkerut.
"Hmm… halo? Liam?" Suara di ujung lain sambungan memanggil nama Liam dengan malu- malu.
Sudah Liam duga, Narayalah yang menghubunginya, karena ia telah menambahkan nomor pribadinya ke ponsel Naraya.
"Iya, kenapa? Rindu padaku?" Tanya Liam asal saja, tapi ia menunggu jawaban Naraya.
Terdengar suara mendengus dari ujung lain sambungan. Lalu suara Naraya yang lembut terdengar jauh lebih tegas. "Tidak!"